Di tengah kengerian inilah Moltmann membaca Markus 15:34, "Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" dan menyadari bahwa jeritan Dia yang ditinggalkan di atas Salib merupakan jawaban teodise yang diungkapkannya sewaktu kematian Schopper. Moltmann meyakini,
Dia yang menjerit di atas salib merupakan sosok yang dapat memahaminya, bersamanya dalam tangisan kepada Allah yang juga dialami-Nya dalam situasi ditinggalkan di Golgota. Pengalaman ini memunculkan harapan baru dalam diri Moltmann untuk terus hidup hingga menekuni studi teologi di Gttingen. Moltmann menulis,
Di kamp-kamp Belgia dan Skotlandia saya mengalami keruntuhan hal-hal yang telah menjadi kepastian bagi saya dan harapan baru untuk hidup, yang disediakan oleh iman Kristen. Saya mungkin berhutang pada harapan ini, tidak hanya mental dan moral, tetapi juga kelangsungan hidup fisik, karena itulah yang menyelamatkan saya dari keputusasaan dan kepasrahan.
Dua pengalaman hidup Jrgen Moltmann, yakni kehancuran Hamburg Juli 1943 dan menjadi tahanan perang Inggris 1945-1947 ini memberi dua tesis teologi yang nantinya menjadi fokus dan penekanan teologinya sepanjang hidup, Allah yang hadir di tengah penderitaan dan yang hadir penuh kuasa harapan. Menurut Moltmann, "saya menemukan penghiburan dalam Kristus yang dalam penderitaan-Nya menjadi saudara saya, dan melalui kebangkitan-Nya dari kematian, membangkitkan saya juga untuk memiliki harapan hidup".
Sahabatku! Apa yang ingin kukatakan dalam surat teo-biografi ini tidak lain adalah otorisasi korban dalam setiap refleksi kita. Dan aku iri padamu, karena kaulah yang kini bergumul, seolah tidak ada yang benar-benar berarti. Hingga akhirnya aku akan membaca suratmu yang kau tulis tentang perjalananmu bersama Allah yang sulit terpahami.
Aku menanti suratmu dari tempat ini!
Warm Regard
Petrus Pit Duka Karwayu
Kupang 22 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H