"lusa saja Qath, besok kan minggu, temani mamak belanja ke pasar" mamak mengusap bahuku, aku menyerah.
Pasar Selabung sesak, asoi hitam besar penuh belanjaan kutenteng, sempoyongan langkahku dibuatnya. "Mumpung kamu di rumah, ada yang menemani mamak belanja" mamak setengah berbisik di telingaku. Â Â
"Fiuhhh.." angkutan umum tak kalah sesak, kursi sudah penuh, tapi, sang supir berkumis tebal belum juga menginjak gas. Beberapa ibu -- ibu nggerundel jengkel.
 "kursi tembak masih kosong buk!" sang supir menoleh ke belakang, menembakkan tatapan kesal. Tak lama, lelaki ramping naik tergopoh -- gopoh, menenteng karung goni yang diikat rapat, sigap ia duduk di kursi tembak
"tarik!" lelaki ramping berteriak, mata bulatnya bergerak lincah, berpindah -- pindah. "Apa isinya?" perempuan berambut putih di sebelahku menyentuh karung goni
"ular mak" Â lelaki ramping tersenyum, perempuan di sebelahku bergidik
"tenang, udah jinak mak"
"Korek bang" lelaki ramping mengulurkan tangan ingin meminjam korek ke supir, "habis..ini saja" supir mengulurkan rokoknya yang tinggal setengah dengan ujung menyala.Â
Cukup satu gerakan, lelaki ramping berhasil menyulut kreteknya, dengan wajah puas, ia menghisap dalam kretek dengan mata setengah terpejam, menyemburkan kepulan asap yang membuatku kian sesak.
Merasa tak enak, lelaki ramping menyemburkan asap kreteknya ke pintu.
"Bisnis ular?" supir bertanya tanpa menoleh.