Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hidup Hanya Sekali dan Penuh Liku, Jalanilah dengan Tegar dan Maksimal

2 Oktober 2018   18:15 Diperbarui: 4 Oktober 2018   11:30 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah adeganfilm Me Before You | Sumber: Dailymail

"Anda hanya hidup satu kali. Sudah kewajibanmu untuk menjalaninya semaksimal mungkin."

Kalimat itu diucapkan Will Traynor kepada Louisa Clark dalam film Me Before You, sebuah film drama romantis tahun 2016. Will berkata demikian karena merasa Lou tidak memiliki ambisi besar untuk hidupnya.

Will (31) adalah seorang bankir tampan, mapan, punya segudang impian besar dan suka petualangan serta berasal dari sebuah keluarga kaya-raya di Inggris.

Namun, sebuah kecelakaan lalu-lintas yang dialami membalik kehidupannya 180 derajat. Cedera tulang belakang akibat kecelakaan itu menyebabkan hampir seluruh tubuhnya lumpuh, kaki hingga leher tak bisa digerakkan. Berbagai terapi termutakhir selama 2 tahun hanya mampu membuat dia menggerakkan salah satu jari tangannya. Sang kekasih pun pergi menikah dengan pria lain. Semua itu membuat sifat Will berubah menjadi sarkastis dan dingin.

Sedangkan Louisa adalah perawat yang diperkerjakan orang tua Will untuk menemani Will selama 6 bulan, waktu yang ditetapkan Will sebelum ingin mengakhiri hidup lewat eutanasia sebagai jalan terbaik untuk menyudahi penderitaannya. Orang tua Will memperkerjakan Lou karena percaya gadis 26 tahun itu bisa menemani dan mempengaruhi Will membatalkan rencana itu.

Lou berlatar belakang keluarga miskin. Awalnya menerima pekerjaan sebagai perawat difabel itu karena baru saja di-PHK dari pekerjaan lamanya padahal ia adalah tulang punggung keluarganya. Tetapi, seiring waktu, Louisa semakin mencintai pekerjaannya, tumbuh motivasi  yang kuat untuk menolong Will membatalkan rencana eutanasia. Ia bahkan jatuh cinta pada Will.

Selama 6 bulan itu, Lou berusaha membuat hati Will senang, juga sebaliknya Will berusaha menyenangkan hati Lou yang tulus, tanpa saling tau hingga saat-saat terakhir.

***

Saya mengapresiasi film adaptasi dari novel Jojo Moyes dan disutradarai Thea Sharrock ini karena menampilkan riset mendalam tentang pribadi quadriplegia (lumpuh pada keempat organ gerak) yang diramu dalam adegan-adegan menguras emosi, serta diperankan dengan apik oleh Sam Claflin dan Emilia Clarke. Terlepas dari ending-nya  yang menuai protes dari berbagai kalangan terutama aktivis disabilitas dan anti eutanasia.

Me Before You menggambarkan dengan detail apa  yang mungkin tidak dipahami kebanyakan orang, baik menyangkut fisik maupun psikis seorang pria yang pernah menjalani hidup normal, aktif dan mandiri namun tiba-tiba harus terkekang.

Apresiasi saya dilatarbelakangi pengalaman sendiri  yang mirip Will, walaupun berbeda dalam beberapa hal. Will lumpuh karena kecelakaan sedangkan saya akibat penyakit Mielitis Transversa (Transverse Myelitis). Will hidup di Inggris yang semuanya serba maju sedangkan saya di Timor yang serba tertinggal.

Cover TEGAR | Dok. Pribadi
Cover TEGAR | Dok. Pribadi
Menonton film ini seolah melihat gambaran diri sendiri. Tentang pikiran, perasaan, sikap, kerentanan kesehatan, pandangan terhadap difabel, konflik asmara dan sebagainya. Walaupun saat ini saya lumpuh hanya bagian bawah tubuh (paraplegia) namun kondisi hati hampir sama. Saya pernah juga merasakan hidup sebagai quadriplegia ketika awal diserang Mielitis Transversa sehingga keempat organ gerak tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Ingin tahu lebih dalam tentang perasaan seorang  yang pernah hidup sebagai orang normal lalu mengalami kecacatan berat oleh suatu sebab dan menjadi sangat terbatas? Tontonlah film Me Before You. Atau, untuk lebih kontekstual dan nyata, anda juga bisa membaca buku berjudul TEGAR.

***

Tentang TEGAR

Judul lengkapnya adalah, "TEGAR; Catatan Perjuangan Melawan Kelumpuhan Akibat Mielitis Transversa", merupakan buku tentang pengalaman hidup sebagai penyintas Mielitis Transversa sejak tahun 2010 yang saya tulis sendiri.

Mielitis Transversa telah merenggut banyak hal dari hidup saya. Apa  yang telah, sedang dan ingin saya lakukan hingga usia 29 tahun "dihancurkan" dalam sekejap. Pencapaian-pencapaian berantakan, impian-impian harus dikubur dalam-dalam.

Penderitaan akibat hantaman penyakit infeksi pada sum-sum tulang belakang itu pun tidaklah ringan, berbulan-bulan saya harus mendekam di ICU dan ruang perawatan rumah sakit, berbagai kondisi kritis harus dilalui, berbagai terapi saya coba, rasa nyeri tak tertahankan saya akrabi, bahkan kematian pun sudah tak menakutkan. Belum ditambah pergumulan akan keterbatasan sarana-prasarana medis hingga minimnya informasi tentang salah satu penyakit autoimun ini.

Namun, inilah hidup. Ada episode di mana kita tak memiliki kuasa untuk menepis kemalangan yang menghampiri. Kita hanya bisa tabah, tegar dan bersyukur menghadapinya.

Hidup hanya sekali dam berliku, apakah kita sudah berbuat maksimal? Jawabannya mungkin relatif bagi setiap orang. Tetapi bagi saya, selagi napas masih berembus, saya ingin terus melakukan sesuatu bagi orang lain. Ketika jantung masih berdetak, menyerah tak harus menjadi pilihan.

"Jika kaki tidak ada, masih ada tangan; jika tangan juga sudah tidak ada, masih ada mulut". Kalimat penyemangat  yang pernah saya dapatkan dari seorang kakak. 

Kolase pembaca TEGAR | Dok. Pribadi
Kolase pembaca TEGAR | Dok. Pribadi
Dengan tubuh  yang lumpuh dari kaki hingga dada (ruas T6-T7), praktis, menulis adalah salah satu aktivitas ideal yang bisa saya lakukan untuk orang lain walaupun hanya dari pembaringan atau kursi roda. Menulis buku menjadi impian baru.

Untuk bisa menghasilkan buku maka harus ada kata pertama  yang digoreskan. Di sinilah Kompasiana hadir untuk saya. Dalam ketidakmahiran menulis, kadang harus menahan nyeri di badan hingga jari-jari  yang sedikit tremor dan kaku, saya merangkai kata menjadi artikel-artikel yang saya labeli #pithermielitistransversa. Semangatnya hanya satu, berbagi dengan orang lain.

Artikel pertama saya posting (8/5/2012). Selanjutnya walaupun tak rutin, saya terus berusaha menulis. Beberapa artikel diapresiasi TA atau HL. Selain Kompasiana, saya juga menulis di blog pribadi (pitherpung.blogspot.com). Lewat tulisan-tulisan itu pun saya dipertemukan dengan banyak penyintas Mielitis Transversa dari seluruh Indonesia. 

Hingga akhirnya saya bisa menghasilkan buku TEGAR setebal 264 halaman yang diterbitkan oleh IRGSC Kupang-NTT pada Agustus 2018. Selain pengalaman perjuangan, buku ini juga menyajikan hal-hal yang mungkin dibutuhkan para penyintas dan mereka  yang hidupnya bersinggungan dengan Mielitis Transversa serta informasi, inspirasi dan motivasi yang perlu untuk dibaca siapa saja, entah sehat atau sakit, medis atau awam, kaya atau miskin, dll.

TEGAR adalah salah satu ikhtiar saya untuk menjalani hidup semaksimal mungkin.

***

Beberapa testimoni:

"Pejuang nan tegar! Perjuangannya lebih dari sekedar tetap hidup. Pither adalah pejuang yang mampu menginspirasi banyak orang untuk ikut berjuang meski dalam situasi sulit sekalipun. Sejak SMA, Pither adalah sosok yang spesial. Ia selalu berpikir lebih maju melampaui rekan-rekannya. Berdiskusi dengannya meski dalam pembaringan dan kursi roda selalu berlahir ide-ide dan hal-hal baru, baik itu mengenai kehidupan, pekerjaan dan juga pelayanan. Saya terinspirasi banyak hal dari Pither, salah satunya soal menulis, dan karena itu saya menjadi salah satu yang merayakan dengan hebat akan terbitnya buku ini. Sampai saat ini, saya selalu mengucap syukur setiap kali saya melihat apa yang telah dilakukan sahabat saya ini. Teruslah menginspirasi pejuang Pither dan teruslah menulis. Blessing!" -- Arnold Adoe, ST (Penulis Kompasiana, kompasiana.com/arnoldasyeradoe)

"Raga Pither boleh terkungkung kebebasan geraknya, namun tidak demikian dengan buah pikirannya. Catatan pergumulan dan pengalamannya yang jujur dan otentik ini sanggup menembus sekat-sekat jarak, waktu dan bahkan suku, agama serta ras. Tulisan-tulisan yang semula dipublikasikan di berbagai sosial media maupun blog pribadi mengundang para penderita yang lain, dokter, paramedis dan masyarakat luas mendapatkan pencerahan tentang penyakit ini, serta tertular 'virus' semangat menghargai hidup dan Sang Pemberi Hidup, pantang menyerah dan pikiran positif Pither terhadap penderitaan amat berat yang dijalani. Bahkan terhadap orang-orang yang sehat pun, buku ini mengajarkan untuk lebih menghargai anugerah kesehatan yang diterima." -- Prof. Djwantoro Hardjito, Ph.D. (Rektor Universitas Kristen Petra Surabaya)

"Penyakit Mielitis  Transversa  adalah suatu  penyakit  yang jarang terjadi. Banyak dari penderita penyakit ini yang di- diagnosis dengan penyakit lain sebelum akhirnya terdiagnosis dengan Mielitis Transversa. Di dalam buku ini Pither bercerita secara runut dan mendetail mengenai gejala dari Mielitis Transversa.  Rasa tidak  berdaya  hingga nyeri  yang   beliau alami dideskripsikan dengan baik dan memberikan kesan yang mendalam bagi pembacanya.  Penjelasan  mengenai istilah medis  juga  dapat dipaparkan  oleh  Pither dengan   bahasa  yang sederhana dan mudah dimengerti. Diharapkan dengan adanya buku ini, penyakit Mielitis Transversa dapat jadi lebih dikenal oleh masyarakat umum dan juga  oleh  para tenaga medis pada khususnya." --- dr. Reza Aditya Arpandy, BmedSc,  SpS (Dokter mitra Transverse Myelitis Indonesia Community (TMIC)

***

Anda bisa mendapatkan buku TEGAR dengan menghubungi Randy Banunaek via Telp/SMS/WA 0811 3912 684 atau email Randy.banunaek@gmail.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun