Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moltmann

24 September 2020   07:10 Diperbarui: 24 September 2020   07:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabatku, sampai Mei 1943, Hamburg masih dalam keadaan aman. Bahkan ketika peringatan serangan udara semakin getol, Hamburg tetap dipenuhi situasi-situasi menyenangkan seolah tidak terjadi apa-apa. Moltmann dan rekan-rekan militernya masih menikmati bintang Jupiter dengan teleskop di malam hari sambil menjaga perlengkapan senjata. Semuanya berubah ketika memasuki Juli 194--- saat pengalaman Sodom dan Gomorah direaktualisasi dalam konteks modern. Moltmann menyebutnya Operation Gomorrah, teror mematikan sejak 24 Juli 1943.

Moltmann mengingat setiap detil tragedi pada malam pertama. Dia mengingat bagaimana Operator Pasukan Udara yang membawa bom mendekat dari laut utara dan menghidupkan sirene penyerangan. 

Dia mengingat jelas saat itu mereka tengah menjaga segala perlengkapan senjata dan menunggu perintah sambil menyaksikan kekeliruan mereka menerka pasukan udara yang tidak menuju Berlin tapi berbalik ke arah mereka, dan tiba-tiba NCO yang bertugas menjaga radar menunduk menjerit karena dibutakan alumunium halus. 

Pada hari berikutnya seluruh pertahanan Hamburg dilenyapkan. Lebih dari 1000 pesawat tempur telah diserang, Sekolah Tinggi St. George dibakar bersama balai kota. Bahan peledak dan pembakar menciptakan badai api yang mencapai suhu 1000C, membunuh orang-orang yang bersembunyi di tempat penampungan bawah tanah. Operasi yang berlangsung selama sembilan malam berturut-turut menelan korban hingga 40.000 jiwa dan kebanyakan wanita dan anak-anak.

Rangkaian pengalaman Operasi Gomorah berpuncak pada kematian sahabat Moltmann, Gerhard Schopper. Peristiwa ini terjadi kala Moltmann dan rekan-rekannya diizinkan kembali ke rumah untuk menunjukkan diri bahwa mereka masih hidup. Pada saat hendak melapor kembali ke markas, sebuah bom eksploisif menghantam platform tempat mereka sedang berdiri dengan perlengkapan senjata, dan mengenai Schopper yang saat itu berada persis di dekat Moltmann. Kepala Schopper dicopot dari sisa tubuhnya dan Moltmann selamat. Moltmann menulis:

"Saya bangkit berdiri seperti orang yang terbius, buta dan tuli, hanya beberapa luka yang ada di bahu dan tulang pipiku. Setiap orang melihat ke arahku dan menyangka bahwa itu mujizat, seseorang bangkit dari mati. Saya tidak mengenal diri saya sendiri bagaimana saya masih bisa hidup.... sepanjang malam itu, saya menangis kepada Allah untuk pertama kalinya dalam hidupku dan menyerahkan hidupku dalam tangan-Nya.... Pertanyaan saya bukanlah mengapa 'Tuhan mengizinkan hal ini terjadi?' Tetapi 'Allahku, di manakah Engkau?' 'Mengapa saya hidup namun tidak mati seperti teman yang berada di sampingku?'

Pengalaman selamat dari mati membuat Moltmann merasa bersalah sebagai sosok yang masih hidup. Malam Gerhard Schopper dibunuh, Moltmann menjalani apa yang disebut Schillebeeckx  'pengalaman kontras negatif' atau suatu penderitaan personal yang kontras dengan situasi kebahagiaan manusia: pengalaman penderitaan yang dapat melahirkan daya ketika manusia mengobarkan protes dan perlawanan. Moltmann yang seakan gila dan lumpuh oleh depresi secara mengagumkan mau menyandarkan diri pada pertolongan Tuhan. Moltmann mengatakan, "malam itu saya menjadi seorang pencari Allah."

Pada 15 Februari 1945 ia diangkut menjadi tahanan perang Inggris dan dimasukan dalam kamp tahanan perang 2226 di Zedelgem dekat Ostend, Belgia. Moltmann bersama tahanan lainnya telah berhasil lari dari kematian massal dalam perang, namun bagi Moltmann, setiap satu dari mereka berhasil melarikan diri, di belakang, terdapat ratusan orang yang mati, "Adalah baik untuk tetap hidup, tetapi sangat sulit, di hadapan orang mati, untuk terus hidup, untuk hidup secara berbeda, untuk memulai dari awal".

Pada Agustus 1945, nama Moltmann dipanggil dan bersama tahanan lainnya dipindahkan ke kamp Skotlandia untuk bekerja sebagai transport. Kamp di Skotlandia kelihatannya tidak membosankan seperti di Belgia karena dilengkapi kapela, perpustakaan, orkestra bahkan kantin dan sebagainya. 

Sebagai usaha untuk bebas selekas mungkin, Moltmann banyak menjadi voluntir dalam setiap pekerjaan yang diperintahkan, misalnya menjadi seorang elektris di NAAFI kamp. Satu bulan setelah berada di kamp Skotlandia, Moltmann dan tahanan lainnya diisi oleh kengerian gambar-gambar kamp konsentrasi Belsen dan Buchenwald. 

Sejak saat itu Moltmann dan sesama tahanan Jerman yang lain mulai melihat diri mereka dari mata para korban Nazi yang mengakibatkan hilangnya semangat patriotik terhadap Jerman. Bagi Moltmann cerita perang bukanlah cerita petualangan, melainkan kehancuran dan kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun