Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moltmann

24 September 2020   07:10 Diperbarui: 24 September 2020   07:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dear Sahabat!

Lama tidak bercerita. Tepatnya aku yang absen.

Kemarin aku bersama sekelompok calon misionaris berbagi tentang makna hidup setelah Pandemi. Mengikuti seminar Rm. Bagus, SJ dan Rm. Magnis, SJ: "Tuhan tidak mencintai kita", aku pun masuk ke kedalaman permenungan teologis, dan berupaya mengharagai pemahaman Christian Weidemann pencetus premis tersebut. Catatan Rm. Bagus, SJ menarik: kelihatannya premis Weidemann masih pada level episteme. Dia belum sampai pada kedalaman relasi dengan Allah yang kompleks.

Dalam suratku yang kesekian ini, aku tidak ingin menentang Weidemann. Aku mau berbagi tentang Jrgen Moltmann, teolog yang bila dipandang, kita seolah melihat satu teologi yang komprehensif--- namun tetap dalam kenyataan bahwa iman itu tumbuh dari proses yang tidak mudah.

Lahir di Jerman 8 April 1926, Moltmann: "manusia petani", dibesarkan di Walddrfer sebuah perkampungan tani di pinggir kota Hamburg. Sebagaimana kita tahu, Walddrfer amat dipengaruhi Helmut Hertling (1891-1942) dan rekannya Alfred Schr (1887-1937) seorang sosialis. 

Moltmann dibesarkan dalam keluarga Protestan Liberal, dengan tipe pemikir bebas. Latar belakang keluarga ini membuat Moltmann menerima lebih banyak tentang Lessing, Goethe, dan Nietzsche daripada Alkitab. Singkatnya, Moltmann semasa kecil hingga remaja adalah seorang pemuda sekuler.

Pada masanya, Walddrfer telah berada dalam periode Nazi dan masa perang. Namun sampai 1933, belum ada seorangpun yang menjadi anggota Nazi. Masyarakat di perkampungan Hamburg masa itu masih mengerjakan apa yang ingin mereka kerjakan. Baru pada 13 Juli 1937, masyarakat Walddrfer digemparkan oleh kematian Alfred Schr yang dibunuh SA (Sturmabteilung) di kamp konsentrasi Fuhlsbttler karena mencoba menyelamatkan korban-korban Nazi. 

Peristiwa pembunuhan Schr adalah awal dari penyiksaan Nazi yang diterima. Kendati pada masa itu orang-orang dewasa tidak menceritakan kisah kematian Schr kepada anak-anak, Moltmann sendiri sudah bisa merasakan karakter kejahatan di balik Partai Nazi.

Memasuki remaja, gambaran tentang kekejaman Nazi diperkuat dengan kematian Hartwig, kakak Moltmann---  yang sehari setelah kelahirannya mengalami kejang-kejang hingga radang selaput otak dan tidak mampu mengenal seorangpun. Hartwig dirawat oleh orangtuanya sampai berusia tiga tahun lalu dititipkan di  RS. Friedrichsberg. 

Setiap Rabu, orangtuanya mengunjungi Hartwig namun Moltmann dan saudara-saudaranya tidak disertakan. Usai kunjungan, orangtuanya akan kembali dengan wajah yang dingin. Pada 1940, untuk pertama kalinya Nazi menjalankan aksi eutanasia, dan Hartwig meninggal dalam konteks ini. Kendati orangtua Moltmann meyakini Hartwig meninggal akibat radang paru-paru (pneumonia), alasan tersebut merupakan yang awam dipakai para penyandang cacat yang mati dalam eutanasia Nazi.

Para sahabatku, demikianlah dua pengalaman tidak langsung ini memberi Moltmann gambaran terhadap Nazi Jerman sewaktu anak-anak sampai remaja: kematian Schr dan Hartwig. Moltmann tidak pernah memproyeksi bahwa dua pengalaman ini nantinya mempersiapkan dia menjemput tragedi yang lebih besar lagi.

Sahabatku, sampai Mei 1943, Hamburg masih dalam keadaan aman. Bahkan ketika peringatan serangan udara semakin getol, Hamburg tetap dipenuhi situasi-situasi menyenangkan seolah tidak terjadi apa-apa. Moltmann dan rekan-rekan militernya masih menikmati bintang Jupiter dengan teleskop di malam hari sambil menjaga perlengkapan senjata. Semuanya berubah ketika memasuki Juli 194--- saat pengalaman Sodom dan Gomorah direaktualisasi dalam konteks modern. Moltmann menyebutnya Operation Gomorrah, teror mematikan sejak 24 Juli 1943.

Moltmann mengingat setiap detil tragedi pada malam pertama. Dia mengingat bagaimana Operator Pasukan Udara yang membawa bom mendekat dari laut utara dan menghidupkan sirene penyerangan. 

Dia mengingat jelas saat itu mereka tengah menjaga segala perlengkapan senjata dan menunggu perintah sambil menyaksikan kekeliruan mereka menerka pasukan udara yang tidak menuju Berlin tapi berbalik ke arah mereka, dan tiba-tiba NCO yang bertugas menjaga radar menunduk menjerit karena dibutakan alumunium halus. 

Pada hari berikutnya seluruh pertahanan Hamburg dilenyapkan. Lebih dari 1000 pesawat tempur telah diserang, Sekolah Tinggi St. George dibakar bersama balai kota. Bahan peledak dan pembakar menciptakan badai api yang mencapai suhu 1000C, membunuh orang-orang yang bersembunyi di tempat penampungan bawah tanah. Operasi yang berlangsung selama sembilan malam berturut-turut menelan korban hingga 40.000 jiwa dan kebanyakan wanita dan anak-anak.

Rangkaian pengalaman Operasi Gomorah berpuncak pada kematian sahabat Moltmann, Gerhard Schopper. Peristiwa ini terjadi kala Moltmann dan rekan-rekannya diizinkan kembali ke rumah untuk menunjukkan diri bahwa mereka masih hidup. Pada saat hendak melapor kembali ke markas, sebuah bom eksploisif menghantam platform tempat mereka sedang berdiri dengan perlengkapan senjata, dan mengenai Schopper yang saat itu berada persis di dekat Moltmann. Kepala Schopper dicopot dari sisa tubuhnya dan Moltmann selamat. Moltmann menulis:

"Saya bangkit berdiri seperti orang yang terbius, buta dan tuli, hanya beberapa luka yang ada di bahu dan tulang pipiku. Setiap orang melihat ke arahku dan menyangka bahwa itu mujizat, seseorang bangkit dari mati. Saya tidak mengenal diri saya sendiri bagaimana saya masih bisa hidup.... sepanjang malam itu, saya menangis kepada Allah untuk pertama kalinya dalam hidupku dan menyerahkan hidupku dalam tangan-Nya.... Pertanyaan saya bukanlah mengapa 'Tuhan mengizinkan hal ini terjadi?' Tetapi 'Allahku, di manakah Engkau?' 'Mengapa saya hidup namun tidak mati seperti teman yang berada di sampingku?'

Pengalaman selamat dari mati membuat Moltmann merasa bersalah sebagai sosok yang masih hidup. Malam Gerhard Schopper dibunuh, Moltmann menjalani apa yang disebut Schillebeeckx  'pengalaman kontras negatif' atau suatu penderitaan personal yang kontras dengan situasi kebahagiaan manusia: pengalaman penderitaan yang dapat melahirkan daya ketika manusia mengobarkan protes dan perlawanan. Moltmann yang seakan gila dan lumpuh oleh depresi secara mengagumkan mau menyandarkan diri pada pertolongan Tuhan. Moltmann mengatakan, "malam itu saya menjadi seorang pencari Allah."

Pada 15 Februari 1945 ia diangkut menjadi tahanan perang Inggris dan dimasukan dalam kamp tahanan perang 2226 di Zedelgem dekat Ostend, Belgia. Moltmann bersama tahanan lainnya telah berhasil lari dari kematian massal dalam perang, namun bagi Moltmann, setiap satu dari mereka berhasil melarikan diri, di belakang, terdapat ratusan orang yang mati, "Adalah baik untuk tetap hidup, tetapi sangat sulit, di hadapan orang mati, untuk terus hidup, untuk hidup secara berbeda, untuk memulai dari awal".

Pada Agustus 1945, nama Moltmann dipanggil dan bersama tahanan lainnya dipindahkan ke kamp Skotlandia untuk bekerja sebagai transport. Kamp di Skotlandia kelihatannya tidak membosankan seperti di Belgia karena dilengkapi kapela, perpustakaan, orkestra bahkan kantin dan sebagainya. 

Sebagai usaha untuk bebas selekas mungkin, Moltmann banyak menjadi voluntir dalam setiap pekerjaan yang diperintahkan, misalnya menjadi seorang elektris di NAAFI kamp. Satu bulan setelah berada di kamp Skotlandia, Moltmann dan tahanan lainnya diisi oleh kengerian gambar-gambar kamp konsentrasi Belsen dan Buchenwald. 

Sejak saat itu Moltmann dan sesama tahanan Jerman yang lain mulai melihat diri mereka dari mata para korban Nazi yang mengakibatkan hilangnya semangat patriotik terhadap Jerman. Bagi Moltmann cerita perang bukanlah cerita petualangan, melainkan kehancuran dan kematian.

Di tengah kengerian inilah Moltmann membaca Markus 15:34, "Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" dan menyadari bahwa jeritan Dia yang ditinggalkan di atas Salib merupakan jawaban teodise yang diungkapkannya sewaktu kematian Schopper. Moltmann meyakini, 

Dia yang menjerit di atas salib merupakan sosok yang dapat memahaminya, bersamanya dalam tangisan kepada Allah yang juga dialami-Nya dalam situasi ditinggalkan di Golgota. Pengalaman ini memunculkan harapan baru dalam diri Moltmann untuk terus hidup hingga menekuni studi teologi di Gttingen. Moltmann menulis, 

Di kamp-kamp Belgia dan Skotlandia saya mengalami keruntuhan hal-hal yang telah menjadi kepastian bagi saya dan harapan baru untuk hidup, yang disediakan oleh iman Kristen. Saya mungkin berhutang pada harapan ini, tidak hanya mental dan moral, tetapi juga kelangsungan hidup fisik, karena itulah yang menyelamatkan saya dari keputusasaan dan kepasrahan.

Dua pengalaman hidup Jrgen Moltmann, yakni kehancuran Hamburg Juli 1943 dan menjadi tahanan perang Inggris 1945-1947 ini memberi dua tesis teologi yang nantinya menjadi fokus dan penekanan teologinya sepanjang hidup, Allah yang hadir di tengah penderitaan dan yang hadir penuh kuasa harapan. Menurut Moltmann, "saya menemukan penghiburan dalam Kristus yang dalam penderitaan-Nya menjadi saudara saya, dan melalui kebangkitan-Nya dari kematian, membangkitkan saya juga untuk memiliki harapan hidup".

Sahabatku! Apa yang ingin kukatakan dalam surat teo-biografi ini tidak lain adalah otorisasi korban dalam setiap refleksi kita. Dan aku iri padamu, karena kaulah yang kini bergumul, seolah tidak ada yang benar-benar berarti. Hingga akhirnya aku akan membaca suratmu yang kau tulis tentang perjalananmu bersama Allah yang sulit terpahami.

Aku menanti suratmu dari tempat ini!

Warm Regard

Petrus Pit Duka Karwayu

Kupang 22 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun