Mohon tunggu...
Vox Populi
Vox Populi Mohon Tunggu... Buruh - Pengamat

Vox populi vox moneta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Nasdem Capreskan Anies Baswedan, Langkah Terukur atau Ngawur?

8 Oktober 2022   23:59 Diperbarui: 9 Oktober 2022   00:18 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PARTAI Nasional Demokrat bergerak cepat menyongsong pemilihan presiden 2024. Dipimpin langsung oleh pendiri sekaligus ketua umumnya, Surya Dharma Paloh, Partai Nasdem sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden jagoan mereka.

Pilpres 2024 masih beberapa belas bulan lagi memang. Namun persiapan untuk itu tentu sudah harus digeber sejak sekarang. Mungkin inilah alasan Surya Paloh menggaet Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Partai Nasdem.

Pertanyaan lantas muncul, ini langkah yang terukur atau malah bakal jadi ngawur?

Bukannya apa-apa. Sesuai namanya, Partai Nasdem adalah sebuah partai berlandaskan asas pluralitas. Partai politik yang berupaya merangkul semua golongan di negara ini.

Menurut kategorisasi barat, Partai Nasdem dapat digolongkan sebagai partai berhaluan tengah. Atau kalaupun dianggap berat sebelah, sejauh-jauhnya ya hanya di wilayah sayap tengah-kiri.

Sementara itu Anies dianggap lekat dengan kelompok tertentu yang dapat diidentikkan sebagai massa sayap kanan. Bahkan mungkin tergolong kanan jauh atau kanan jauh sekali (extreme far right, maksudnya).

Kemenangan Anies dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 tidak lepas dari kampanye-kampanye yang memuat sentimen keagamanan. Narasi yang dibangun sebagai materi kampanyenya masih menyisakan polaritas besar di tengah-tengah masyarakat Jakarta hingga kini.

Karena itulah langkah Partai Nasdem, atau mungkin lebih tepatnya langkah Surya Paloh, memilih Anies sebagai capres dianggap kontraproduktif. Beneran, nih? Enggak lagi bercanda, kan? Mungkin ada yang bertanya begitu ke beliau.

Ditinggal dan Melorot

Surya Paloh sendiri menanggapi santai semua itu. Dengan yakin dia menjelaskan alasan pilihannya dengan satu kalimat: "Mengapa Anies Baswedan? Jawabannya, why not the best?"

Pendek kata, bagi pemilik Media Group tersebut Anies Baswedan adalah pilihan terbaik. Pendapat yang tidak diamini oleh sebagian anggota Partai Nasdem, sehingga kemudian memilih keluar dari partai.

Tidak kurang dari Niluh Djelantik, Ketua Departemen Bidang UMKM Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasdem yang langsung pamit mundur tak lama usai pendeklarasian Anies. Melalui akun Twitter-nya, desainer kondang ini beralasan "Anies Baswedan berada di seberang kami...."

Lalu ada pula Fredriek Lumalente, Ketua DPW Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM  (Garpu) Partai Nasdem Sulawesi Utara. Kepada detikcom, Fredriek terang-terangan berkata tidak senang pada Anies sehingga memutuskan mundur.

Dari Bali, Wakil Ketua Bidang Hubungan Eksekutif DPW Partai Nasdem Bali Anak Agung Ngurah Panji Astika juga mengambil langkah serupa. Alasannya juga sama, yakni merasa tidak sreg dengan keputusan Surya Paloh mencapreskan Anies.

Beberapa lembaga survei menambahkan indikasi efek negatif pencapresan Anies bagi Partai Nasdem. Syaiful Mujani Research and Consulting (SMRC) misalnya, mengatakan bahwa suara dukungan terhadap Nasdem menurun tajam di wilayah Indonesia Timur.

Sedangkan Political Weather Station (PWS) menyebut dalam hasil analisisnya, sebagaimana diberitakan detikcom, angka elektabilitas Partai Nasdem melorot tajam usai pendeklarasian Anies. Penurunan ini akibat banyak responden yang bersikap tidak akan memilih Partai Nasdem lagi.

Jika pada Pemilu 2019 Partai Nasdem memperoleh suara nasional 9,05%, hasil survei PWS pada Oktober 2022 ini menunjukkan jika elektabilitasnya hanya 3,9%. Surya Paloh tentu tidak ingin hasil survei ini menjadi kenyataan.

Jadi, apakah mencapreskan Anies Baswedan adalah langkah ngawur dari Surya Paloh? Langkah yang membuat Partai Nasdem ditinggalkan pendukungnya?

Buntung atau Untung?

Tunggu dulu. Masih dari hasil survei dan analisa kedua lembaga tadi, di balik penurunan dan meningkatnya sentimen negatif sebagaimana dikabarkan, ternyata ada juga hal positif dari deklarasi Anies.

Hasil analisis PWS tadi belum semuanya dijabarkan di sini. Meski elektabilitas melorot dan sentimen negatif terhadap Partai Nasdem menukik, tetapi persentase sentimen positif malah bertambah signifikan.

Masih mengutip detikcom, jika sentimen negatif terhadap Partai Nasdem meningkat dari 11,7% menjadi 16,1% alias hanya 2,4%, maka peningkatan sentimen positif lebih besar dari itu. Yakni dari mulanya 17,7% menjadi 27,5%, meningkat 9,8%.

Coba kita pakai analogi dagang. Untuk itu kita andaikan Partai Nasdem sebagai sebuah restoran dan Anies Baswedan adalah menu baru.

Gara-gara menyajikan menu baru, Restoran Nasdem kehilangan 2,4% dari total pelanggan lamanya. Akan tetapi pada saat bersamaan restoran ini mendapatkan pelanggan baru sebanyak 9,8% alias nyaris sepuluh kali lipat dari jumlah pelanggan lama.

Dalam hitung-hitungan dagang, dan Surya Paloh memanglah seorang pedagang alias businessman, ini hitung-hitungannya masih untung. Ibarat kata rugi Rp 2,4 miliar, tetapi mendapat tambahan pemasukan Rp 9,8 miliar. Nett profit-nya Rp 7,4 miliar.

Inilah yang agaknya tidak terbaca oleh kader-kader Partai Nasdem yang memilih mundur. Atau mungkin memang tidak mau mempahami karena sudah kadung merasa eneg pada Anies bersama rekam jejaknya di Pilgub DKI Jakarta 2017.

Tentu saja Surya Paloh sudah memperhitungkan semuanya. Benar Partai Nasdem bakal ditinggalkan sejumlah pendukung, utamanya dari wilayah timur Indonesia. Namun, hei! Suara mayoritas Indonesia itu ada di Jawa.

Dengan mencalonkan Anies, Partai Nasdem berpeluang mendapatkan pendukung baru dari massa sayap kanan dan kanan jauh. Berpotensi menambah perolehan suara di Jawa Barat dan daerah-daerah relijius lain, misalnya, di mana selama ini selalu menyumbang sedikit saja.

Mungkin saja Surya Paloh memang berpikir begini, tidak apa-apa kehilangan basis di timur sana sepanjang tambahan suara di Jawa meningkat pesat. Bukankah, seperti kata DN Aidit dalam film propaganda yang sangat terkenal itu, Jawa adalah kunci?

Jadi, Partai Nasdem bakalan buntung apa buntung?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun