Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Jualan Soto di New York

14 September 2021   09:57 Diperbarui: 15 September 2021   09:34 2883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
New Yorker antri membeli makanan di food truck. Foto: gotravelly.com

Kuliah di luar negeri banyak menjadi mimpi orang Indonesia termasuk saya tapi ternyata rejekinya hanya bisa kuliah di negeri sendiri.

Salah satu alasannya selain mencari ilmu dengan jurusan yang saya minati, saya juga tertarik mencari tahu seluk-beluk membuka bisnis di negeri orang.

Saya penasaran kenapa produk atau merek Indonesia susah dicari di negara lain. Kalau pun bisa perlu jalan berliku untuk bisa sampai di negara orang, sudah begitu barangnya pun hanya populer di kalangan diaspora Indonesia saja.

Itu pemikiran lima belas tahun lalu. Sekarang walaupun ada peningkatan tapi situasi umumnya belum jauh beranjak. Bila dihitung hanya satu dua merek saja yang asal Indonesia yang digemari di luar negeri. Salah satunya merek mie instan saja yang pangsa pasarnya sudah skala global.

Sedang yang lain masih sporadis di tempat-tempat tertentu dan negara tertentu saja. Jika pun tersedia beragam macamnya yaitu tadi hanya populer di komunitas diaspora Indonesia saja.

Dari jumlah pun diaspora Indoensia masih lebih kecil dibanding diaspora asal Cina, India, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Vietnam, dan bahkan Filipina, yang sama-sama dari Asia Tenggara yang jumlah penduduknya pun lebih sedikit.

Peran diaspora cukup memberi pengaruh terhadap posisi sebuah negara di percaturan global baik dari segi ekonomi, sosial budaya, dan juga politik.

Berbicara peran tersebut makanan bisa menjadi akses masuk Indonesia bisa berkiprah lebih besar lagi. Tak bisa dibantah jika masakan Indonesia punya cita rasa yang lezat dan beraneka ragam.

Hal ini tentu terkait dengan letak geografis dan topografis masing-masing daerah. Hampir tiap daerah mempunyai makanan khas yang otentik meski di antaranya punya kemiripan satu dengan yang lain.

Salah satunya adalah soto. Makanan berkuah berbahan utama protein yang kaya akan rempah ini sangat akrab dengan masyarakat Indonesia. Tiap daerah pun punya versinya sendiri-sendiri.

Soto Padang, Soto Betawi, Soto Bandung, Soto Kudus, Soto Sokaraja, Soto Lamongan, Coto Makassar, Soto Banjar, adalah sebagian nama masakan soto yang diikutkan dengan nama daerah asal.

Ada juga menu masakan yang tidak menggunakan kata "soto" tapi sebenarnya bisa dimasukkan ke dalam kategori makanan berkuah dengan bahan utama protein yang kaya akan rempah seperti Empal Gentong dan Empal Asem Cirebon, Tongseng dan Tengkleng Solo, Kuah Kari Aceh, Kuah Ikan Kuning Papua, dan lain-lain.

Keanekaragaman tersebut di satu sisi adalah kekayaan tapi di sisi lain juga adalah hambatan dalam konteks "menjual" makanan Indonesia di luar negeri.

Jika Thailand punya Tom Yam dan Vietnam punya Pho yang sudah tersebar dan terkenal di banyak negara maka untuk makanan berkuah Indonesia punya soto.

Tetapi, pertanyaannya soto mana yang bisa dijadikan representasi Indonesia di luar negeri?

Hal yang sama dengan makanan Indonesia lainnya seperti Gado-gado, Rendang, dan Sate yang juga terkenal enak, disukai, dan banyak jadi menu andalan di restoran atau warung makan Indonesia di luar negeri.

Tapi lagi-lagi tidak ada resep yang sama persis, semua tergantung resep masing-masing pemilik warung.

Selain itu karena skalanya masih UMKM alias restoran atau warung Indonesia di luar negeri masih punya perseorangan atau keluarga sehingga sistem waralaba yang masif belum dijalankan.

Seandainya ada restoran atau warung makanan Indonesia yang mirip dengan KFC, McD, dan The Halal Guy. Seandainya ada makanan Indonesia yang dijual di jaringan seperti 7 Eleven dengan standar yang baik, rasa yang otentik dan cabang yang tersebar di banyak tempat di dunia, bisa dipastikan kuliner nusantara akan menjadi sumber devisa besar bagi negara.

Tentu saja ini akan membawa efek bola salju bagi industri lainnya seperti pertanian, pengolahan, pengepakan, cargo, dan tenaga kerja.

Sekarang saatnya berkhayal dulu. Jika saya punya kesempatan bisnis kuliner Indonesia di luar negeri maka saya akan membuatnya di New York sebagai cabang pertama sebagai proyek percontohan untuk model yang bisa diwaralabakan ke seluruh dunia.

Kenapa New York?

Ya tentu saja karena kota tersebut melting pot-nya orang dari seluruh dunia. Selain itu juga ada efek gengsi yang bisa digunakan sebagai promosi pemasaran ke seluruh dunia.

Sepertinya New York juga ramah pada berbagai jenis usaha dari tingkat gerobak kaki lima hingga restoran fine dining premium super mahal.

Sekali lagi saya mau berkhayal dulu. Jika saya adalah pengusaha kaya, saya akan membuat warung soto pinggir jalan di 50 titik di seantero Manhattan, New York dan sekitarnya. Konsepnya satu merek, satu nama dengan gabungan antara food truck, kios, hingga restoran kecil.

Soto yang akan dijual dua macam. Soto kuah bening dengan mengadopsi Soto Lamongan dan Soto kuah santan dengan mengadopsi Soto Betawi. Tentu dengan variasi isian dan toping yang beragam dan sudah mengalami pengembangan terlebih dahulu.

Bukan untuk membandingkan dengan soto-soto dari daerah lain. Sebagai pebisnis tentu melihat fakta di lapangan bahwa Soto Lamongan adalah soto yang paling populer di Indonesia. Kenapa? Karena mudah di dapat.

Hampir di tiap kota ada penjual Soto Lamongan karena banyak pedagangnya berani merantau ke berbagai daerah. Penetrasi ini meniru kesuksesan pedagang warteg dan warung padang.

Soto Betawi adalah wakil dari soto kuah santan karena rasanya yang gurih dan mewah. Hal ini karena penggunaan minyak samin dan santan yang kental hingga rasanya yang kaya.

Akan tetapi banyak juga pedagang yang mengganti santan dengan susu sapi segar sehingga rasanya lebih ringan yang bisa cocok untuk pasar luar negeri yang belum terbiasa dengan penggunaan santan di aneka hidangan.

Isian utama daging sapi, daging ayam, daging rusa, atau daging kalkun bisa menjadi pilihan.

Selain ada toping tambahan seperti perkedel kentang, kerupuk, sate-satean, acar, dan tentu saja rasa yang akan memberikan bentuk dan tekstur hingga menikmati makanan Indonesia adalah sebuah pengalaman kuliner yang menyenangkan.

Biar mereknya soto tapi tetap menjual nasi rendang dan gado-gado sebagai menu lainnya. Jadi dengan menjual dua menu utama soto tapi dengan rasa dan penampilan yang menarik, serta dijual di banyak titik, saya rasa ini akan menjadi bisnis kuliner yang menguntungkan.

Suatu saat jika Anda sedang jalan-jalan di New York, semoga ada food truck, kios, atau warung soto ini yang bersanding dengan pedagang kebab, burger, taco, chinese food, yang menyapa Anda, "Apa kabar sedulur? Makan soto dulu sini!"

Atau jika Anda adalah New Yorker atau diaspora yang tinggal di Amerika, Anda bisa memesankan kolega kantor Anda take away atau delivery menu dari warung soto ini.

Jika penulisnya sedang berkhayal maka pembacanya pun boleh ikut berkhayal kok jadi apapun.

Anda jadi New Yorker? Wisatawan? Penjual soto? Pengusaha? Kalau Anda seorang investor bisalah kontak saya untuk ngobrol-ngobrol. Siapa tahu khayalan ini kejadian.

Selamat makan soto!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun