Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pekerja Informal Tak Punya Gaji dan Jaminan Sosial, Apakah Sedekah Sosial Solusinya?

2 November 2021   08:01 Diperbarui: 3 November 2021   22:13 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan Petugas Parkir.| Sumber: Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere

Di lingkungan rumah salah satu saudara sedang banyak yang kemalingan. Ada rumah yang kehilangan burung peliharaan, ada yang kehilangan sepeda, dan bahkan ada yang kehilangan tabung gas di depan rumah yang baru diantarkan pekerja toko.

Sebuah usaha penitipan motor pun diincar oleh si maling. Beberapa kali siempunya melihat sosok yang melompati pagar dari layar CCTV-nya tapi karena tak ada motor titipan yang hilang jadi didiamkan. Mereka hanya menambahkan kawat berduri agar tak ada lagi yang bisa loncat pagar.

Kejadian yang ditutupi oleh korban karena dianggap barang yang hilang tidak seberapa selain ada faktor malas mengurus ke pihak berwajib. Masih ada yang beranggapan berurusan dengan ke pihak berwajib berarti siap kehilangan sepeda padahal yang hilang dicuri adalah ayam. Sebuah ironi di penegakan hukum di negeri ini.

Tapi lama kelamaan tak bisa lagi didiamkan. Saat selepas sholat isya, beberapa bapak-bapak mulai membicarakannya di selasar masjid. Ada satu nama yang dicurigai yaitu seorang pemuda yang sering nongkrong di depan sebuah minimarket.

Pemuda itu menjadi tukang parkir tak resmi di depan minimarket tersebut. Sebenarnya jumlahnya ada beberapa orang, dibuat bergiliran. Sebenarnya bukan hanya minimarket ada beberapa toko di deretan tersebut. Tetapi yang ramai dan beroperasi hingga malam selama 7 hari seminggu hanya minimarket tersebut.

Singkat cerita si pemuda diinterogasi dan mengaku mencuri barang-barang yang tersebut tapi semata karena kebutuhan mendesak harus membayar kontrakan dan membawa pacarnya berobat ke rumah sakit.

Walhasil setelah diperingati agar tidak mengulangi lagi perbuatannya si pemuda dimaafkan dan tidak diproses ke kepolisian. Meskipun begitu, paman si pemuda yang juga teman bapak-bapak di masjid sempat marah dan menampari keponakannya tersebut.

Juru parkir sedang menjalankan tugasnya | Foto: inibaru.id
Juru parkir sedang menjalankan tugasnya | Foto: inibaru.id

Jika mengacu pada UUD negara ini bahwa orang miskin dan anak terlantar dipelihara negara terasa masih menjadi mimpi belaka. Sebab masih banyak orang miskin dan anak terlantar yang berjuang sendirian, keleleran di jalan, dan negara tidak hadir sepenuhnya.

Pemuda yang mencuri tadi terpaksa mencuri karena penghasilan menjadi juru parkir yang pas-pasan untuk hidup. Ketika ada kebutuhan mendadak seperti sakit atau yang lainnya tentu golongan ini sangat rentan.

Negara memang mempunyai program berkaitan dengan masyarakat miskin di berbagai departemen tapi masalah implementasi di lapangan masih jauh dari harapan.

Pemuda itu tidak lulus SMA alias berhenti di tengah jalan sehingga ijazah yang dipegang adalah ijazah SMP. Untuk bekerja di pabrik pun dia tidak memenuhi kriteria. Saat program prakerja digulirkan, berkali mencoba dia pun tidak pernah lolos.

Belum lagi program bansos, Kartu Indonesia Sehat, atau jaringan pengaman sosial lainnya, dia pun tak pernah menikmati. Padahal dia punya KTP dan mestinya datanya ada di pemerintah.

Kartu identitas seharusnya adalah data yang berkaitan dengan warga yang memegangnya. Dari sini harusnya dapat terlacak dan teridentifikasi siapa saja yang berhak mengakses dan mendapatkan manfaat dari program-program yang dibuat pemerintah.

Contoh kasus seperti ini tidak hanya dialami pemuda tersebut, di tempat lain kemungkinan besar banyak yang mengalami nasib serupa. Lalu apakah ada solusinya?

Tentu kita berharap kepada negara siapapun pemerintahannya untuk memperhatikan masalah ini. Selain sudah menjadi amanat UUD, memperoleh penghidupan yang layak adalah hak asasi manusia.

Sayangnya penyelewengan wewenang, korupsi, dan manipulasi data masih sering terjadi di sini sehingga orang-orang yang seharusnya berhak tapi tidak punya akses selalu menjadi pihak yang dikorbankan.

Sisi baiknya bangsa ini terkenal dengan kedermawanannya. Dan ini terbukti dalam sebuah survei internasional bahwa Indonesia termasuk ke dalam bangsa yang paling dermawan.

Hal ini bisa dilihat saat setiap ada bencana atau kasus besar, masyarakat Indonesia selalu berbondong-bondong melakukan bantuan baik pengumpulan donasi, pengiriman barang dan volunteer ke lokasi bencana.

Berbagi seakan sudah menjadi bagian dari keseharian orang kita. Hal ini sebenarnya juga merupakan penerapan ajaran agama. Di setiap agama yang dianut di negara ini mengajarkan berbagi, menolong orang, atau bahasa sederhananya sedekah.

Sedekah sangat dianjurkan oleh agama. Tiap orang pun sudah melakukan dengan caranya masing-masing. Termasuk memberi seribu dua ribu rupiah kepada para pekerja informal seperti petugas parkir, "pak ogah", pengamen jalanan, dan pengemis.

Suka atau tidak suka pengemis sudah merupakan profesi karena dikerjakan setiap hari dari jam sekian sampai jam sekian, dan bahkan ada organisasinya segala. Terlepas itu adalah "penipuan" faktanya masyarakat masih memberikan seribu dua ribu rupiahnya kepada golongan ini karena menganggap hitung-hitung sedekah.

Kembali ke nasib pemuda tadi. Walhasil oleh pengurus masjid si pemuda itu pun boleh menjadi juru parkir di masjid saat waktunya jam sholat untuk menambah penghasilan dari menjadi juru parkir di minimarket dengan catatan tidak mencuri lagi. Jika kedapatan melakukan lagi akan dilaporkan ke pihak berwajib.

Selama tak ada jaminan sosial yang pasti dari negara bagi para pekerja informal, cara-cara sedekah sosial yang dilakukan masyarakat akan tetap ada. Apakah ini merupakan solusi? Harusnya hanya untuk sementara.

Jika negara ini dikaruniai ekonomi yang baik, pemerintahan yang baik, sistem yang baik, aparatur yang baik, masyarakat yang baik.

Jika pekerja informal dapat dipelihara negara sehingga tak ada lagi pengemis. Jika petugas parkir dan pak ogah adalah petugas resmi yang digaji negara.

Jika masyarakat madani sudah tercipta tentunya sedekah sosial akan menyasar ke hal yang lebih besar lagi. Sederhananya jika "sedekah receh" sudah tidak ada yang menerima lagi berarti kesejahteraan masyarakat telah meningkat. Dan sedekah sosial bisa disalurkan ke hal yang lebih besar lagi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun