Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekeping Surga untuk Bumi

16 Agustus 2020   09:36 Diperbarui: 16 Agustus 2020   09:33 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: pinterest/Matthew Wilson

Bumi baru saja meletakkan kameranya di atas meja sesaat memasuki rumah mungil sebagai penginapannya ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi dengan nada khas yang diaturnya khusus untuk panggilan dari orang spesialnya. Belasan panggilan tak terjawab dan belasan pesan yang belum dibuka tampak di layar ponselnya. Bumi segera membuka pesan teratas, membacanya, lalu terdiam. 

Bumi duduk di teras sambil memandangi hamparan pasir putih yang beradu dengan air laut yang biru kehijauan, berkilauan diterpa sinar matahari yang terik. Matanya memejam. Satu hembusan napas panjang berhasil ia keluarkan seolah ia juga ingin mengeluarkan segala penat di benaknya.

"Kamu yang egois! Kamu enggak pernah mikirin aku! Kamu lebih asyik sama jalan-jalan, foto-foto, seneng-seneng aja terus! Kamu tuh serius enggak sih sama aku?! Kamu udah enggak sayang lagi sama aku?!"

Bumi berusaha menepis kalimat Mentari di pikirannya tapi wajah Mentari masih tampak jelas di pelupuknya. Mentari, sosok gadis populer idaman laki-laki seantero kampus dan hanya dia bisa menaklukannya. Hanya dia yang bisa menjadikan Mentari kekasihnya. 

Seketika dunia Bumi hanya disibukkan oleh Mentari. Ia ibarat planet bumi yang mengitari Matahari pada porosnya. Terikat. Bukan, bukan hanya terikat tapi juga merantai kakinya dengan kuat seolah ada bola besi agar dirinya tak bisa pergi jauh dari sisi Mentari.

Pandangan Bumi tertuju pada cakrawala di ujung sana. Sangat jauh tapi masih bisa dipandang mata. Sedangkan hatinya yang menyatu dengan tubuhnya tampak buram. Ia bahkan tak bisa melihat ada apa dengan hatinya. Ia sangat mencintai Mentari. Tetapi semakin lama dia jalani ternyata bukan cinta yang ia impikan. Bukan cinta yang ia dambakan. Yang ada hanyalah sekadar tuntutan bukan memberi dan menerima. 

Mentari seakan punya seribu satu cara untuk merasa tak dicintai, tak diperhatikan hingga Bumi merasa menjadi kekasih yang merasa bersalah lalu memberikan seluruh hidupnya hanya untuk Mentari. 

Hari-harinya adalah rutinitas mengantar jemput ke kampus, menemani ini itu, mengantar ke sana ke situ, hingga dirinya tak punya waktu lagi untuk sekadar ngopi atau main futsal dengan teman-temannya. Bahkan Bumi sudah tak bisa lagi berburu foto ke tempat-tempat indah yang belum pernah ia datangi. Padahal menjadi fotografer adalah cita-citanya. 

Sebagian dari diri Bumi memberontak. Sebagian lagi terkungkung dalam pesona Mentari yang panas juga memabukkan. Bumi tak berdaya. Tidak hanya kakinya yang dirantai bola besi tapi juga hatinya. Hatinya bagai terbelenggu. Belenggu akan cinta buta atau kebodohan janji manis semu akan hidup bersama kelak?

Bumi sudah melangkah di atas pasir yang halusnya bagaikan tepung. Ini adalah pasir terlembut yang pernah ia temukan sepanjang hidupnya. Pasir Pantai Ngurbloat atau yang dikenal juga sebagai Pantai Pasir Panjang di Desa Ngilngof, Kei Kecil, Maluku Tenggara. Pemandangan yang sangat indah. Hamparan pasir halus sepanjang lima kilometer dengan air laut jernih biru kehijauan adalah titisan keindahan surga di dunia. Tapi hatinya masih gundah. Bumi kembali ke penginapan. Duduk terdiam. Kopi yang disediakan di meja teras masih tampak utuh.

Bumi kembali berkutat dengan pikirannya. Sudah dari jauh hari Bumi merencanakan kepergiannya ke Maluku. Ada tawaran pekerjaan dari sebuah biro perjalanan untuk memotret keindahan Maluku. Kesempatan yang membuatnya gamang karena Mentari tak mengizinkannya pergi. Dua minggu katanya terlalu lama untuk berpisah, dan mengambil pekerjaan di Jakarta saja hingga tak perlu berjauhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun