Ingin tahu lebih dalam tentang perasaan seorang  yang pernah hidup sebagai orang normal lalu mengalami kecacatan berat oleh suatu sebab dan menjadi sangat terbatas? Tontonlah film Me Before You. Atau, untuk lebih kontekstual dan nyata, anda juga bisa membaca buku berjudul TEGAR.
***
Tentang TEGAR
Judul lengkapnya adalah, "TEGAR; Catatan Perjuangan Melawan Kelumpuhan Akibat Mielitis Transversa", merupakan buku tentang pengalaman hidup sebagai penyintas Mielitis Transversa sejak tahun 2010 yang saya tulis sendiri.
Mielitis Transversa telah merenggut banyak hal dari hidup saya. Apa  yang telah, sedang dan ingin saya lakukan hingga usia 29 tahun "dihancurkan" dalam sekejap. Pencapaian-pencapaian berantakan, impian-impian harus dikubur dalam-dalam.
Penderitaan akibat hantaman penyakit infeksi pada sum-sum tulang belakang itu pun tidaklah ringan, berbulan-bulan saya harus mendekam di ICU dan ruang perawatan rumah sakit, berbagai kondisi kritis harus dilalui, berbagai terapi saya coba, rasa nyeri tak tertahankan saya akrabi, bahkan kematian pun sudah tak menakutkan. Belum ditambah pergumulan akan keterbatasan sarana-prasarana medis hingga minimnya informasi tentang salah satu penyakit autoimun ini.
Namun, inilah hidup. Ada episode di mana kita tak memiliki kuasa untuk menepis kemalangan yang menghampiri. Kita hanya bisa tabah, tegar dan bersyukur menghadapinya.
Hidup hanya sekali dam berliku, apakah kita sudah berbuat maksimal? Jawabannya mungkin relatif bagi setiap orang. Tetapi bagi saya, selagi napas masih berembus, saya ingin terus melakukan sesuatu bagi orang lain. Ketika jantung masih berdetak, menyerah tak harus menjadi pilihan.
"Jika kaki tidak ada, masih ada tangan; jika tangan juga sudah tidak ada, masih ada mulut". Kalimat penyemangat  yang pernah saya dapatkan dari seorang kakak.Â