“Aduuuh mana jatah uang bensin sudah menipis….. Nasib!” keluh Salim sambil mengemasi barang-barnagnya lagi.
Kali ini masalah dokumen terbawa dilupakan sebentar oleh Salim, ia memprioritaskan untuk mencari kebenaran akan masalah yang ia hadapi. Bagaimana bisa KPM-nya kena sanksi padahal proses pemutakhiran kemarin ia cek dan ricek berkali-kali, tapi masih ada saja yang salah.
Pihak sekolah tadi menjelaskan bahwa komponen anak sekolah dari KPM-nya yang kena sanksi itu tidak ada lagi di sekolah, bisa dibilang nama anak tersebut dicoret dengan tinta merah oleh pihak sekolah. Padahal baru closing tahap kemarin nama anak itu masih diakui dan diverifikasi oleh pihak sekolah,
Bagaimana bisa bagaimana bisa…
Salim melanjutkan perjalanan ke desa dampingannya yaitu Desa Ambigu, ia pun segera mengikuti peta wilayah yang ia buat sendiri untuk menemukan KPM yang dimaksud. Sesampainya di alamat yang dituju, ia hanya menemukan rumah kosong seperti lama tak berpenghuni.
“Assalamualaikum….” suara Salim memecah keheningan suasana disitu, tetapi tidak ada satu pun suara yang membalas salamnya. Mondar-mandir ia mengelilingi rumah tapi tak ada satu pun batang hidung manusia.
Sampai akhirnya, “Pak Salim….” Sebuah suara keluar dari semak-semak dekat rumah itu.
Salim kebingungan mendengar suara itu, memang dia tipe penakut dan wajar kalau dia agak ketakutan disitu. “Pak Salim, Ibu Mesnami sudah pindah pak di seberang sungai sana…” ternyata suara itu keluar dari mulut seorang wanita tua yang keluar dari semak-semak dengan kayu bakar di punggungnya.
“Oh begitu ya bu, waduh saya salah alamat dong…” jawab Salim sambil ia mengingat harus segera mengganti petanya yang sudah kusut mirip peta harta karun. Salim sadar terakhir ia kesini adalah setahun kemarin jadi wajar kalau ada perubahan ia kurang tahu.
“Iya pak, sudah lama Ibu Mesnami pindah kesana….” Wanita tua itu meneruskan ucapannya.
Salim pun segera berpamitan kepada wanita tua itu dan melanjutkan perjalanan ke seberang sungai, padahal untuk mencapai daerah seberang sungai itu harus berjalan memutar dengan rute semula. Dengan nafas mulai terengah-engah Salim pun berjalan memutari sungai melewati jembatan dari kayu bambu yang apabila diinjak suaranya agak seram. Tapi karena sebagai Pendamping PKH harus siap dan membiasakan diri dengan keadaan yang sangat ekstrim seperti ini.