Di tengahnya, ditemukan sebaran ideologi yang bernafas kuat pada liberalisme, demokrasiisme, konservatisme dan lain-lain. Kecuali itu, tampak jelas pula pengaruh teknologi sungguh-sungguh menafikan pusat bahkan menihilkan peran pusat atau centrum. Globalisasi teknologi memungkinkan tak ada lagi centrum. Ideology directly going to the roots.
"Dunia kini sungguh telah menyatu, bahkan masyarakat dunia telah menjadi network society (masyarakat berjejaringan)."
Para ahli meramalkan begini. Pada abad selanjutnya, perkembangan ilmu dan teknologi pasti kian bertambah pesat, terutama di bidang-bidang informasi, mikroelektronik, bio-dan genoteknologi, ekoteknologi dan ruang angkasa. Â Reduksi relatif dalam ruang dan waktu mempengaruhi cara berpikir dan pada gilirannya kebudayaan (vide: Teuku Jacob, 2006).
Gurunya Adam Smith, Prof. Hutcheson, ahli filsafat, dalam usahanya melihat masyarakat  sebagai fisika (the phisics of society), berkesimpulan  kepentingan diri merupakan  gaya berat dalam fisika sosietal.Â
Adam Smith kemudian dalam bukunya yang mempengaruhi dunia sampai sekarang, The Wealth of Nations (1776), meletakkan dasar-dasar filsafat ekonomi live and let live, yang sekarang mencapai puncaknya. Dunia terus berputar pada porosnya, tetapi penduduk di atasnya berpikir dan terus berpikir serta memproduksi hasil pikirannya.
Tibalah kita pada era revolusi industri keempat yang ditandai dengan masifnya internet digital. Lalu akibat ikutannya, dunia  mengecil dan padu menyatu dalam satu genggaman yang terus berjalan. Gejala utama masyarakat berjejaring dunia ialah  tak ada kekuatan pusat (no center),  tak ada superpower (adidaya),  prinsip of rupture, growth to all directions dan mutiple roots.
Dunia dapat saja dikuasai setiap orang melalui sebuah benda mungil, tetapi pengaruhnya dasyat. Dia mampu menyimpan data berapa megabite. Komunikasi lintas orang dan lintas negara kian lekas. Khabar entah dari mana dan siapa dapat segera dan serentak menyebar ke seluruh pelosok dunia. Â
Bahkan yang lebih mencengangkan, kendali bisnis dan politik dapat dilakukan saat para pelakunya sedang berpiknik entah di mana di belahan dunia ini, bahkan mungkin sambil membuang tinja. Informasi terus mengalir. Catatan kritis menumpuk. Â Kendali taktis politik berlangsung siang dan malam. Tak peduli, zona waktu.
Dalam konteks kelola politik pun, sama saja. Para team sukses pasangan calon bupati dan gubernur di seluruh Indonesia, misalnya, dapat memanfaatkan jejaringan media sosial. Â
Bahkan buah karya ilmu pengetahuan itu dipakai untuk menyebarkan fitnah, kebohongan (hoax), keunggulan dan masalah, pujian berlebih atas pasangan calon yang didukung. Peristiwa masa silam seorang kandidat bupati atau gubernur diunduh berulang karena disimpan dalam mikroteknologi dengan daya adidaya penyimpan pesan sepanjang waktu.
Kita juga menyaksikan, perilaku politik massa. Nyaris tak lagi mengikuti arus teori rational choice. Sebabnya jelas, pikiran dan tindakan terbimbing oleh mainan teknologis dan sebaran gosip informasi.Â