"Iya orang lain, sebelum dia mengenalku, makanya ketika aku mengejarnya dia tetap menutup diri namun aku terus merengek." Respon Dita.
Setelah Dita pulang, aku langsung memacu mobilku menuju suatu tempat.
...
Aku mendatanginya.
"Apa hebatnya aku? Tidak bisakah dia saja? Mau sampai kapan? Kamu tidak bisa hanya memikirkan perasaanmu saja. Dita sudah berusaha melakukan yang terbaik, setidaknya pikirkan dia juga." Kataku.
Dia tidak merespon apapun hanya menatapku saja.
"Aku sama sekali bukan orang yang tepat untukmu. Dari dulu aku sudah memberitahunya bukan? Cerita singkat yang pernah terjadi, anggap saja tidak pernah ada. Kamu harus menemukan seseorang yang pantas untukmu." Mataku mulai terasa panas saat menyampaikannya.
Di sisi lain dia masih tidak merespon. Tapi saat aku mulai melangkah untuk pergi, dia menghentikannya.
"Tidak bisakah dia saja? Menurutmu bagaimana? Sayangnya aku tidak sepertimu yang bisa dengan mudah melupakan sebuah cerita, termasuk cerita singkat sekalipun." Ungkapnya lembut.
Mendengarnya membuatku sakit, tapi aku mencoba untuk tidak menangis sedikitpun.
"Kamu boleh tidak menganggapku dan selamat jika memang sudah bisa melupakanku. Tapi tolong, jangan memintaku melakukan hal yang sama." Lanjutnya.