Dalam situasi ini, siswa dapat menggunakan strategi pengaturan diri, seperti merevisi rencana pembelajaran mereka, mengidentifikasi sumber daya tambahan, atau mencari bantuan dari rekan atau guru. Dengan memiliki kontrol atas proses pembelajaran mereka, siswa merasa lebih berdaya dan memiliki kemampuan untuk mengatasi hambatan.
Menurut Bandura (1997), "People who regard failure as a deficient skill can recover their perceived self-efficacy by acquiring the missing skills or knowledge." Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa individu yang melihat kegagalan sebagai kekurangan dalam keterampilan dapat memulihkan keyakinan diri mereka dengan mengembangkan keterampilan yang kurang. Dalam konteks SRL, ketika siswa merasa kurang kompeten dalam mengatasi tantangan, mereka dapat berusaha untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan melalui pengaturan belajar yang efektif.
6. Adaptasi Strategi Self-Regulated Learning untuk Berbagai Gaya Belajar
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam penerapan self-regulated learning (SRL) antara siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Siswa memiliki preferensi belajar yang unik, termasuk gaya belajar visual, auditori, kinestetik, dan lain-lain. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk memastikan bahwa strategi SRL dapat diadaptasi untuk berbagai gaya belajar guna memaksimalkan efektivitas pembelajaran.
Penerapan SRL yang sukses bergantung pada kesesuaian strategi dengan preferensi belajar siswa. Misalnya, siswa dengan gaya belajar visual mungkin lebih sukses dalam mengatur pembelajaran menggunakan alat visual seperti mind maps atau diagram. Di sisi lain, siswa auditori mungkin lebih efektif dalam mengawasi pembelajaran dengan membacakan materi secara verbal atau berdiskusi dengan rekan.
Menurut Kolb (1984), "Learning is the process whereby knowledge is created through the transformation of experience." Pernyataan ini menekankan bahwa pengalaman dan preferensi belajar individu memainkan peran penting dalam pembelajaran. Dalam konteks SRL, pendidik dapat menggunakan kerangka kerja ini untuk merancang strategi yang sesuai dengan pengalaman dan preferensi belajar siswa, sehingga SRL dapat diadaptasi dengan lebih baik.
7. Hubungan Self-Regulated Learning dengan Pengembangan Keterampilan Metakognitif
Self-regulated learning (SRL) dan pengembangan keterampilan metakognitif saling terkait erat. SRL melibatkan pemahaman dan pengaturan atas proses belajar, sedangkan metakognisi adalah kemampuan untuk memantau, mengatur, dan mengawasi pemahaman serta proses kognitif. Kemampuan metakognitif yang kuat dapat memberikan dasar yang solid bagi pengembangan SRL yang efektif.
Bukti menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan metakognitif yang kuat cenderung lebih efektif dalam mengatur dan mengawasi pembelajaran mereka. Mereka mampu mengidentifikasi strategi pembelajaran yang tepat, memantau pemahaman mereka, dan menyesuaikan pendekatan belajar jika diperlukan. Dalam hal ini, kemampuan metakognitif berperan sebagai "panduan internal" yang membantu siswa memahami kekuatan dan kelemahan mereka dalam pembelajaran.
Flavell (1979) menyatakan, "Metacognition refers to one's knowledge concerning one's own cognitive processes and products or anything related to them." Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa pemahaman tentang proses kognitif individu merupakan bagian integral dari kemampuan metakognitif. Dalam konteks SRL, kemampuan ini memungkinkan siswa untuk secara efektif mengatur dan mengontrol proses belajar mereka.
8. Implikasi Luas Self-Regulated Learning dalam Mengembangkan Keterampilan Pemecahan Masalah dan Pemahaman Mendalam
Di tengah era informasi dan teknologi saat ini, self-regulated learning (SRL) memiliki implikasi yang lebih luas dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan pemahaman mendalam siswa terhadap konten yang mereka pelajari. Dengan akses mudah terhadap beragam sumber informasi, siswa perlu dapat memilih, menyaring, dan mengolah informasi dengan cermat untuk mengatasi tantangan dan memahami konten secara mendalam.
SRL membekali siswa dengan keterampilan pemecahan masalah yang lebih adaptif. Kemampuan mengatur pembelajaran, menganalisis informasi, dan merencanakan tindakan lebih lanjut yang efektif membantu siswa menghadapi masalah atau tantangan pembelajaran. Kemampuan ini tidak hanya berlaku dalam konteks akademis, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari di era digital yang penuh dengan informasi kompleks.
Menurut Schraw dan Moshman (1995), "Metacognitive processes allow individuals to take charge of their own learning." Pernyataan ini menegaskan bahwa proses metakognitif memungkinkan individu mengambil kendali atas pembelajaran mereka sendiri. Dalam era informasi dan teknologi, SRL membantu siswa menjadi "pengelola" pembelajaran mereka, memastikan bahwa mereka dapat mengatasi informasi yang kompleks dan mengembangkan pemahaman mendalam.