Mohon tunggu...
Prabu Bolodowo
Prabu Bolodowo Mohon Tunggu... wiraswasta -

" I WANT TO MAKE HYSTORY, NOT MONEY."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inilah Dalang di Balik Demo Buruh Bekasi

28 Januari 2012   03:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:22 1921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demo buruh di Bekasi pada Jum’at kemarin tercatat sebagai aksi terbesar dan tersukses sepanjang sejarah demo buruh.


Aksi yang di lakukan 30 ribu lebih buruh kali ini mampu membuat ribuan pemakai tol tersiksa dan marah terjebak macet sepanjang 30 km di jalur tol Jakarta-Cikampek. Seharian penuh jalan tol lumpuh. Ribuan aparat sibuk mengalihkan arus lalu lintas via Jagorawi dan jalan regular bagi mereka yang hendak ke Bandung dan pantura.


Akibat aksi buruh ini perekonomian seputar Cikarang Bekasi, nyaris lumpuh. Angkot memilih ngetem di terminal seharian dan memaksa ibu-ibu yang mau ke pasar atau anak sekolah berjalan kaki. Mal di Lippo Cikarang sepi pengunjung. Jika di hari biasa kita perlu antri lebih 10 menit untuk makan siang di restaurant fast food, saat demo buruh berlangsung restaurant dengan kapasitas 60 kursi ini cuma terdapat 4 pengunjung.


Aksi buruh ini merupakan kekecewaan menyusul pada hari Kamis, PTUN Bandung mengabulkan gugatan Apindo atas SK Gubernur No.561/Kep.1540-Bansos/2011. Padahal sebelumnya antara pengusaha, buruh dan kepala daerah setempat sepakat dengan UMK 2012 yang nominalnya naik 15-30% dari UMK 2011.


SK Abal-abal


Bagi Apindo, SK Gubernur ini punya peluang untuk di gugat di pengadilan. Karena penetapan UMK 2012 dianggap tidak sesuai aturan resmi yang ada. Salah satunya adalah dalam penerbitan SK tersebut, kepala daerah setempat mengabaikan Dewan Pengupahan Nasional. DPN yang terdiri dari unsur tripartit yaitu buruh, pengusaha, dan pemerintah ini tiap tahun menggodok UMK dengan berbagai indicator.


Namun jika muncul ketidakpuasan atas ketetapan upah, ada peluang di tempuh melalui jaur lain di luar forum tripartit. Dalam kasus Bekasi, pengusaha mem-PTUN-kan keputusan upah, sedangkan buruh merasa tidak dihormati kesepakatannya, lalu marah berjamaah.


Tapi yang perlu di pertanyakan adalah, kenapa SK Gubernur bisa terbit padahal diprediksi dengan mudah di KO Apindo di pengadilan?


Mudah-mudahan analisis kronologis berikut ini bisa menjelaskannya.


Iklim politik di Bekasi pada musim penghujan ini justru membawa udara panas bin gerah. Tiga pasang calon bupati dan wakil bupati akan bersaing dalam Pemilukada Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Maret tahun ini. Dan sudah barang tentu tim suksesnya akan melakukan kampanye maksimal lewat jalur kampanye beradab maupun black campaign sesuai tradisi politik negeri ini.


Sa’duduin yang akan mencalonkan kembali pada Pemilukada Maret nanti, adalah bupati yeng memberikan rekomendasi UMK 2012. Ia diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Bupati yang akrab disapa ustad ini kembali maju dengan menggandeng tokoh akademisi Jamalullail, doktor dari Universitas Negeri Malang, putra asli Bekasi. Jika Anda lewat Bekasi, ribuan poster bergambar dirinya dengan slogan “Lanjutkan!” dapat kita lihat bertebaran di jalan-jalan protocol.


Sementara cagub cabub Darip Mulyana saat ini masih menjabat sebagai Wakil Bupati. Dia pecah kongsi dengan Sa'dudin karena tidak lagi sejalan dalam hal ide dan gagasan dalam pemerintahan. Darip memilih maju sendiri dengan menggandeng kader PDI Perjuangan, Jejen.

Oleh partainya, Darip juga disisihkan. Meski menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Pimpinan DPP Partai Golkar malah memberikan rekomendasi kepada Neneng, untuk maju sebagai calon kepala daerah. DPP juga mengeluarkan surat penunjukan Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Kabupaten Bekasi, menggantikan Darip tanpa alasan jelas.

Menurut Darip, dirinya disingkirkan dari internal partai karena tak memiliki uang untuk ongkos lobi ke pengurus Golkar di Pusat. "Kalau kader sendiri harus membayar mahar rusaklah partai ini," katanya.

Atas alasan itulah Darip kemudian memilih maju menggunakan kendaraan berbeda. Dia diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Pakar Pangan, Partai Bulan Bintang (PBB), Gerindra, PBR, PKPI, dan partai-partai kecil nonparlemen.

Darip optimistis memenangkan pertarungan dengan dukungan sejumlah partai tersebut. Dia mengklaim memiliki 44 persen dukungan di legislatif dari seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi sebanyak 50 orang.


Selain itu, Darip mengaku agenda kerjanya lebih bagus, seperti peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak industri Rp 2,8 triliun per tahun. Nilai itu diperoleh dari bagi hasil antara pusat dan daerah, yang sampai saat ini belum dinikmati Kabupaten Bekasi. Jika Anda berkunjng ke Bekasi, ratusan poster bergambar duet dengan akronim “Dasyat!” ini dapat di temui di sudut-sudut kampong.

Sementara pasangan dengan no urut 1, Neneng-Rohim, adalah kandidat baru dan minim pengalaman. Neneng masih muda, 27 tahun, dan belum menikah. Pasangan ini didukung Partai Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Duet beda kelamin ini menyebarkan poster mereka dengan tulisan yang menjanjikan: “menyediakan 50 ribu lapangan kerja dan memberikan insentif kepada RT/RW!”


Simpul


Dengan kronologis demikian, maka sesungguhnya amat gamblang menemukan sumber kemarahan buruh dan sumpah serapah pengguna tol Jakarta Cikampek sehari penuh, kemarin.

Dari 3 cabub cawabub, rupanya incumbent bisa jadi sebagai biang kemelut upah buruh. Sebagai bupati yang kekuasaannya akan berakhir beberapa minggu lagi, maka momentum kenaikan upah buruh adalah amunisi ampuh bagi partai pendukung dan tim suksesnya. Dengan menerbitkan SK yang mudah di anulir di PTUN merupakan bukti tak terelakkan, bahwa penguasa dengan gampangnya membuat peraturan demi meraup simpati massa.


Menyusul hasil rapat koordinasi malam harinya usai demo, yang ditengahi Menko Perekonomian Hatta Rajasa, dan dihadiri Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, bersama para pengusaha yang diwakili oleh Apindo, dan serikat pekerja diwakili oleh SPSI, FSPMI, GSPMII dan FSBDSI, terdapat 4 kesepakatan yang telah disepakati.


Padahal sejatinya pengusaha tak keberatan dengan salah satu butir kesepakan yaitu UMK Bekasi ditetapkan, kelompok III sebesar Rp 1.491.000, Untuk Kelompok II ditetapkan sebesar Rp 1.715.000, Untuk kelompok I ditetapkan sebesar Rp 1.849.000, karena sebelum ada kesepakatan ini pun telah banyak pengusaha mampu melaksanakannya.


Sungguh, pengusaha hanya minta kepastian hukum dan bukan sebagai ATM bagi antek-antek penguasa. Sudah jamak di negeri ini di mana untuk memulai usaha yang ber SIUP Rp.100 juta, seorang pengusaha juga perlu membayar perijinan hingga sebesar modalnya!


Dari mengurus ijin lingkungan, karang taruna sudah minta duit jutaan. Ngurus domisili perusahaan, lurah dan camat minta hingga belasan juta. Lalu untuk membangun kantor seluas kurang 100 M2 dengan 2 karyawan, seorang pengusaha bisa kena peras hingga Rp.50 juta lebih agar mendapatkan IMB. Biaya sebesar ini karena pengusaha dipaksa oleh birokrasi yang lucu dan berbelit. Sebelum IMB di dapat, pengusaha harus mengurus Ijin Lokasi Penggunaan Tanah, Peta Bidang tanah, Site Plan, Sartek Site Plan, Sartek IMB dan Andalalin alias Analisis Dampak Lalu Lintas. Perlu ditekankan, jika Anda berniat membangun kios jualan pulsa seluas garasi mobil dan terletak di pelosok desa, Anda tetap wajib ke kantor Dinas Perhubungan setempat untuk mengurus Analisis Dampak Lalu Lintas. Jika hal ini diabaikan, pihak BPPT yang mengeluarkan IMB tak akan memproses berkas permohonan Anda karena tidak lengkap.


Persyaratan yang disebut diatas itu baru perijinan mendasar bagi seseorang yang bosan jadi buruh dan beralih menjadi pengusaha.


Akhirul kalam, di negeri ini demo buruh memang di perlukan karena di jamin undang-undang. Sebaliknya pengusaha juga punya hak mengugat ke pengadilan karena aturan undang-undang memaksa demikian.


Nah yang konyol, jika hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha ini dijadikan komoditi politik oleh para cecunguk partai dan pemegang kekuasaan, siap-siaplah NKRI bubar. Karena sejarah telah mencatat: revolusi hanya menghasilkan kroni orla/orba tetap bercokol di tingkat elit politik dan reformasi hanya melahirkan koruptor bin serakah!


Salam bubar…. jalannnn!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun