Ekonomi Kuat ada di Pesta Demokrasi
Oleh: MulyaÂ
Nak, kalau mau melihat Indonesia sejahtera lihat pilpres dan pilkada, ukurannya banyak terpasang baliho, bener, pamflet dan APK lainnya. Namun ketika selesai pilpres dan pilkada ekonomi kita kembali lesu dan bahkan tidak berdaya, untuk pasang pengumuman buang sampah aja harus urun rembuk warga masyarakat. Oleh karena itu, ekonomi Indonesia bergeliat hanya di pilpres dan pilkada saja.Â
Pernyataan ini disarikan dari obrolan kecil Ayah dan Anak yang sedang belajar mengamati keadaan kesejahteraan saudara sendiri, rasanya bukan isapan jempol belaka, karena ekonomi kita benar-benar tumbuh saat pilpres dan pilkada saja.Â
Kok demikian, tentu pertanyaan ini perlu di buktikan, kalau kita hitung dengan jarikulator sepasang baliho yang ada di pinggir jalan memakan biaya minimal 300.000,- apabila ditemukan 100 baliho yang terpasang maka uang yang dihamburkan untuk ditonton saja mencapai 300 juta rupiah. Sungguh luar biasa bukan.Â
***
Ini hari dimana demokrasi diciptakan, kita sudah sepakat pesta demokrasi jadi pilihan, maka ketika ada pesta maka ada poya pora yang di lakukan dan penikmat poya pora itu hanya segelintir orang.Â
Pilih kita ya pesta demokrasi, pemilihan pemimpin itu jalannya hakikatnya adalah pesta yang semua orang berbahagia disaat nya, begitu yang di upayakan dan di ciptakan dan kita masyarakat menikmatinya.Â
Pilkada dan pilpres jadi indikator tambahan untuk menguji kekuatan ekonomi masyarakat, sumbangan para pengusaha sangat diharapkan, bukan mony politik tapi ini bukti suka citanya demokrasi yang kebablasan.Â
Begitu indikator ekonomi berjalan. Uang beredar dimasyarakat jadi lebih banyak tapi kebutuhan produk lebih menyempit dan yang masyarakat inginkan hanya sebaran rupiah yang tak peduli masa depan. Sungguh sebuah musibah jadinya.Â
***
Ini ujian demokrasi dimana modal lebih berjaya daripada citra diri, sekian kali pesta demokrasi sekian kali pula ujian masyarakat terjadi dan akan terus menjadi jadi entah kapan masyarakat sadar dengan masa depannya.Â
Praktik demokrasi sekarang ini mengambil kaidah siapa yang punya uang dia akan menang, siapa yang hanya punya citra dia akan berakhir tidak ceria. Ini sebuah hayalan semoga tidak, demokrasi telah dipilih menjadi sistem terbaik diantara yang baik.Â
Kembali pada kekuatan ekonomi sebagai basis modal maka demokrasi saat ini membutuhkan modal yang kuat, tanpa itu pula demokrasi tidak akan berjalan. Kita sudah meninggalkan istilah membeli kucing dalam karung tapi kita terjerumus pada membeli suara dengan dalih pengenalan, entah mana yang salah dan mana yang benar, yang jelas uang beredar deras.
***
Nak, ini gambaran pilpres dan pilkada, bagi bapak yang "kecil" pergantian pemimpin akan jadi harapan, siapapun yang jadi dan dengan cara apapun dia yang penting dia bisa mewujudkan janjinya, memegang amanah, cerdas dalam bertindak dan dapat menjadi wasilah untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. Aamin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H