Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana. Untuk skala nasional oleh Presiden, Provinsi oleh Gubernur, dan skala Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota.
Penetapan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat COVID-19 didasari oleh Keputusan pada rapat koordinasi antar Kementerian/Lembaga di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada 28 Januari 2020. Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit.
Adapun yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah suatu keadaan belum ditetapkan atau status keadaan darurat bencana telah hilang dan/atau tidak diperpanjang, namun masih diperlukan atau masih diperlukan guna mengurangi resiko bencana yang berdampak luas.Â
Selanjutnya keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang yang memerlukan tindakan segera dan memadai yang meliputi kondisi siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.
Status ini ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui surat keputusan Nomor 13 A Tahun 2020 Tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia, yang mana didalamnya pemerintah menetapkan wabah COVID-19 sebagai keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit. Status ini berlaku hingga 29 Mei 2020.Â
Merujuk pada kewenangan untuk menetapkan status bukanlah kewenangan BNPB, melainkan kewenangan Presiden jika melihat pada Pasal 51 UU Penanggulangan Bencana melalui Peraturan Presiden (Perpres) Pasal 7 ayat (3), mengingat wabah sudah menjadi pandemi global yang mana virus ini telah menyebar ke berbagai negara. Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan skala bencana.
Beredarnya pembatasan aktivitas dalam penanggulangan dan pencegahan menyebarnya virus COVID-19 telah banyak menimbulkan dampak serius, terlebih pada usaha kecil dan menengah yang terkena imbas dari penetapan status darurat yang membatasi aktivitas masyarakat.Â
Hal ini menimbulkan banyaknya pelaku usaha yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan lebih memilih untuk pulang ke kampung halamannya. Pasal 28 J UUD 1945 secara jelas telah dimaktub bahwa pembatasan hak asasi hanya dapat dilakukan dengan produk undang-undang.
Penetapan status bencana nonalam oleh Presiden pada 15 Maret di Istana Bogor belum legitimate. Hadirnya Keppres yang baru ditandatangani 13 April 2020 dinilai sangat terlambat, sehingga menimbulkan banyak permasalahan dan ketidakpastian hukum.
Penetapan status darurat bencana harus didahului oleh tahapan pra bencana, sebagaimana telah tertuang dalam Pasal 33 huruf a UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pra bencana dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana.