Mohon tunggu...
Popi lestari
Popi lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia ( Universitas Muhammadiyah A.R. Fachruddin)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengurai Hubungan Sastra dan Masyarakat: Analisis Novel Ronggeng Dukuh Paruk melalui Pendekatan Sosiologi Sastra Lucien Goldmann

24 Desember 2024   09:49 Diperbarui: 24 Desember 2024   09:49 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

a.Konteks Sosial:

Konteks sosial novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari mencerminkan realitas sosial masyarakat pedesaan di Indonesia pada pertengahan abad ke-20, terutama terkait dengan kehidupan di Dukuh Paruk. Berikut adalah beberapa aspek pentingnya:

Kemiskinan dan Kesederhanaan Hidup: Masyarakat Dukuh Paruk digambarkan hidup dalam kemiskinan dan keterbatasan, dengan pola hidup tradisional yang lekat pada adat istiadat.

Budaya dan Tradisi Lokal: Tradisi ronggeng menjadi simbol penting dalam novel ini. Profesi ronggeng, meskipun diagungkan, juga memiliki sisi gelap karena sering kali melibatkan eksploitasi terhadap perempuan.

Kehidupan Patriarkal: Peran gender dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh sistem patriarki, di mana perempuan sering kali dipandang sebagai objek hiburan dan pengabdian.

Pengaruh Ideologi dan Politik: Novel ini juga menggambarkan perubahan sosial akibat pengaruh ideologi politik pada masa itu, terutama dengan adanya konflik antara tradisi lokal dan intervensi pemerintah pasca-Peristiwa 1965.

Kehidupan Religius dan Animisme: Masyarakat Dukuh Paruk masih kental dengan kepercayaan animisme, sementara pengaruh agama besar seperti Islam belum sepenuhnya diterima.

Melalui novel ini, Ahmad Tohari menawarkan kritik sosial dan menggambarkan dinamika kehidupan pedesaan yang sarat dengan tantangan, tradisi, dan perubahan sosial.

b.Tokoh dan Konflik:

Tokoh Utama:

  1. Srintil: Seorang gadis muda yang menjadi ronggeng Dukuh Paruk. Ia menghadapi dilema antara menjalani tradisi sebagai ronggeng dan keinginannya untuk hidup normal.
  2. Rasus: Pemuda Dukuh Paruk yang mencintai Srintil. Ia terjebak antara perasaannya kepada Srintil dan keinginannya untuk meninggalkan tradisi Dukuh Paruk yang ia anggap usang.
  3. Kertareja: Dukun ronggeng sekaligus orang tua angkat Srintil, yang mempersiapkan Srintil untuk menjadi ronggeng.
  4. Masyarakat Dukuh Paruk: Mereka memiliki peran kolektif dalam mendukung tradisi ronggeng, tetapi juga menjadi simbol tekanan sosial yang dialami Srintil.

Konflik Utama:

  1. Konflik Individu:

    • Srintil mengalami konflik batin karena perannya sebagai ronggeng memaksanya mengorbankan kebebasan dan kehormatan pribadi.
    • Rasus harus memilih antara cintanya pada Srintil atau meninggalkan Dukuh Paruk demi kehidupan yang lebih baik.
  2. Konflik Sosial:

    • Srintil menghadapi tekanan sosial dari masyarakat yang mendukung tradisi ronggeng tetapi sering mengeksploitasinya sebagai objek hiburan.
    • Pertentangan antara tradisi lokal (ronggeng) dengan nilai-nilai modern yang dibawa oleh perkembangan zaman.
  3. Konflik Politik:

    • Srintil terlibat secara tidak langsung dalam konflik politik yang memengaruhi Dukuh Paruk pasca-Peristiwa 1965, yang membawa dampak besar pada hidupnya dan masyarakat sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun