Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lembaran Kisah Guru Masa kini

18 Oktober 2024   15:39 Diperbarui: 18 Oktober 2024   15:46 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Nurdin yang mendengar percakapan itu, ikut mendekat. "Pak Agus, saya mengerti perasaan Bapak. Tapi ingat, pengalaman Bapak tidak bisa digantikan dengan teknologi apa pun. Teknologi hanyalah alat dan yang lebih penting adalah bagaimana kita sebagai guru membimbing murid-murid kita."Pak Agus menatap Pak Nurdin lalu mengangguk pelan. "Kau benar, Pak Nurdin. Aku akan terus berusaha."

Hari demi hari, persiapan sebagai sekolah percontohan berjalan dengan cepat. Para guru termasuk Pak Nurdin berlatih lebih intensif untuk menggunakan berbagai teknologi baru. Setiap tantangan yang muncul dihadapi dengan semangat kerja sama yang kuat di antara mereka.

Pada hari yang ditentukan, akhirnya sekolah mereka menerima kunjungan dari perwakilan dinas pendidikan dan sekolah-sekolah lain. Di ruang kelas, Pak Nurdin sedang mengajar dengan bantuan proyektor dan aplikasi pembelajaran interaktif. Murid-murid terlihat antusias dan mengikuti pelajaran dengan semangat yang sama.

Sementara itu, Pak Agus berdiri di salah satu sudut kelas memperhatikan dengan cermat. Meski ia tidak lagi memimpin di depan kelas, kehadirannya tetap memberi rasa tenang dan dukungan moral bagi rekan-rekannya. Dan di momen itu Pak Agus tersenyum. Ia tahu bahwa perannya sebagai guru belum berakhir, hanya saja bentuknya telah berubah.

Usai kunjungan, Pak Harun memberikan kabar gembira bahwa sekolah mereka dinilai sangat baik oleh para pengamat dan dijadikan contoh bagi sekolah-sekolah lain. Semua guru termasuk Pak Nurdin, merasa lega sekaligus bangga atas pencapaian tersebut.

Saat menjelang sore Pak Nurdin kembali duduk di ruang guru, kali ini dengan perasaan damai. Ia menatap ke arah jendela dan memandang ke luar sekolah, siswa-siswa mulai pulang ke rumah mereka. Pak Nurdin sadar bahwa perubahan zaman mungkin membawa tantangan tapi juga kesempatan besar bagi mereka semua untuk terus tumbuh sebagai pengajar. Dan yang paling penting, mereka tidak pernah sendirian dalam perjalanan ini.

Pak Agus berjalan mendekat dan membawa dua cangkir kopi. "Untukmu, Pak Nurdin. Kau sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa hari ini," katanya sambil menyodorkan cangkirnya. Pak Nurdin tersenyum dan mengambil cangkir kopi itu. "Terima kasih, Pak Agus. Tapi ini semua adalah hasil kerja kita bersama."

Mereka berdua menyesap kopi dan menikmati momen tenang setelah semua perjuangan yang mereka lalui. Di hari itu Pak Nurdin menyadari bahwa kisah seorang pengajar masa kini tidak pernah selesai. Setiap hari adalah lembaran baru yang penuh dengan pelajaran, tantangan, dan pengalaman yang terus berkembang. Selama ada semangat untuk belajar dan berbagi, kisah itu akan terus berlanjut dan tak peduli berapa kali zaman berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun