Tinjauan Pasal yang Melemahkan Peran Emansiapsi Perempuan
Beberapa rancangan pasal dan RUU Ketahanan Keluarga menuai kritik tajam. Salah satunya adalah sorotan terhadap pasal 25. Pasal ini nampak sumir sebab peran negara sangat menjorok pada kehidupan sangat pribadi. Pada ayat (2) mengatur kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu:
a. Sebagai kepala keluarga suami bertanggungjawab menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberi keperluan hidup dalam rumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggungjawab atas legalitas kependudukan keluarga;
b. Melindungi keluarga dari kriminalitas, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. Melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas serta penyalahgunaan narkotia, alkohol, psikotropika, dan zat aditif lainnya; serta
d. Melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
Ayat (3) bahwa kewajiban istri dalam ayat (1), antara lain: a. Wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya; b. Menjaga keutuhan keluarga; c. Memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan per undang-undangan.
Pasal 25 saja penuh dengan nuansa domentikasi perempuan, dimana kondisi ini bernuansa “gelap” sejarah. Artinya kondisi yang disebutkan dalam pasal 25 sebenarnya sudah dilalui oleh wanita Indonesia dari segi adat, kultur maupun agama puluhan tahun silam.
Kemudia para perempuan Indonesia meperbaiki perannya bukan semata-mata urusan domestik akan tetapi urusan publik. Hal ini jelas semangat emansipasi yang digelorakan oleh Kartini pada RUU tersebut mendapatkan tekanan secara yuridis dan ini akan membahayakan peran sosial perempuan di luar rumah.
Gagasan Kartini atas Emansipasi Perempuan
Memaknai Emansipasi yang digagas oleh Kartini sama dengan saat ini masih beragam. Ketika kita melihat literatur karya Cora Vreede-de Stuers (2008), yang berjudul “sejarah perempuan Indonesia, gerakan dan pencapaian”, maka dapat dilihat pemaknaan atas emansipasi adalah keluar dari segala diskriminasi terhadap perempuan. Emansipasi sebaiknya jangan keluar dari nilai-nilai yang dimiliki ke-Indonesia-an yaitu nilai agama, adat istiadat, kultur dan filosofi.