Metode dalam kajian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumen. Data dalam penelitian ini adalah buku dan jurnal yang relevan dengan filsafat, filsafat pendidikan, dan psikologi pendidikan behavioristik. Teknik analisis data dalam kajian ini adalah analisis tematik.
Pembahasan  Â
Filsafat pendidikan behavioristik adalah pendekatan pendidikan yang menempatkan manusia sebagai pusat perhatian. Fokusnya adalah pada pengembangan potensi pribadi, pemenuhan kebutuhan individu, dan penghargaan terhadap keunikan manusia. Pendidikan behavioristik menekankan pentingnya pertumbuhan holistik, baik dalam aspek kognitif, emosional, maupun sosial.
       Kata Behaviorisme memiliki banyak konotasi karena di tekankan untuk memfasilitasi dalam berbagai konten sehngga berpotensi untuk di sesatkan. Plato yang merupakan humanis Ilmiah dan Scorates merupakan humanis Sastra  Para humanis menyatakan bahwa dengan semua pengetahuan yang dimiliki. Sekolah-sekolah tampaknya mengabaikan fakta-fakta dari sifat-sifat Individual.  Sekolah seolah mengabaikan karakteristik individual yang melekat pada individu dan fakta ini sungguh tidak manusiawi. Sekolah yang ada saat ini hanya membuang-buang waktu, oleh karenanya kaum humanis mendakwa fakta tersebut untuk di reformasi. Dengan adanya pemikiran terjadi penolakan terhadap sekolah, Pengabaian terhadap sekolah atau Deschooling masyarakat di Amerika (Power,1982 )
Teori Behaviorisme dalam pendidikan menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengembangan siswa. Dalam pandangan Behaviorisme, siswa adalah individu yang unik dan memiliki kemampuan untuk belajar dengan sendirinya. Oleh karena itu, pendidikan berbasis Behaviorisme bertujuan untuk mempromosikan kebebasan belajar, kemandirian, dan pengembangan pribadi yang terus menerus. Dalam paper ini, penulis akan membahas Teori Behaviorisme dan relevansinya dalam pendidikan, dengan menggunakan referensi dari sumber-sumber teori dan penelitian terkait.
Prinsip-prinsip Behaviorisme dan didirikan terutama pada karya Abraham Maslow (1908-1970) dan Carl Rogers (1902-1987). Mereka berpusat pada pelajar sebagai individu dan menganggap bahwa belajar bukan hanya tentang kecerdasan, tetapi juga tentang mendidik "manusia seutuhnya", dengan mempertimbangkan minat, tujuan, dan antusiasme seseorang, sehingga potensi penuh dapat dicapai.
Berdasarkan Prabhavathy dan Mahalakshmi (2016), ungkapan 'behavioristik' mencirikan pendekatan pembelajaran yang mengambil tanggung jawab mendasar dari 'manusia seutuhnya' dalam proses pembelajaran. Pendidikan dan pembelajaran yang efektif melibatkan seluruh pribadi yang melibatkan intelek, tubuh dan jiwa. Siswa adalah individu utama dalam proses pembelajaran. Pendekatan behavioristik hampir terkait dan telah membentuk banyak pendidik teoretis untuk membangkitkan semangat dalam domain ini untuk melakukan eksplorasi dalam kaitan konsep tersebut dengan pendekatan behavioristik yang menyatakan bahwa peserta didik pertama-tama ditujukan sebagai manusia, kemudian sebagai pembelajar (Theory and Practice in Language Studies, 2020)
- Sejarah Lahirnya Behaviorisme
       Teori Behavioristik muncul pada tahun 1950-an dan 1960-an sebagai tanggapan terhadap pendekatan behaviorisme dan psikoanalisis yang mendominasi psikologi pada waktu itu (Rogers, 1951). Teori Behavioristik dipelopori oleh beberapa tokoh, antara lain Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Rollo May.
       Ketiga tokoh ini memperkenalkan pandangan bahwa manusia bukan hanya sekadar mesin yang merespon rangsangan dan stimulus, tetapi juga makhluk yang memiliki kebebasan, kreativitas, dan kemampuan untuk merenungkan arti hidup. Teori Behavioristik menekankan pentingnya pengembangan potensi individu dan kebebasan dalam memilih arah hidup, serta mencapai kebahagiaan dan makna hidup yang lebih dalam. Oleh karena itu, teori Behavioristik banyak diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk psikologi, pendidikan, dan konseling.
- Â Implementasi Behaviorisme dalam pendidikan
Implementasi Teori Behavioristik dalam pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan potensi mereka secara penuh dengan memberikan lingkungan yang kondusif, di mana siswa merasa dihargai dan didukung untuk mengejar keinginan mereka (Beane, 1997). Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam implementasi Behaviorisme dalam pendidikan adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana guru berperan sebagai fasilitator dan membantu siswa dalam mengembangkan kreativitas, kemampuan untuk berpikir kritis, dan kemampuan untuk mengekspresikan diri (Kerka, 1992).
Selain itu, implementasi Behaviorisme dalam pendidikan juga memperhatikan pengembangan nilai-nilai moral dan etika, seperti menghormati orang lain, bekerja sama, dan bertanggung jawab. Hal ini dilakukan dengan cara memperkenalkan konsep-konsep etika dan moral dalam pembelajaran, dan memberikan contoh-contoh yang baik dari perilaku moral yang diharapkan (Noddings, 1984).