Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fanatisme Tak Selalu Negatif, namun Tetap Diwaspadai

29 Maret 2019   22:20 Diperbarui: 11 Desember 2019   23:32 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun tidak bisa juga kita sembarang melabeli orang-orang yang membangkang atau yang berbeda dengan istilah fanatik,  karena itu seringkali berhubungan erat dengan prasangka dari orang-orang melakukan pelabelan tersebut.  Seorang pejuang dapat dicap sebagai seorang teroris dimata musuhnya, namun dimata pengikut atau pendukungnya ia adalah seorang pejuang kebebasan.

Orang-orang dengan keyakinan dan praktek yang berbeda bukan berarti menghalangi kita untuk menggunakan istilah fanatik untuk mereka.  Begitu pula para teroris bom bunuh diri dan para pendukungnya yang mengklaim motif mereka adalah moral yang mulia. Meskipun begitu tak bisa kita mengganti penggunaan istilah teroris untuk mereka dengan yang istilah yang lebih lunak, misalnya martir atau syahid atau pejuang kebebasan.
Saat kita membicarakan soal fanatisme tak elok rasanya tanpa menyebutkan "kerabat" dari istilah fandom yang biasa digunakan dalam dunia hiburan (entertainment) seperti olahraga, musik, hobi dsb. 

Para pendukung setia sebuah cabang olahraga, atlit, klub olahraga, musisi, band/grup musik, aktor, dan sebagainya, biasa dinamakan fans atau dalam bahasa Indonesianya fans berarti penggemar, pengagum atau pemuja. Seorang fan bisa saja loyal dan setia tapi tak punya sikap atau perilaku fanatik, misalnya gaya berpakaian dan asesoris seperti yang dipakai oleh idolanya. Namun adanya juga fan yang ekstrim, begitu fanatiknya, menembak mati idolanya, seperti yang terjadi kasus penembakan musisi terkenal dunia, John Lennon. 

Begitu pula dengan fan klub olahraga, misalnya sepak bola. Adalah biasa pendukung setia klub sepak bola memakai kostum kebanggan, syal atau membawa bendera besar dengan simbol atau menyanyikan lagu klub sepak bola idolanya.  Namun ada juga bebrapa fan dari klub tersebut yang ekstrim, saking fanatiknya menganggap fan klub lainnya sebagai musuh dan melakukan kekerasan terhadap fan dari klub lain tersebut, seperti kasus penganiayaan sampai mati seorang fan Persija oleh sekelompok fan Persib, atau sebaliknya.

Di dalam fanatisme agama, adalah biasa  mempraktekkan agama sesuai yang mereka yakini atau berperilaku sesuai identitas agamanya, seperti cara berpakaian, pemakaian simbol simbol agama di tempat- tempat umum. 

Namun lain ada juga dari mereka tersebut yang bertindak ekstrim seperti melakukan pemaksaan, melakukan pengrusakan, menyerang secara verbal, mngeluarkan ujaran-ujaran kebencian dan melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang tak sepaham atau dengan orang-orang yang bertentangan pendapat dengan mereka.

Jadi ada baiknya sebelum kita melihat kepada karakteristik yang biasa disematkan pada orang-orang fanatik, pertimbangkanlah hal-hal sebagai berikut ini:
- Fanatisme adalah sebuah fenomena universal.  Meskipun fanatisme itu paling banyak diasosiasikan dengan agama dan politik, fanatisme dapat kita jumpai di hampir seluruh bidang aktifitas manusia termasuk aktifisme sosial, militer dan dunia hiburan ( misalnya hooligans dalam sepakbola).  Apa yang membuat fanatisme universal adalah karena fanatisme berhubungan dengan sifat-sifat manusia, dengan demikian bisa kita temukan di hampir semua aktifitas yang melibatkan orang-orang.

- Fanatisme tak selalu sebuah fenomena yang negatif.  Misalnya orang-orang yang secara fanatik memperjuangkan kebebasan berbicara, atau orang yang membela hak-hak orang lain, bahkan rela mati untuk itu. Ya memang mereka fanatik dalam sikapnya tapi untuk sesuatu yang positif.  Begitu pula adalah hal yang biasa bila ada orang yang fanatik terhadap calon presiden yang didukungnya, misalnya dalam kontestasi Pilpres 2019, seperti mengelu-ngelukan, memuji-muji capresnya, memakai simbol-simbol, atau dengan berapi api membela visi misi capres yang didukungnya, apakah itu paslon 01 maupun paslon 02. 

Sampai di sini ini fanatisme yang positif. Tetapi bila berlebihan atau meningkat menjadi ekstrim, seperti menyebarkan berita bohong atau Hoax, kampanye hitam, bahkan sampai melakukan pengrusakan atau kekerasan terhadap pesaingnya, ini jelas fanatisme yang negatif.

- Fanatisme pada pokoknya adalah suatu sifat perilaku. Fanatisme punya asal muasalnya, yaitu di dalam pikiran dan memanisfestasikannya lewat aksi. Misalnya, ada seorang aksitivis sosial meyakini sistem hukum telah gagal menghukum penjahat, namun dia melakukan main hakim sendiri dengan menghukum sendiri penjahat-penjahat tersebut. 

Atau seorang aktivis lingkungan hidup yang tidak hnya yakin bahwa sebuah korporasi tertentu bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan alam, namun dia dengan aktif mengajak orang lain untuk memboikot korporasi tersebut, dan bahkan menyiapakan untuk melakukan tindakan terorisme dengan mensabotase perusahaan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun