1. Apakah yang dimaksud dengan Design Thinking (DT), secara khusus jika definisi tersebut dikaitkan dengan lembaga pendidikan?
DT adalah pendekatan pemecahan masalah yang berulang dan berpusat pada manusia yang melibatkan empati dengan pengguna, mendefinisikan masalah, memikirkan kemungkinan solusi, pembuatan prototipe, dan pengujian.
Jika definisi ini dikaitkan dengan lembaga pendidikan, berarti lembaga tersebut menggunakan DT sebagai metode untuk mengajarkan keterampilan pemecahan masalah kepada siswanya. Dalam konteks ini, DT dapat digunakan untuk membantu siswa mendekati masalah kompleks secara kreatif, memahami kebutuhan pengguna, dan mengembangkan solusi yang efektif dan praktis. Institusi pendidikan dapat menggunakan DT dengan berbagai cara, seperti memasukkannya ke dalam kurikulum atau menawarkan lokakarya dan kursus DTÂ kepada siswa. Tujuan akhir menggabungkan DT ke dalam institusi pendidikan adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi pemikir inovatif yang dapat menciptakan solusi untuk masalah dunia nyata.
"Design Thinking is about empowering people to be creative and to create solutions that work for them." - Tim Brown, CEO of IDEO
2. Apakah pentingnya kepemilikan mindset ini oleh kepala sekolah bagi lembaga pendidikan yang dipimpinnya?
Memiliki pola pikir DT sebagai kepala sekolah dapat membawa beberapa manfaat, antara lain:
Memecahkan masalah kompleks (Solving complex problems): Pendekatan DT memungkinkan kepala sekolah untuk mengatasi masalah kompleks dengan menganalisis dan memahami kebutuhan pemangku kepentingan yang terlibat. Pendekatan ini memungkinkan kepala sekolah dapat menciptakan solusi inovatif yang memenuhi kebutuhan unik lembaga dan pemangku kepentingannya.
Menciptakan budaya inovatif (Creating an innovative culture): Dengan mempromosikan DT sebagai pendekatan pemecahan masalah, kepala sekolah dapat mendorong budaya inovasi dan kreativitas dalam institusi. Budaya ini dapat membantu menumbuhkan lingkungan yang lebih kondusif untuk menemukan solusi baru dan kreatif terhadap tantangan.
Memberdayakan pemangku kepentingan (Empowering stakeholders): Dengan memasukkan DT ke dalam proses lembaga, kepala sekolah dapat memberdayakan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam proses pemecahan masalah. Pendekatan ini memungkinkan pemangku kepentingan untuk membantu sekolah atau bahkan mengambil alih tantangan yang mereka hadapi dan menjadi bagian dari solusi.
Meningkatkan hasil (Improving outcomes): DT memungkinkan para pelaku untuk menciptakan solusi yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan. Pendekatan ini dapat menghasilkan hasil yang lebih baik untuk institusi, seperti peningkatan keterlibatan siswa, kinerja akademik yang lebih tinggi, dan efisiensi institusi yang lebih baik.
Meningkatkan kepuasan pemangku kepentingan (Enhancing stakeholder satisfaction): DT dapat membantu kepala sekolah untuk menciptakan solusi yang lebih memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan, yang mengarah ke tingkat kepuasan yang lebih tinggi di antara pemangku kepentingan. Hal ini dapat menghasilkan peningkatan moral, peningkatan keterlibatan, dan persepsi yang lebih positif terhadap institusi.
Dengan kata lain, memiliki pola pikir DT sebagai kepala lembaga pendidikan dapat menghasilkan pemecahan masalah yang lebih baik, budaya inovasi, hasil yang lebih baik, dan peningkatan kepuasan pemangku kepentingan.
"Design Thinking is a mindset and a process that can help educators to develop innovative and effective solutions to the challenges they face." - Alyssa Gallagher and Kami Thordarson, authors of "Design Thinking for School Leaders"
3. Apakah pentingnya kepemilikan mindset ini oleh kepala sekolah bagi guru-guru yang selama kepemimpinannya menjadi koleganya memajukan lembaga pendidikannya?
Memiliki pola pikir DT sebagai kepala sekolah juga dapat membawa beberapa manfaat bagi guru, antara lain: