Penantian sudah berminggu-minggu. Kegagalan ini sudah dari dulu, dan aku ingin mengobatinya. Meski aku tidak salah. Aku hanya berharap mereka sudah berubah, dan dengan begitu akan senang. Dengan begitu aku bisa mengobati luka masa lalu. Dengannya aku bisa kembali bahagia, lantas melukis senyum bersama. Melukis masa depan!
Lima menit serasa sejam. Waktu ini berjalan lambat. Seperti orang melambatkan gerigi jarum menit dan jam di hatiku. Apa yang musti kulakukan? Aku benar-benar tak sabar menunggu. Tuhan tolonglah aku!
Lewat chat box ia menyapaku. Ia yang kuharap bisa lebih baik kali ini. Ia yang kuharap mau mengerti. Tapi itu harapanku, mungkin tidak bagi mereka. Mungkin bagi mereka, ego masih terlalu kuat. Aku bisa membaca meski tak melihat. Terlalu jelas untuk mengetahui-nya.
Jam 2. Dia bilang jam dua.
Sekarang baru 12:50.
70 menit yang akan sangat lama.
Dengan sabar aku menunggu mereka.
Tekadku bulat! Janganlah kau larang aku!
Jam 13:45 aku ingatkan dia lewat chat box. Lama tidak ada balasan. Kuraih buku yang sedari tadi kubaca tapi tidak kupahami. Pikiranku abstrak. Hanya satu yang jelas, rinduku pada mereka. Satu pesan melayang di layar komputer. Kuharap kabar baik. Meski ini awal semua bermula. Percikan api ini mulai membakar kayu kering. Bencana akan datang!
Nabila tidak bisa datang. Mamanya melarangnya pergi.