Mohon tunggu...
Poe Three
Poe Three Mohon Tunggu... Arsitek - citizen of the world

Keep Calm and Write It On..

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jelajah Tempat-tempat Jenius, Resensi Buku "Geography of Genius" Part 2/2

26 Juni 2020   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2020   15:50 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : mizanstore

The Geography of Genius | Eric Weiner | 2008 | Cetakan Pertama Terjemahan Indonesia, 2016 | ISBN : 978-602-402-024-8 | Penerbit Qanita | halaman 576 | Genre : Memoir Perjalanan

Tulisan ini merupakan lanjutan dari Resensi Geography of Genius sebelumnya yang dapat anda lihat di link berikut https://www.kompasiana.com/poe3/5eecb35fd541df12692edd42/jelajah-tempat-tempat-jenius-resensi-buku-geography-of-genius-karya-eric-weiner-bagian-1-2 

Pada bagian selanjutnya Weiner kembali melakukan perjalanan ke kota-kota yang telah melahirkan orang-orang 'jenius' yang dikenal dunia, dan saya rangkum sebagai berikut.

Edinburgh – Genius itu Praktis

Skotlandia ternyata banyak menyumbangkan hal-hal yang kita gunakan sekarang, terutama di bidang kesehatan dan sanitasi seperti bius ketika operasi, toilet duduk, dan bermacam pemikiran manusia seperti empati, sosiologi, moralitas.

Edinburgh yang dibahas penulis pernah menjadi pusat pendidikan sekolah medis pertama di dunia. Sir Arthur Conan Doyle dan Benjamin Franklin adalah beberapa lulusannya. Edinburgh pada masa jayanya merupakan tempat yang direferensi sebagai perguruan tinggi terbaik di masanya. Tempat ini juga merupakan wadah praktek keilmuan yang didapatkan. Kejeniusan tidak akan terlihat jika tidak dapat dipraktekkan.

Sebagai kota pendidikan nuansa kota terbentuk melalui apa yang menjadi aktivitas warganya. Banyaknya bar dan klub yang dibangun saat itu merupakan wadah pelajar berkumpul dan berbagi pendapat, bahkan perkelahian hingga baku hantam dianggap wajar saat itu sebagai ungkapan keakraban. Persahabatan dan jalinan kolega tidak terlepas dari perbedaan pendapat, malah hal ini yang dipercaya dapat memperkaya dan memperdalam persahabatan hingga mewujudkan praktek jenius kelompok.

Kesediaan menerima pendapat yang berbeda adalah pemicu kejeniusan kelompok. Lawan dari jenius kelompok adalah apa yang disebut dengan groupthink, yaitu ketika sekumpulan orang yang berasal dari latar belakang yang sama menyampaikan pemikiran hanya untuk memuaskan pimpinan, atau takut dianggap bodoh. Padahal keberanian untuk mengungkapkan ketidaktahuan (menghindari kesoktahuan) adalah awal munculnya pemikiran baru yang bisa menjadi kreatif, bahkan jenius.

Kolkata – Genius itu Semerawut

Ketika orang, bahkan saya sendiri, memikirkan tentang India yang terbayang adalah bagaimana Negara itu bisa amat sangat berbeda dengan tempat lain manapun di dunia. India pandai dalam merespon ilmu dan budaya apapun dan menjadikannya India. Akulturasi tanpa asimilasi, kemampuan untuk merespon tanpa menolaknya maupun menyerapnya dengan membabi buta.

Era yang disorot penulis adalah India di tahun 1840-1920, yang ketika itu masih dikolonisasi oleh Inggris. Pendidikan dan wajib baca tulis yang dipelopori oleh Inggris di India pada awalnya dimaksudkan agar sang penguasa dapat memperoleh pegawai yang piawai dan berguna bagi sang penguasa, alih-alih mereka mendapatkan sebuah negara penuh dengan penyair dan orang-orang berpikiran maju.

Kesemerawutan tidak hanya menciptakan kekacauan, namun juga kesempatan. Kesempatan dan motif, seperti halnya untuk kejahatan, juga menjadi pemicu kreativitas, bahkan kejeniusan. Kesempatan lebih menyukai benak yang siap, dan benak yang siap harus selalu bergerak. Berinteraksi dengan berbagai lapisan dari lingkungan tempatnya berada. Seperti pepatah populer di Indonesia, bergerak sedari pagi supaya rejeki kita tidak dicaplok ayam.

Pergerakan akan menciptakan kesempatan. Maka orang India selalu berinteraksi, salah satu budaya India yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah adda, sebuah kegiatan berkumpul menyerupai symposium (atau klub buku) dimana para peserta boleh bicara tentang apa saja. Adda adalah percakapan tanpa pokok, tapi bukan percakapan tanpa tujuan.

Wina – Nada Sempurna dan Perawatan Kejiwaan

Wina dibahas dalam dua bab terpisah di buku ini. Weiner membagi pembahasannya atas kemunculan para jenius di bidang musik dan jenius di bidang ilmu kejiwaan.

Jenius musik yang kita kenal hingga saat ini seprti Beethoven dan Mozart sebenarnya tidak lahir di Wina, mereka adalah pendatang dari sekitar Wina yang mencoba peruntungan mereka di kota kreatif itu. Yang menarik dari Wina adalah warganya yang apresiatif sebagai audiens seni. Setiap kejeniusan membutuhkan wadah untuk berkembang dan diapresiasi, Wina menyediakan kedua hal itu.

Beethoven dikenal sebagai musisi yang berantakan, mulai dari rumahnya, tempat kerjanya hingga kehidupan pribadinya. Berbeda dengan orang Yunani, Wina menganggap bahwa berantakan adalah fase dalam proses kreatif, dan mereka toleran akan hal itu. Seringkali mereka membutuhkan support system dalam menghasilkan karya jenius mereka, mengekstraksi seni dari keberantakan tersebut.

Frasa bahwa orang jenius akan menarik orang jenius lainnya terlihat disini. Jenius pengimbang adalah istilah yang diberikan untuk ‘support system’ dari orang-orang jenius yang kita kenal karyanya saat ini. Otak jenius yang satu melengkapi otak jenius yang lain. Seperti pengaruh Verrochio pada Da Vinci, Nannierl Mozart pada adiknya Wolfgang, dan Haydn pada Beethoven. Nama-nama mereka mungkin kalah tenar (bahkan auto-spelling check saya bekerja ketika mengetik nama-nama ini), namun mereka adalah orang-orang di belakang layar yang turut mempengaruhi kesuksesan jenius-jenius itu.

Seabad setelah melahirkan jenius bidang musik, Wina kembali menarik perhatian dunia dengan kelahiran jenius di bidang psikiatri. Sigmund Freud merupakan salah satu nama yang mempengaruhi bidang psikiatri hingga saat ini.

Sebagai imigran Yahudi di Wina, Freud merasa dirinya tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari kota ini. Rasa terkekang inilah yang dipercaya menjadi pemicu lahirnya ide-ide bahkan bidang keilmuan baru. Penyebab yang sama kaum Yahudi hingga saat ini banyak berprofesi sebagai ilmuwan, dokter hingga jurnalis (termasuk Weiner sendiri) di mancanegara, dikarenakan reaksi terhadap ‘kekangan’ tersebut.

Wina amat terbuka terhadap ide-ide baru. Banyaknya kafe disana hingga saat ini adalah bentuk budaya yang oleh warganya disebut sebagai tempat ketiga (third place), kemudian mengacu definisi oleh Johan Huizinga sebagai area pertemuan informal yang netral, area perlindungan (terhadap ide) dari dunia yang biasa yaitu rumah (first place) dan kantor (second place). Selain kafe tempat ketiga bisa berupa toko buku, toko kelontong, restoran, tempat pangkas rambut, dan taman.  Percakapan dan ide-ide besar seringkali lahir dari tempat-tempat semacam ini.

Silicon Valley – Genius itu Lemah 

Berbeda dengan tempat-tempat lainnya yang telah dibahas, Silicon Valley di California adalah kota yang masih dan sedang melahirkan kejeniusan dalam bentuk raksasa-raksasa teknologinya.

Penulis menganalogikan kota ini seperti Iphone nya, orang terkesan dengan hal-hal menakjubkan yang dapat dilakukannya, menjadi tergantung hidupnya pada smartphone tersebut, namun tidak bisa menjabarkan seperti apa isi dan bagaimana berfungsinya.

Sebenarnya hal yang membedakan Silicon Valley dengan tempat lain adalah dinamikanya yang tinggi. Seseorang bisa kaya raya hari ini dan jatuh miskin keesokan harinya, hanya karena satu produk yang gagal. Kegagalan adalah hal yang diterima baik di tempat ini. Dan kesempatan untuk mencoba lagi juga besar karena tersedianya jejaring raksasa yang memadai.

Kerajaan jejaring ini bisa tidak terlepas dari peran Fred Terman atau Bapak Silicon Valley. Sebagai akademisi dari Universitas Stanford beliau berprinsip bahwa universitas yang baik adalah universitas yang didatangi untuk meraih kesuksesan, bukan ditinggalkan. Berawal dari pemikiran ini, Stanford kemudian mempelopori masuknya investor dan sektor swasta ke dalam penelitian bidang-bidang akademis. Instead of sent graduates away, he sent investors to them. Hal ini kemudian menyebar ke seluruh kota dan menjadikan Silicon Valley yang kita kenal saat ini.

Namun, layaknya semua hal di dunia ini, selalu ada dua sisi dalam segala hal. Teknologi yang makin canggih dipercaya membuat manusia makin terlena dalam kemudahan dan kemewahan. Kemewahan sendiri dianggap sebagai sebuah tanda bahaya dari awal kemunduran zaman keemasan. Anak-anak kita akan menjadi tidak berdaya jika teknologi direnggut dari mereka, atau dengan kata lain teknologi menguasai mereka. Dan, berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan sebelumnya, kali ini yang terpengaruh oleh teknologi adalah peradaban seluruh bumi.

Epilog – Karakter Tempat Jenius

Ahli perkotaan mengidentifikasi apa yang disebutnya 3 T kota kreatif : Teknologi, Talenta dan Toleransi. Weiner menyimpulkan ciri kreatifnya sendiri yang diberi nama 3 K : Kekacauan, Keragaman, dan Kebijaksanaan. Tiap orang bisa saja memiliki versinya masing-masing.

Kita harus memikirkan kreativitas dan kejeniusan bukan sebagai anugrah atau karunia genetika, namun sebagai suatu hal yang dapat diupayakan. Artinya, semua orang bisa menjadi kreatif jika mereka mengolah dengan cermat situasi yang ada, dan menghasilkan karya kreatif tidak hanya untuk kesenangan pribadi tapi juga sebagai bentuk sumbangsih dan peran kita dalam bermasyarakat. Menjadi berguna bagi orang lain, mulai dari skala keluarga, masyarakat, hingga dunia. 

Saya selalu suka membaca karya-karya Eric Weiner, karena penuturannya yang ringan, penuh humor namun sarat makna. Menjelajahi kota-kota melalui memoir perjalanannya ini selalu menginspirasi.

See you at my next review.

Happy reading and let’s get inspired!

My Overall Rating for this book : 4.5/5 stars

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun