Anastasya melambai dari kejauhan, ia masih mengenakan pakaian adat. Riasannya hampir sempurna terhapus, tinggal sanggul yang masih terpasang. Frans terpaku di tempatnya, melihat dengan jelas jenjang leher yang tidak tertutup rambut dan sepasang bola mata sayu. Lamat-lamat temaram lampu kota Semarang berkejora. Beberapa gedung tinggi berkelap-kelip. Jalan raya kembali dibuka, lalu lalang kendaraan seperti semula. Frans dan Anastasya saling berpandangan, dan semburat cahaya bulan menuntun mereka untuk saling terdiam.
Papa, mama, Frans hampir lulus kuliah, telah siap menjadi pemimpin. Banyak ilmu yang Frans peroleh di  Jawa. Papa... Frans cinta perempuan Jawa, namanya Anastasya, papa telah tahu kan? Anastasya adalah satu-satunya wanita yang Frans cintai. Papa, Frans ingin seperti Indonesia yang mencintai perbedaan kemudian mempersatukannya.
Hati Frans bergejolak ketika menyebutkan nama Anastasya di dalam suratnya. Papa akan menentang keras cinta Frans. Nama Anastasya akan mendarat di Papua, dibaca oleh papa dan mama. Fran akan sangat tahu bagaimana ekspresi kedua orang tuanya. Papa akan sangat marah, papa orang yang keras, akan menentang yang menurutnya salah dan tidak sesuai dengan jalur adat. Seharusnya tidak cuma namanya saja yang mendarat di tanah surga, Frans sangat ingin membawa bidadari kesana, biar lengkap sudah surga yang di pijaknya. Â Alunan suara gemelan bertabuh sayu, Frans berjanji cintanya tidak akan layu, papa mama mungkin saja akan tahu.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H