“Bu, tahan dulu dong jangan bawa-bawa Bapak Presiden. Beliau tidak tahu apa-apa bu” Salim pun berusaha menenangkan Ibu Mesnami.
Tiba-tiba Ibu Mesnami berdiri dan berkata, “Pak, anda ini dibayar dengan uang rakyat lho pak. Saya tidak pernah telat membayar pajak tanah dan rumah saya, listrik juga saya nggak pernah sampai telat. Walaupun lama-kelamaan harga bahan pokok semakin naik… Tarif listrik juga mirip upacara tujuh belasan, benderanya naik terus. Ini namanya penistaan pak…”
Mimpi apa semalam Salim, sudah capek-capek ke Kantor Kabupaten untuk lihat verifikasi, lalu balik lagi untuk mencari rumah Ibu Mesnami sampai ia harus membunuh ketakutannya lewat jembatan bambu tadi. Sekarang bukannya kejelasan yang dapat malah KPM yang alay menanggapi sesuatu.
“ Begini bu, saya jelaskan dulu. Ibu jangan terlalu panjang berpikir sampai-sampai upacara tujuh belasan bu…” Salim masih sabar.
“Pak, sebagai rakyat Indonesia kita itu harus selalu ingat dengan upacara tujuh belasan pak. Walaupun terakhir saya ikut waktu kelas 5 SD, sekarang Cuma liat di TV gendut itu paaaaaak….” Sahut Ibu Mesnami sambil menunjuk TV tabung dan usang miliknya.
“Aduuuh… iya iya bu saya paham. Kita bangsa Indonesia harus selalu mengingat jasa-jasa pahlawan kita bu. Tapi ini masalah bantuan PKH bu jangan kepanjangan ngomongnya…” kata Salim dengan tetap sabar menghadapi KPM-nya yang unik.
“Wah…. Bapak ini yang kepanjangan ngomongnya, tadi kan bapak bilang kalau uang PKH saya bakal tidak cair. Lha kok bapak ngajak ngomongin kemerdekaan sih pak…” jawab Ibu Mesnami sambil duduk lagi di kursinya.
“Lha makanya itu bu, dengarkan dulu penjelasan saya jangan asal nyolot aja. Saya jauh-jauh kesini buat ngurusin bantuannya Ibu, saya nggak ada niat ngajak ibu mengenang jasa-jasa pahlawan kita. Kita sudah merdeka bu…” jawab Salim.
“Merdeka??? Pak, orang seperti saya ini bagaimana bisa dikatakan merdeka. Saya banting tulang pak, buat kerja. Suami saya merantau ke luar jawa cuma demi anak saya agar tetap sekolah, seperti kata bapak. Gitu sekarang semuanya harganya naik, kita ini terjajah pak terjajaaaaah…” Ibu Mesnami mulai meneteskan air matanya.
Tambah kebingungan Salim dengan arah pembicaraan ini, semakin ngelantur dan nggak tau mau ngomong apa, Ibu Mesnami tidaklah semudah KPM lainnya yang rata-rata diam dan nurut apa kata Salim. Berdiri lalu duduk kemudian berdiri lagi, Salim semakin ingin segera pulang.
“Begini Bu, saya jelaskan dulu bagaimana prosedur dalam PKH…” kata Salim mulai mengembalikan arah pembicaraan.