Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekeping Surga untuk Bumi

16 Agustus 2020   09:36 Diperbarui: 16 Agustus 2020   09:33 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: pinterest/Matthew Wilson

Pergi ke Maluku adalah kesempatannya untuk menjauh bukan untuk melarikan diri tapi untuk menemukan kembali apa yang ia inginkan dalam hidup. Sebutuh apa dirinya pada Mentari. Sekuat apa dirinya untuk mencari solusi.

Bumi menyaksikan sekeping surga begitu menjelajahi Ambon, Kepulauan Bandaneira, kembali ke Ambon dan sekarang dia berada di Kei Kecil. Bandaneira telah menawan matanya dan sekarang Kei telah pula menawan hatinya.

Tanpa terasa matahari mulai tenggelam. Warna jingga keemasan melingkupi cakrawala. Magis. Indah. Bumi menyesap kopi dari cangkirnya hingga tandas. Ia membuang semua gelisah dan gundah di dada. Tak berapa lama ia sudah meraih kameranya dan kembali menapaki pasir putih nan halus layaknya berjalan di atas hamparan tepung.

Bumi segera sibuk mengambil gambar. Memotret semua sudut pantai. Memotret alam. Memotret hati. Memotret jiwa. Memotret hidup. Bumi bergetar. Tak terasa matanya mulai basah. Ia tersimpuh lemah sambil memegang kameranya yang tersangga di paha. Dadanya naik turun tak beraturan seakan baru terkena hantaman keras palu godam. Tangisnya makin pecah saat di pelupuknya bergantian wajah ibu dan ayahnya hadir. Mereka tersenyum bahagia sambil merentangkan tangannya lebar-lebar seakan menanti Bumi untuk masuk ke dalam rengkuhan mereka.

Bumi tergugu makin menjadi. Ia Tak menghiraukan air matanya yang berderai-derai. Matanya sembab tapi bola matanya mengerjap takjub, menatap keajaiban langit, tenggelamnya matahari, keindahan hakiki, serta kuasa Ilahi bersamaan dengan penemuan jati dirinya lagi yang sekian lama menghilang. Lalu pelan-pelan perasaan hangat menyusup ke seluruh relung jiwanya. Bumi merasakan ketenangan yang sungguh luar biasa. Bumi merasa menyatu dengan alam. Hening. Syahdu.

***

Bumi memandang ke langit malam yang penuh bintang. Bumi menghembuskan napas lega sembari melanjutkan pekerjaannya memindahkan foto-foto dari kamera ke laptopnya. Samar-samar suara debur ombak terdengar mengalun seirama detak hatinya yang mengalun merdu dan menenangkan.

Ponsel Bumi berbunyi. Bumi membaca dan segera membalasnya.

"Aku akan jelaskan semuanya kalau sudah di Jakarta. Sebentar lalu aku akan kembali ke sini, di Kei Kecil ini aku sudah menemukan apa yang kumau."

Bumi tersenyum lega. Hingga ia melihat di kejauhan sana tampak berpendar sebuah cahaya. Bumi memperhatikan dengan seksama. Bumi mulai terusik. Tak berapa lama, ia melangkahkan kakinya mendekati cahaya berpendar itu. Saking penasarannya, ia tak sempat memakai alas kaki. Tergesa Bumi mendekati benda gerangan apakah itu?

Bumi menginjak pasir yang basah. Kesejukan udara terasa merasuk ke dalam jiwa. Bumi merapatkan jaketnya. Bumi seakan sengaja memilih berjalan di pasir yang terkena debur ombak. Kakinya basah, ujung celananya pun ikut basah. Tak ingin ia melipat ujung celananya. Seakan akan tarikan yang membuatnya ingin menikmati air laut malam itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun