Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lembaran Kisah Guru Masa kini

18 Oktober 2024   15:39 Diperbarui: 18 Oktober 2024   15:46 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu Diana yang duduk tak jauh darinya, ikut angkat bicara. "Pak Agus, saya pikir cara tradisional pun masih penting. Murid-murid kita butuh kedisiplinan dan nilai-nilai yang Bapak bawa. Teknologi hanyalah alat tetapi pondasi pendidikan tetaplah interaksi dan karakter. Anak-anak tetap menghormati dan memerlukan arahan dari guru-guru seperti Bapak."

Pak Santoso yang selama ini menjadi pendengar bijak, akhirnya bersuara. " Pak Agus, ingatkah waktu pertama kita mulai mengajar? Kita juga menghadapi banyak perubahan dari kurikulum hingga metode pembelajaran. Setiap generasi punya tantangannya masing-masing. Adaptasi itu penting tapi apa yang kita miliki, pengalaman dan nilai-nilai hidup yang kita ajarkan, itu yang tidak bisa digantikan teknologi."

Pak Agus terdiam dan merenungkan kata-kata rekannya. Ia tahu apa yang dikatakan mereka benar namun tetap saja, rasa ketidakmampuan dalam menghadapi perubahan ini menjadi beban berat baginya. "Mungkin kalian benar," katanya akhirnya. "Tapi saya masih butuh waktu untuk bisa benar-benar menerima perubahan ini. Entah kenapa saya merasa tertinggal jauh."

Pak Komar menepuk bahu Pak Agus dengan penuh semangat. "Kita semua ada di sini untuk membantu, Pak Agus. Tak ada yang tertinggal asalkan kita mau saling belajar dan menguatkan."

Pak Nurdin tersenyum hangat merasakan persaudaraan yang terjalin kuat di antara mereka. Walaupun zaman terus berubah, semangat untuk mendidik dan saling mendukung tidak pernah pudar. Perjuangan sebagai pengajar memang penuh tantangan, tetapi di situlah makna sesungguhnya melangkah bersama, menyambut setiap perubahan dengan hati terbuka, dan tetap berjuang demi masa depan generasi muda.

Pak Agus akhirnya tersenyum. Meski jalan adaptasi ini berat baginya, ia merasa lebih tenang dengan dukungan rekan-rekan sejawatnya. Sore itu, di ruang guru yang mulai sepi, ia menyadari bahwa kisahnya sebagai pengajar belum selesai. Masih ada banyak lembaran baru yang bisa ia tulis bersama murid-murid yang terus belajar dan guru-guru yang selalu saling mendukung.

Sejak percakapan itu, suasana di ruang guru terasa lebih hangat. Pak Agus meskipun masih tampak sedikit ragu, mulai menunjukkan tanda-tanda semangat baru. Setiap hari ia terlihat mencoba memahami teknologi yang digunakan di kelas. Kadang-kadang ia masih mengalami kesulitan, seperti saat laptopnya tak mau menyala atau saat ia salah menekan tombol pada proyektor. Namun tak jarang Bu Ani atau Pak Nurdin datang membantu dengan senyuman dan sabar menjelaskan.

Suatu hari ketika bel tanda istirahat berbunyi, Pak Nurdin masuk ke ruang guru dan melihat sesuatu yang tidak biasa. Di sudut ruangan, Pak Agus sedang duduk dengan laptop di hadapannya sementara Bu Diana berdiri di sampingnya memberi petunjuk. Pak Nurdin tersenyum melihat perkembangan ini.

"Bagaimana, Pak Agus? Sudah mulai nyaman dengan teknologi?" tanya Pak Nurdin sambil meletakkan tasnya di meja. Pak Agus menoleh dan tertawa kecil. "Yah, ini masih sedikit membingungkan tapi Bu Diana sabar sekali mengajari saya. Sepertinya mulai bisa saya pahami sedikit demi sedikit."

Bu Diana mengangguk dengan bangga. "Pak Agus ini cepat sekali belajarnya. Kalau terus seperti ini, saya yakin Bapak akan terbiasa dengan alat-alat baru di kelas."

Pak Komar yang baru masuk ke ruangan tak mau ketinggalan ikut berkomentar. "Lihat, kan? Teknologi itu tidak seseram yang kita bayangkan. Dengan sedikit bantuan, kita bisa menaklukkannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun