Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moltmann

24 September 2020   07:10 Diperbarui: 24 September 2020   07:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah kengerian inilah Moltmann membaca Markus 15:34, "Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" dan menyadari bahwa jeritan Dia yang ditinggalkan di atas Salib merupakan jawaban teodise yang diungkapkannya sewaktu kematian Schopper. Moltmann meyakini, 

Dia yang menjerit di atas salib merupakan sosok yang dapat memahaminya, bersamanya dalam tangisan kepada Allah yang juga dialami-Nya dalam situasi ditinggalkan di Golgota. Pengalaman ini memunculkan harapan baru dalam diri Moltmann untuk terus hidup hingga menekuni studi teologi di Gttingen. Moltmann menulis, 

Di kamp-kamp Belgia dan Skotlandia saya mengalami keruntuhan hal-hal yang telah menjadi kepastian bagi saya dan harapan baru untuk hidup, yang disediakan oleh iman Kristen. Saya mungkin berhutang pada harapan ini, tidak hanya mental dan moral, tetapi juga kelangsungan hidup fisik, karena itulah yang menyelamatkan saya dari keputusasaan dan kepasrahan.

Dua pengalaman hidup Jrgen Moltmann, yakni kehancuran Hamburg Juli 1943 dan menjadi tahanan perang Inggris 1945-1947 ini memberi dua tesis teologi yang nantinya menjadi fokus dan penekanan teologinya sepanjang hidup, Allah yang hadir di tengah penderitaan dan yang hadir penuh kuasa harapan. Menurut Moltmann, "saya menemukan penghiburan dalam Kristus yang dalam penderitaan-Nya menjadi saudara saya, dan melalui kebangkitan-Nya dari kematian, membangkitkan saya juga untuk memiliki harapan hidup".

Sahabatku! Apa yang ingin kukatakan dalam surat teo-biografi ini tidak lain adalah otorisasi korban dalam setiap refleksi kita. Dan aku iri padamu, karena kaulah yang kini bergumul, seolah tidak ada yang benar-benar berarti. Hingga akhirnya aku akan membaca suratmu yang kau tulis tentang perjalananmu bersama Allah yang sulit terpahami.

Aku menanti suratmu dari tempat ini!

Warm Regard

Petrus Pit Duka Karwayu

Kupang 22 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun