Dalam beberapa cara ia lebih sulit dilawan, karena ia beroperasi pada sanggahan relasi-relasi otoritas, ini bukan pribadi dan tak satupun dapat diselenggarakan tanggung jawab yang langsung. Laki-laki bisa mengelak atau mengklaim bahwa mereka juga korban. Di situlah terletak kekuatan dan fleksibilitasnya.Â
Apa yang dimaksud dengan mengatakan bahwa kontrol di dalam tempat kerja adalah patriarkal? Patriarki adalah sebuah struktur yang memberikan segelintir laki-laki kekuasaan atas laki-laki yang lain, dan seluruh laki-laki atas perempuan.. Laki-laki di tingkat paling bawah dari hirarki laki-laki masih berjuang untuk memperoleh kekuasaan ini.Â
Mereka yang ditingkat paling atas sering menegaskan kekuasaannya bahkan ketika itu rasanya menjadi berkontradiksi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka. Bahkan bila perlu mereka akan membatalkan nilai lebih (surplus value) untuk memelihara pembagian kerja seksual. Di dalam arti inilah kita dapat mengatakan bahwa logika terdalam dari kapital adalah patriarkal. Rasionalitas kapitalis adalah berdasarkan pada dominasi laki-laki.Â
Pembagian kerja seksual dan identifikasi gender beroperasi sebagai suatu cara dari sosial kontrol baik itu disadari maupun tak disadari. Manajemen sengaja mempekerjakan perempuan agar mereka bisa mengatasi kerugian pekerjaan lewat 'tenaga kerja melimpah yang disia-siakan', atau untuk mendapatkan tenaga kerja termurah untuk melakukan kerja yang melelahkan atau membosankan, atau untuk menyamarkan efek tekonologi pada sifat kerja.Â
Namun ada suatu dimensi yang jauh lebih halus bagi semuanya ini. Ia berelasi dengan apa yang telah kita sebutkan sebelumnya mengenai konstruksi dari identitas gender, yang mana, dalam banya cara, sebuah proses yang tak disadari. Jika manajemen mengambil manfaat dari suatu struktur patriarkal begitu pula pekerja laki-laki. Ini tidak berarti bahwa pekerja laki-laki memiliki kepentingan yang sama dengan manajemen dan ada banyak kasus-kasus konfik antara mereka mengenai bentuk pembagian kerja seksual apa yang mesti diambil.Â
Adalah sebuah kekeliruan memandang bahwa pembagian kerja seksual sebagai rekayasa manajemen, atau sebagai struktur yang dikenakan atas para pekerja berasal dari langit.Â
Pekerja laki-laki menerimanya dan pekerja perempan merasa lebih  kesulitan didalam memprakarsai resistensi, itupun  yang terbatas. Baik laki-laki dan perenpuan secara aktif terlibat di dalam mereproduksinya dengan cara-cara mereka menjalani kehidupan sehari-hari, baik itu di tempat kerja, dan diluar tempat kerja.Â
Sifat kontradiktif dari konstruksi maskulinitas menjadi sentral disini. Maskulinitas sangat erat terkait dengan dunia kerja dan namun demikian bagi laki-laki kelas pekerja pengalaman mereka dalam bekerja adalah sesuatu yang mengalienasi. Pada satu sisi kerja laki-laki lewat identitas mereka sebagai pencari nafkah dan pada sisi yang lain mereka menjadi subyek bagi relasi-relasi dalam bekerja yang berpotensi mengancam identitas mereka. Salah satu dari cara-cara bagaimana kekuasaan dan kontrol dari laki-laki dipelihara adalah di dalam kaitannya dengan posisi perempuan di rumah, yaitu, melalui relasi kekuasaan yang terlibat di dalam pembagian kerja seksual di keluarga.Â
Cara yang lain adalah lewat pembagian kerja di tempat kerja. Pekerjaan-pekerjaan laki-laki memberikan mereka sebuah ilusi akan kontrol di dalam relasinya dengan pekerjaan-pekerjaan perempuan. Mesti dijabarkan bahwa bahkan ketika manajemen dengan sadar menggunakan sebuah strategi pembagian kerja seksual sebagai sebuah cara mengontrol proses kerja, ini bukan masalah mengenakannya. Mereka tak harus. Ini dialami sebagai alamiah, baik di dalam tempat kerja, maupun di dalam apa yang disebut wilayah kehidupan yang pribadi.Â
Perlu disadari bahwa gender dipasang pada tingkat pembagian produksi/konsumsi dan di dalam cara yang mana proses kerja diorganisir, dan bahwa untuk memahami ini kita harus melihat pada ekonomi dalam relasinya dengan yamg seksual dan simbolis. Kita tak harus membuktikan bahwa kapitalisme menggunakan pembagian kerja seksual untuk menambah profit dan memecah belah kelas pekerja.Â
Ia tidak 'fungsional' bagi kapitalisme dalam cara yang berhadap-hadapan melainkan lebih cenderung menjadi sebuah bagian yang sentral dari nya. Perbedaan ini menjadi begitu penting bagi kita, karena ia berarti menolak kemungkinan suatu kapitalisme yang 'non-patriarkal dan meneguhkan bahwa kita tak bisa memikirkan kapitalisme tanpa gender.Â