Hal lain yang penting adalah saat Stambul Bintang Timoer yang bangkrut kedatangan seorang juru selamat yaitu seorang nyonya yang dulunya adalah anggota stambul itu yang “tersisihkan”. Tukiyem, yang diperankan Yu Ningsih, menyebut dirinya Si Nyonya Nomor Satu karena memiliki uang banyak untuk “menyelamatkan” stambul ini. Namun, kepentingan selalu ada saat menjadi si nomor satu itu. Tukiyem ternyata menggunakan kekuasaan uangnya, untuk menjadikannya berkuasa penuh atas semua yang ada di stambul itu. Termasuk “membeli” para pemain.
[caption caption="Koes Hendratmo dan Titiek Puspa sedang Berduet di Ujung Pentas"]
Tukiyem adalah potret pemimpin yang bisa berkuasa karena menjadi nomor satu. Dengan posisinya itu, pemimpin-pemimpin macam Tukiyem akan menomorsatukan dan memaksakan kepentingan pribadi. Dan sayangnya, peran Tukiyem banyak “dicatut” oleh orang-orang nomor satu di negeri ini. Prihatin.
Pentas yang ditampilkan tiga kali dalam dua hari ini ditutup dengan happy ending. Kredit bagi para crew yang terlibat dalam penggarapan pentas kali ini, sekaligus menutup pentas Indonesia Kita 2015. Tahun depan, dengan tema besar “Dari Warisan Menjadi Wawasan”, panggung ini akan tetap hadir. Tetap menyelami kehidupan sosial masyarakat dan politik. Tetap pada kemasan yang cerdas dan menghibur. Tidak asik sendiri dalam berkarya. Serta tetap memberikan tontonan yang wajib dan berkualitas bagi yang lupa bagaimana caranya melakukan “Ibadah Kebudayaan” di tengah kompetisi kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H