Mohon tunggu...
Poe Three
Poe Three Mohon Tunggu... Arsitek - citizen of the world

Keep Calm and Write It On..

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jelajah Tempat-tempat Jenius, Resensi Buku "Geography of Genius" Part 2/2

26 Juni 2020   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2020   15:50 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : mizanstore

Era yang disorot penulis adalah India di tahun 1840-1920, yang ketika itu masih dikolonisasi oleh Inggris. Pendidikan dan wajib baca tulis yang dipelopori oleh Inggris di India pada awalnya dimaksudkan agar sang penguasa dapat memperoleh pegawai yang piawai dan berguna bagi sang penguasa, alih-alih mereka mendapatkan sebuah negara penuh dengan penyair dan orang-orang berpikiran maju.

Kesemerawutan tidak hanya menciptakan kekacauan, namun juga kesempatan. Kesempatan dan motif, seperti halnya untuk kejahatan, juga menjadi pemicu kreativitas, bahkan kejeniusan. Kesempatan lebih menyukai benak yang siap, dan benak yang siap harus selalu bergerak. Berinteraksi dengan berbagai lapisan dari lingkungan tempatnya berada. Seperti pepatah populer di Indonesia, bergerak sedari pagi supaya rejeki kita tidak dicaplok ayam.

Pergerakan akan menciptakan kesempatan. Maka orang India selalu berinteraksi, salah satu budaya India yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah adda, sebuah kegiatan berkumpul menyerupai symposium (atau klub buku) dimana para peserta boleh bicara tentang apa saja. Adda adalah percakapan tanpa pokok, tapi bukan percakapan tanpa tujuan.

Wina – Nada Sempurna dan Perawatan Kejiwaan

Wina dibahas dalam dua bab terpisah di buku ini. Weiner membagi pembahasannya atas kemunculan para jenius di bidang musik dan jenius di bidang ilmu kejiwaan.

Jenius musik yang kita kenal hingga saat ini seprti Beethoven dan Mozart sebenarnya tidak lahir di Wina, mereka adalah pendatang dari sekitar Wina yang mencoba peruntungan mereka di kota kreatif itu. Yang menarik dari Wina adalah warganya yang apresiatif sebagai audiens seni. Setiap kejeniusan membutuhkan wadah untuk berkembang dan diapresiasi, Wina menyediakan kedua hal itu.

Beethoven dikenal sebagai musisi yang berantakan, mulai dari rumahnya, tempat kerjanya hingga kehidupan pribadinya. Berbeda dengan orang Yunani, Wina menganggap bahwa berantakan adalah fase dalam proses kreatif, dan mereka toleran akan hal itu. Seringkali mereka membutuhkan support system dalam menghasilkan karya jenius mereka, mengekstraksi seni dari keberantakan tersebut.

Frasa bahwa orang jenius akan menarik orang jenius lainnya terlihat disini. Jenius pengimbang adalah istilah yang diberikan untuk ‘support system’ dari orang-orang jenius yang kita kenal karyanya saat ini. Otak jenius yang satu melengkapi otak jenius yang lain. Seperti pengaruh Verrochio pada Da Vinci, Nannierl Mozart pada adiknya Wolfgang, dan Haydn pada Beethoven. Nama-nama mereka mungkin kalah tenar (bahkan auto-spelling check saya bekerja ketika mengetik nama-nama ini), namun mereka adalah orang-orang di belakang layar yang turut mempengaruhi kesuksesan jenius-jenius itu.

Seabad setelah melahirkan jenius bidang musik, Wina kembali menarik perhatian dunia dengan kelahiran jenius di bidang psikiatri. Sigmund Freud merupakan salah satu nama yang mempengaruhi bidang psikiatri hingga saat ini.

Sebagai imigran Yahudi di Wina, Freud merasa dirinya tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari kota ini. Rasa terkekang inilah yang dipercaya menjadi pemicu lahirnya ide-ide bahkan bidang keilmuan baru. Penyebab yang sama kaum Yahudi hingga saat ini banyak berprofesi sebagai ilmuwan, dokter hingga jurnalis (termasuk Weiner sendiri) di mancanegara, dikarenakan reaksi terhadap ‘kekangan’ tersebut.

Wina amat terbuka terhadap ide-ide baru. Banyaknya kafe disana hingga saat ini adalah bentuk budaya yang oleh warganya disebut sebagai tempat ketiga (third place), kemudian mengacu definisi oleh Johan Huizinga sebagai area pertemuan informal yang netral, area perlindungan (terhadap ide) dari dunia yang biasa yaitu rumah (first place) dan kantor (second place). Selain kafe tempat ketiga bisa berupa toko buku, toko kelontong, restoran, tempat pangkas rambut, dan taman.  Percakapan dan ide-ide besar seringkali lahir dari tempat-tempat semacam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun