Menyusul hasil rapat koordinasi malam harinya usai demo, yang ditengahi Menko Perekonomian Hatta Rajasa, dan dihadiri Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, bersama para pengusaha yang diwakili oleh Apindo, dan serikat pekerja diwakili oleh SPSI, FSPMI, GSPMII dan FSBDSI, terdapat 4 kesepakatan yang telah disepakati.
Padahal sejatinya pengusaha tak keberatan dengan salah satu butir kesepakan yaitu UMK Bekasi ditetapkan, kelompok III sebesar Rp 1.491.000, Untuk Kelompok II ditetapkan sebesar Rp 1.715.000, Untuk kelompok I ditetapkan sebesar Rp 1.849.000, karena sebelum ada kesepakatan ini pun telah banyak pengusaha mampu melaksanakannya.
Sungguh, pengusaha hanya minta kepastian hukum dan bukan sebagai ATM bagi antek-antek penguasa. Sudah jamak di negeri ini di mana untuk memulai usaha yang ber SIUP Rp.100 juta, seorang pengusaha juga perlu membayar perijinan hingga sebesar modalnya!
Dari mengurus ijin lingkungan, karang taruna sudah minta duit jutaan. Ngurus domisili perusahaan, lurah dan camat minta hingga belasan juta. Lalu untuk membangun kantor seluas kurang 100 M2 dengan 2 karyawan, seorang pengusaha bisa kena peras hingga Rp.50 juta lebih agar mendapatkan IMB. Biaya sebesar ini karena pengusaha dipaksa oleh birokrasi yang lucu dan berbelit. Sebelum IMB di dapat, pengusaha harus mengurus Ijin Lokasi Penggunaan Tanah, Peta Bidang tanah, Site Plan, Sartek Site Plan, Sartek IMB dan Andalalin alias Analisis Dampak Lalu Lintas. Perlu ditekankan, jika Anda berniat membangun kios jualan pulsa seluas garasi mobil dan terletak di pelosok desa, Anda tetap wajib ke kantor Dinas Perhubungan setempat untuk mengurus Analisis Dampak Lalu Lintas. Jika hal ini diabaikan, pihak BPPT yang mengeluarkan IMB tak akan memproses berkas permohonan Anda karena tidak lengkap.
Persyaratan yang disebut diatas itu baru perijinan mendasar bagi seseorang yang bosan jadi buruh dan beralih menjadi pengusaha.
Akhirul kalam, di negeri ini demo buruh memang di perlukan karena di jamin undang-undang. Sebaliknya pengusaha juga punya hak mengugat ke pengadilan karena aturan undang-undang memaksa demikian.
Nah yang konyol, jika hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha ini dijadikan komoditi politik oleh para cecunguk partai dan pemegang kekuasaan, siap-siaplah NKRI bubar. Karena sejarah telah mencatat: revolusi hanya menghasilkan kroni orla/orba tetap bercokol di tingkat elit politik dan reformasi hanya melahirkan koruptor bin serakah!
Salam bubar…. jalannnn!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H