Negara memang mempunyai program berkaitan dengan masyarakat miskin di berbagai departemen tapi masalah implementasi di lapangan masih jauh dari harapan.
Pemuda itu tidak lulus SMA alias berhenti di tengah jalan sehingga ijazah yang dipegang adalah ijazah SMP. Untuk bekerja di pabrik pun dia tidak memenuhi kriteria. Saat program prakerja digulirkan, berkali mencoba dia pun tidak pernah lolos.
Belum lagi program bansos, Kartu Indonesia Sehat, atau jaringan pengaman sosial lainnya, dia pun tak pernah menikmati. Padahal dia punya KTP dan mestinya datanya ada di pemerintah.
Kartu identitas seharusnya adalah data yang berkaitan dengan warga yang memegangnya. Dari sini harusnya dapat terlacak dan teridentifikasi siapa saja yang berhak mengakses dan mendapatkan manfaat dari program-program yang dibuat pemerintah.
Contoh kasus seperti ini tidak hanya dialami pemuda tersebut, di tempat lain kemungkinan besar banyak yang mengalami nasib serupa. Lalu apakah ada solusinya?
Tentu kita berharap kepada negara siapapun pemerintahannya untuk memperhatikan masalah ini. Selain sudah menjadi amanat UUD, memperoleh penghidupan yang layak adalah hak asasi manusia.
Sayangnya penyelewengan wewenang, korupsi, dan manipulasi data masih sering terjadi di sini sehingga orang-orang yang seharusnya berhak tapi tidak punya akses selalu menjadi pihak yang dikorbankan.
Sisi baiknya bangsa ini terkenal dengan kedermawanannya. Dan ini terbukti dalam sebuah survei internasional bahwa Indonesia termasuk ke dalam bangsa yang paling dermawan.
Hal ini bisa dilihat saat setiap ada bencana atau kasus besar, masyarakat Indonesia selalu berbondong-bondong melakukan bantuan baik pengumpulan donasi, pengiriman barang dan volunteer ke lokasi bencana.
Berbagi seakan sudah menjadi bagian dari keseharian orang kita. Hal ini sebenarnya juga merupakan penerapan ajaran agama. Di setiap agama yang dianut di negara ini mengajarkan berbagi, menolong orang, atau bahasa sederhananya sedekah.
Sedekah sangat dianjurkan oleh agama. Tiap orang pun sudah melakukan dengan caranya masing-masing. Termasuk memberi seribu dua ribu rupiah kepada para pekerja informal seperti petugas parkir, "pak ogah", pengamen jalanan, dan pengemis.