Perkenalkan, namaku adalah kesalahan.
Aku begitu dekat dengan manusia.
Meski demikian mereka lebih sering mengingkari keberadaanku di dalam dirinya.
Manusia yang satu terlalu sibuk melihat aku di luar dirinya, tapi dengan sadar atau tidak mereka melupakan dan mengingkari keberadaanku di dalam dirinya.
Ah, tak perlu pusing.
Semesta membuktikan, tidak ada satu hal apapun yang dapat menahanku, mengurung atau menyembunyikan aku. Sekuat apa pun manusia berusaha menghalangi dan mengingkari aku di dalam dirinya.
Tak seorangpun manusia mampu bersembunyi dariku,
Tak ada seorangpun mampu menjauh dariku.
Semakin cepat manusia lari menjauh dariku, semakin dekat pula aku ada diantara langkah kaki itu, bahkan tanpa sadar aku lebih dulu ada di depan mereka.
Itulah kodratku.
Selama manusia hidup aku pun akan tetap ada dan hidup.
Sekali lagi tak ada satupun yang dapat menghalangi gerak laju langkahku.
Lihatlah, bagaimana manusia selalu dan terus memberikan kepadaku nafas hidup.
Ya, itulah aku.
Akulah dinamika.
Akulah yang lahir dari seni yang tak terselami.
Akulah misteri, akibat dari kesadaran dan ketidaksadaran.
Dan akulah mahkota emas keterbatasan.
Akulah satu esensi yang mempunyai banyak entitas.
Ada manusia yang cukup mengerti dan mengenaliku,
Ada yang sama sekali tidak mengerti,
Sebagian ada yang masa bodoh, dan sebagian lagi terlalu sibuk memperbincangkan aku.
Disinilah aku hidup,
Dan pada akhirnya, pelan-pelan menghantarkan aku ke dalam keadaan dimana aku bukan lagi aku, karena aku menjelma menjadi sebuah perspektif.
Bagi orang bodoh, aku adalah kebudayaan, budaya.
Bagi orang pandai, aku adalah musuh yang harus dijauhi.
Bagi seorang pemalas, aku adalah keputusasaan.
Bagi seorang skeptis dan sinis, aku adalah keabadian. Dan akulah palu penghakiman.
Bagi seorang perfeksionis, aku adalah aib.
Bagi seorang ‘religius’ dangkal, aku hanyalah ‘dosa’.
Bagi seorang penggosip, aku adalah hiasan dan pernak-pernik yang indah bagi mulutnya.
Bagi seorang lawan, aku adalah senjata, akulah bom waktu.
Bagi seorang bijaksana, aku adalah guru.
Bagi seorang motivator, aku adalah tangga keberhasilan.
Bagi seorang akademisi, akulah yang tak bernilai, tapi akulah bagian dari yang bernilai, akulah indikator. Dan akulah ukuran.
Bagi masyarakat umum, aku adalah kebiasaan yang mulai dipermaklumkan.
Sekali lagi akulah perspektif, sekarang sebagai apa kau memandangku?
Entahlah, dan terserahlah. Kau bebas menilaiku.
Hanya satu pesan dariku ‘kesalahan’: “mengingkari keberadaanku adalah kebodohan, tapi menyadari keberadaanku dan mengolahnya dengan baik adalah kecerdasan dan kebijaksanaan”
By. zpep
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H