Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fanatisme Tak Selalu Negatif, namun Tetap Diwaspadai

29 Maret 2019   22:20 Diperbarui: 11 Desember 2019   23:32 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Brenton Tarrant, pelaku pembantaian 49 orang di dua masjid Selandia Baru yang belum lama terjadi, adalah penganut paham neo fasis dan supremasi kulit putih. Jelang dia melakukan aksinya, dia  mengunggah kalimat-kalimat yang penuh kebencian terhadap imigran.

Tragedi menimpa Museum Bardo di Tunisia tahun 2015 yang lalu. Dua pria bersenjata menyambangi lokasi benda-benda bersejarah itu, menembaki pengunjung. Hasilnya 23 orang tewas, termasuk 20 turis asing dan satu polisi. Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Pesan itu disebar melalui akun Twitter ISIS.

Nyawa seorang fans Persija Haringga Sirla (23) melayang akibat dikeroyok puluhan fans Persib, saat jelang pertandingan sepak bola antara Persib versus Persija. Ini bukanlah kali pertama nyawa suporter melayang sia-sia. Kasus kekerasan yang berujung kematian di dunia sepakbola sudah beberapa kali terjadi.

Adapula orang yang fanatik terhadap penyanyi idolanya, sampai sampai membuat dirinya semirip mungkin dengan penyanyi idolanya, misalnya ada seorang penggemar atau fans nya Michael jackson yang rela mengeluarkan jutaan dollar untuk operasi iplastik hanya untuk memiliki kulit atau fisik seperti Michael Jackson.

Contoh-contoh kejadian tersebut membuat kita bertanya-tanya apa sih kesamaan dari semua contoh ekpsressi kekerasan tersebut di atas? Kurang lebih merupakan hasil dari fanatisme manusia. Apa sesungguhnya fanatisme ini yang membuat orang bereaksi dengan cara tak normal?

Makna
Ada baiknya kita terlebih dahulu merunut pada arti dan penggunaan istilah fanatisme tersebut.  Istilah Fanatisme dan fanatik (Fanaticism dalam Bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin fanatice yang memiliki arti penuh kegilaan, mengamuk dan kata fanaticus, dalam bahsa Indonesia berarti sangat marah, berapi-api, heboh, fanatik. Kata sifat ini berasal dari kata dasar fanum yang memiliki arti atau makna tempat menyembah tuhan/dewa, tempat suci, kuil. Juga ada kemiripan dengan kata fano yang memilki arti memuja. 

Dengan menggabungkan kata fanum dan fanaticus, maka kata fanatic dipahami sebagai "sebuah kuil pemujaan oleh orang-orang yang berpesta pora gila gilaan, edan dan heboh.  Menurut penjelasan dari kamus-kamus, ambil contoh kamus Webster yang mendeskripsikan seorang fanatic sebagai "seseorang yang memiliki rasa antusias dan kegairahan yang ekstrim dan tidak kritis, seperti dalam agama dan politik".  Pakar psikologi agama, Tonu Lehtsaar mendefinisikan fanaticism sebagai " Mengejar atau mempertahankan sesuatu dengan acra yang ekstrim dan diluar kenormalan.

Selanjutnya Lehtsaar menjelaskan extreme atau extremity dalam konteks ini adalah bukan berbeda dalam prinsip, tetapi berbeda dalam kadar, intensitas, frekuensi, dan seberapa pentingnya. 

Ekstrimitas bukan terletak pada kualitatifnya,tapi kuantitas. Namun tak semua pelabelan ekstrim atau ekstrimis terhadap suatu golongan di dalam masyarakat tak selalu negatif. Misalnya, Pemerintah kolonial Belanda melabeli pemimpin dan masyarakat Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan istilah ekstrimis. 

Begitu pula pada masa rejim totaliter orde baru melabeli orang-orang atau golongan yang membangkang atau tak setuju dengan rejim Orde Baru  dengan ekstrim kanan untuk golongan agama, dan ekstrim kiri untuk golongan liberal dan kiri. 

Tidak semua orang-orang dalam dua golongan tersebut adalah orang-orang fanatik, banyak dari mereka memperjuangkan demokrasi (Kebebasan berpendapat dan kebebasan berorganisasi). John Locke, seorang filsuf asal Inggris, memahami istilah fanatic sebagai orang yang intoleran dan ini yang juga sekarang  ini menjadi satu makna utama dari istilah tersebut.

Namun tidak bisa juga kita sembarang melabeli orang-orang yang membangkang atau yang berbeda dengan istilah fanatik,  karena itu seringkali berhubungan erat dengan prasangka dari orang-orang melakukan pelabelan tersebut.  Seorang pejuang dapat dicap sebagai seorang teroris dimata musuhnya, namun dimata pengikut atau pendukungnya ia adalah seorang pejuang kebebasan.

Orang-orang dengan keyakinan dan praktek yang berbeda bukan berarti menghalangi kita untuk menggunakan istilah fanatik untuk mereka.  Begitu pula para teroris bom bunuh diri dan para pendukungnya yang mengklaim motif mereka adalah moral yang mulia. Meskipun begitu tak bisa kita mengganti penggunaan istilah teroris untuk mereka dengan yang istilah yang lebih lunak, misalnya martir atau syahid atau pejuang kebebasan.
Saat kita membicarakan soal fanatisme tak elok rasanya tanpa menyebutkan "kerabat" dari istilah fandom yang biasa digunakan dalam dunia hiburan (entertainment) seperti olahraga, musik, hobi dsb. 

Para pendukung setia sebuah cabang olahraga, atlit, klub olahraga, musisi, band/grup musik, aktor, dan sebagainya, biasa dinamakan fans atau dalam bahasa Indonesianya fans berarti penggemar, pengagum atau pemuja. Seorang fan bisa saja loyal dan setia tapi tak punya sikap atau perilaku fanatik, misalnya gaya berpakaian dan asesoris seperti yang dipakai oleh idolanya. Namun adanya juga fan yang ekstrim, begitu fanatiknya, menembak mati idolanya, seperti yang terjadi kasus penembakan musisi terkenal dunia, John Lennon. 

Begitu pula dengan fan klub olahraga, misalnya sepak bola. Adalah biasa pendukung setia klub sepak bola memakai kostum kebanggan, syal atau membawa bendera besar dengan simbol atau menyanyikan lagu klub sepak bola idolanya.  Namun ada juga bebrapa fan dari klub tersebut yang ekstrim, saking fanatiknya menganggap fan klub lainnya sebagai musuh dan melakukan kekerasan terhadap fan dari klub lain tersebut, seperti kasus penganiayaan sampai mati seorang fan Persija oleh sekelompok fan Persib, atau sebaliknya.

Di dalam fanatisme agama, adalah biasa  mempraktekkan agama sesuai yang mereka yakini atau berperilaku sesuai identitas agamanya, seperti cara berpakaian, pemakaian simbol simbol agama di tempat- tempat umum. 

Namun lain ada juga dari mereka tersebut yang bertindak ekstrim seperti melakukan pemaksaan, melakukan pengrusakan, menyerang secara verbal, mngeluarkan ujaran-ujaran kebencian dan melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang tak sepaham atau dengan orang-orang yang bertentangan pendapat dengan mereka.

Jadi ada baiknya sebelum kita melihat kepada karakteristik yang biasa disematkan pada orang-orang fanatik, pertimbangkanlah hal-hal sebagai berikut ini:
- Fanatisme adalah sebuah fenomena universal.  Meskipun fanatisme itu paling banyak diasosiasikan dengan agama dan politik, fanatisme dapat kita jumpai di hampir seluruh bidang aktifitas manusia termasuk aktifisme sosial, militer dan dunia hiburan ( misalnya hooligans dalam sepakbola).  Apa yang membuat fanatisme universal adalah karena fanatisme berhubungan dengan sifat-sifat manusia, dengan demikian bisa kita temukan di hampir semua aktifitas yang melibatkan orang-orang.

- Fanatisme tak selalu sebuah fenomena yang negatif.  Misalnya orang-orang yang secara fanatik memperjuangkan kebebasan berbicara, atau orang yang membela hak-hak orang lain, bahkan rela mati untuk itu. Ya memang mereka fanatik dalam sikapnya tapi untuk sesuatu yang positif.  Begitu pula adalah hal yang biasa bila ada orang yang fanatik terhadap calon presiden yang didukungnya, misalnya dalam kontestasi Pilpres 2019, seperti mengelu-ngelukan, memuji-muji capresnya, memakai simbol-simbol, atau dengan berapi api membela visi misi capres yang didukungnya, apakah itu paslon 01 maupun paslon 02. 

Sampai di sini ini fanatisme yang positif. Tetapi bila berlebihan atau meningkat menjadi ekstrim, seperti menyebarkan berita bohong atau Hoax, kampanye hitam, bahkan sampai melakukan pengrusakan atau kekerasan terhadap pesaingnya, ini jelas fanatisme yang negatif.

- Fanatisme pada pokoknya adalah suatu sifat perilaku. Fanatisme punya asal muasalnya, yaitu di dalam pikiran dan memanisfestasikannya lewat aksi. Misalnya, ada seorang aksitivis sosial meyakini sistem hukum telah gagal menghukum penjahat, namun dia melakukan main hakim sendiri dengan menghukum sendiri penjahat-penjahat tersebut. 

Atau seorang aktivis lingkungan hidup yang tidak hnya yakin bahwa sebuah korporasi tertentu bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan alam, namun dia dengan aktif mengajak orang lain untuk memboikot korporasi tersebut, dan bahkan menyiapakan untuk melakukan tindakan terorisme dengan mensabotase perusahaan tersebut.

Karakteristik
Berikut ini adalah karakteristik-karakteristik utama orang fanatik. Namun perlu diingat bahwa dengan melihat hanya satu atau beberapa karakteristik dibawah ini di dalam pribadi seseorang tak cukup untuk menyimpulkan kepribadiannya. Namun kita punya argumen bahwa seseorang yang banyak memiliki sifat prilaku berikut ini cenderung mengarah kepada fanatisme, dan membantu kita mengidentifikasi pikiran dan prilaku fanatik.
1) Keyakinan tak tergoyahkan atas kebenaran absolut dari pemahamannya.  Sebelumnya kita pahami dulu bahwa banyak orang yang setia dan taat pada suatu agama, ideologi, dan sistem politik tertentu tanpa menjadi orang fanatik. 

Orang-orang yang kukuh memegang prinsip dihormati sebagai orang berkeyakinan teguh dan bukan orang fanatik. Malahan orang-orang yang berjuang tanpa egois dan tanpa lelah demi perubahan sosial dianggap sebagai pahlawan.  Jadi apa yang membedakan orang fanatik dengan orang yang berkeyakinan teguh?

- Fanatik adalah orang-orang dogmatis yang teori, ideologi dan solusi yang diajukan adalah mutlak benar di mata mereka sendiri. Pada saat yang sama orang-orang fanatik menghindari pemikiran kritis ketika mereka tak mampu melihat argumen-argumen dan fakta-fakta yang menyangkal solusinya.

- fanatik relijius menerima begitu saja ayat-ayat kitab suci, tanpa perlu diinterpretasikan atau diaplikasikan sesuai waktu kekinian dan pengalaman manusia. Disini ada titik temu antara fundamentalisme relijius dengan fanatisme relijius.

- Keyakinan fanatik berjalan berdampingan dengan ketidak percayaan fanatis terhadap realitas dan menyangkal fakta-fakta yang kelihatan jelas. Jadi dalam pandangan orang fanatik realitas yang tidak mendukung keyakinannya mesti ditolak.

- Fanatisme menentang demokrasi dan masyarakat sipil karena, demokrasi dan masyarakat sipil mendukung toleransi, dan kebebasan berpikir.

2) memaksakan keyakinannya kepada orang lain.
- Orang fanatik itu lebih dari sekedar berpikiran sempit atau orang yang dogmatis. Orang fanatik mencoba dengan sangat bersemangat dengan cara apapun untuk memaksakan keyakinannya kepada orang lain.

- Pada hakikatnya fanatisme yakin kepada supremasi gagasan-gagasanya, atas alasan itulah ia ingin memaksakannya kepada orang lain dan menindas dan menyingkirkan orang-orang yang memiliki pendapat yang berbeda.

- Orang-orang fanatik berusaha mematikan pluralitas pendapat dengan berbagai cara, sehingga kebenaran mereka bisa berkuasa dan tersebar luas. Bila tak sukses dengan metode verbal maka kekerasan dan pembunuhan digunakan. Pada titik ini kita melihat titik temu dengan terorisme.

3) Pandangan dunia yang dualistik

- Dalam fanatisme ada pembedaan kita dan mereka. Bagi fanatisme mereka yang berseberangan sikapnya atau berbeda pendapatnya adalah musuh. Jadi dunia dilihat bukan hanya semata orang-orang dengan kebajikan dan keburukannya, tapi telah menjadi medan pertempuran antara cahaya terang dan kegelapan,  kebajikan dan kejahatan. Musuh harus dikalahkan dengan berbagai cara, bila cara-cara damai tak bisa mengalahkan, cara-cara kekerasan pun digunakan.

4) Rela mengorbankan diri untuk mencapai tujuan.
-Rela mengorbankan diri untuk suatu tujuan adalah hal yang biasa bagi semua orang fanatik, apakah itu terkait dengan agama, politik, dunia hiburan, hobi, atau lainnya.

- Selain dirinya sendiri, seorang fanatik bahkan rela mengorbankanorang-orang terdekatnya, untuk menunjukkan kerelaanya kepada "tujuan mulia," atau jika dia seorang pemimpin nasional yang lebih suka mengorbankan warganya ketimbang harus berunding atau menyerah.

Fanatisme dan Fundamentalisme: Kembar tak identik
Perbedaan utama Fanatisme dan Fundamentalisme adalah, bila fundamentalisme lebih kepada fenomena sikap (atitiude), berhubungan dengan suatu pandangan dunia tertentu, misalnya Perempuan muslim harus memakai cadar, sebagai sikap menuruti ajaran Islam yang diyakininya. Sementara fanatisme lebih kepada sebuah fenomena prilaku, misalnya fans klub sepakbola, hobi seperti main game, dsb.

Misalnya, tak semua jenis fanatisme diambil dari pandangan dunia (contohnya fanatisme yang berhubungan dengan olahraga, hiburan atau hobi), sementara fundamentalisme selalu berdasarkan pada suatu pandangan dunia tertentu. Fundmentalis percaya bahwa pandangan dunianya harus dipatuhi oleh semua orang. Jika fundamentalisme hanya menunjukkan sikap "Ini Kami, hormati sikap kami", tak terlalu menjadi masalah, tetapi bila sudah mulai bertindak ekstrim memakai kekerasan untuk memaksakan sikapnya kepada orang lain, itu sudah mendekati terorisme. Sementara fanatik, sebagian berbuat begitu, sebagian tidak. Contohnya fanatik politik , orang-orang yang fanatik politik tidak selalu memegang teguh pandangan dunianya (ideologi)pandangan dunia (ideologi)dalam ideologi, pada masa puncak Fasisme dan Nazisme pada tahun 1930-an, banyak elit partai komunis di Eropa, salah satunya adalah Partai Komunis Belanda, banyak elit Partai Komunis Belanda  berubah haluan ideologi menjadi Fasisme dan nazisme. Atau ketika runtuhnya rejim komunisme di Eropa, banyak elit partai komunis berubah drastis menjadi sangat liberal. Sementara Fundamentalisme tak akan pernah berubah pandangan dunianya, orang fundamentalis memegang teguh  pandangan dunianya sampai akhir hayat.

Pada akhirnya, kita perlu memahami bahwa meskipun fanatisme dan fundamentalisme bukan kembar identik, dalam prakteknya keduanya seringkali berhubungan satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun