Awalnya rakyat Kolbano-lah yang akan mengerjakannya sendiri selama tiga tahap, tetapi supaya cepat dan tidak merusak alam maka "Boi Kapitan" memerintahkan agar pekerjaan diserahkan kepada kontraktor besar.Â
"Uang bisa dikembalikan tapi alam tak mungkin kalau sudah rusak," itu prinsipnya.
Alat berat pun dikerahkan untuk menggali jalur tangga di lereng bukit itu. Leu' musu ditanam menggunakan ekskavator, bahkan jalan setapak yang sudah ada ditabrak & diperlebar dengan oto' solo' (alat berat).
Seperti sulap! Proyek senyap Benteng Fatu Han rampung dalam sekejap dengan hasil sangat memuaskan.
Ide brilian tersebut membuat para meo tak harus bersembunyi di balik pohon dan batu untuk menyergap Belanda. Mereka hanya perlu menunggu pasukan kolonial dengan duduk-duduk di gazebo sambil karaoke lagu "Oto Bis Dis-tum-tum". Jika mengantuk, mereka berbaring sejenak di villa. Kedatangan pasukan kaes muti' dipantau dari spot foto sambil menikmati indahnya Pantai Kolbano.
Belanda pun berhasil dihalau dengan mudah. Denda Rp. 500 juta diselamatkan dari penjajah yang hendak menyengsarakan warga. Alamnya tetap indah lestari. Benteng modern Bukit Fatu Han lalu dijadikan tempat wisata berkelas internasional yang dikelola BUMDes. Rakyat Kolbano pun semakin aman dan sejahtera.*
---------
Diedit dari status Facebook pribadi (15/5/2021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H