Hari ini, aku memulai aktivitasku seperti biasa. Berkutat dengan laptop dan mengupload berita-berita terbaru hari ini ke website redaksi. Mataku yang kurang tidur karena semalaman mencari up date an berita, ditambah dengan penemuan puisi masa lampau yang membuatku nyaris tak bisa memejamkan mata. Mengingat semuanya membuatku lelah. Akhirnya setelah berita terupload dan feedback dari pimred di email aku tertidur depan laptop dengan lelap. Entah berapa lama aku tertidur, sampai mataku tiba-tiba terjaga karena perutku sangat lapar. Solusi paling gampang adalah memesan makanan online lalu menunggunya sambil mandi dan siap-siap untuk membeli logistik di toserba kalau amunisi sudah datang.
        Siang yang terik, menyetir mobil ke toserba terdekat. Mencari logistic yang sudah menipis di rumah. Ketika mataku tertuju pada deretan makanan instant, tiba-tiba aku melihat seseorang yang familiar. Seseorang yang setiap hari menjahiliku dengan tingkahnya yang usil. Regi. Regita. Teman sekampusku dulu. Kami berpelukan setelah 10 tahun tak pernah bertemu. Akhirnya aku tahu dia beru pindah kesini seminggu yang lalu. Akhirnya ketahuan juga kota persembunyianku dari paparazzi kampus seperti Regi. Kami merayakannya di sebuah coffee shop dekat toserba.
        Regi sudah menikah. Tahun ini ia menimang anak pertamanya yang baru 7 bulan. Pernikahan yang bahagia, kupikir, karena melihat binary di matanya saat bercerita tentang keluarga kecilnya. Dan Regi terhenyak mendengar bahwa aku masih sendiri sampai saat ini.
        "Jasmine, kamu menunggu siapa? Atau memang kamu pemilih, ha? Kamu orang paling enak sedunia fana, mau yang model apa tinggal nyamperin, jadi. Siapa yang rela menolak orang sepertimu?"
Aku terbahak. Banyak yang bilang aku adalah orang paling beruntung karena sifat dan fisikku serta pembawaanku yang supel bergaul. Banyak orang sekitarku yang akan senang jika aku menjadi pendampingnya. Keluarga ku yang harmonis, baik-baik saja, serta pekerjaan yang lumayan mapan. Tapi aku tidak pernah ingin menjalin hubungan dengan siapapun. Belum ingin.
Regi hanya geleng-geleng kepala melihatku. Sampai akhirnya siang itu aku mampir ke rumah nya yang ternyata tak jauh dari rumahku. Disana aku nyaman melihat kehidupan Regi yang nyaman, bahagia, dengan bayinya yang mungil dan ibu Regi yang menemaninya seusai ayah Regi tiada. Kebahagiaan yang sama turut kurasakan sebelum aku melihat sebuah foto. Foto yang membuatku tertegun sesaat. Foto suami Regi dan seseorang disampingnya. Seseorang yang sampai saat ini menemani alam bawah sadarku.
        "Hei, jangan melamun, Jas. Ini minum dulu. Ibuku yang bikin. Jus buah kesuakaanmu. Kamu lihat apa sampai pucat begitu?"
Regi menatapku heran sambil mengerutkan dahi. Matanya menatap deretan foto di dinding.
        "Itu suamiku. Kenal, kan? Kakak tingkat kita. "
        "Ya, dari dulu kamu bersamanya."
Regi mengangguk. Tiba-tiba dia tertawa.
        "Kamu penasaran yang disebelah suamiku?"
Aku menggeleng perlahan. Pertahanku hampir jebol kali ini.