Musim berganti musim, hari berganti hari inilah yang selalu terjadi sepanjang waktu. Entahlah kapan waktunya akan tiba berhenti. Demikian pula dengan setiap tarikan nafas hidup, tidak diketahui kapan waktunya dicabut.
Waktu, mungkin itulah singkatnya. Dari waktu, semua berlomba-lomba untuk mengisi dan menghiasi diri dengan beragam bentuk, cara ataupun tindakan yang dilakukan.
Demi waktu untuk mencari sesuap nasi, seteguk air.
Waktu yang tersisa selalu dilewati atau terlewatkan tanpa disadari hingga usia saban hari terus bertambah,
Dari waktu mengejar mimpi;
Mimpi akan perubahan itu yang acap kali terdengar dan terlontar,
Mimpi untuk menjadi nyata dari waktu ke waktu,
Waktu sering terbuang?, terlewatkan?, dimanfaatkan?.
Entahlah, itu semua pribadi masing-masing yang menjalankannya (menjalani waktu demi waktu).
Waktu tetaplah waktu yang berjalan sesuai alurnya tanpa bisa kita putar kembali.
Waktu terus berlalu, ada ruang dan waktu yang telah dilakukan atau terlewatkan. Tentang mengisi ruang  membentang ragam bentuk gambaran tingkah polah yang nyata atau kah bayang-bayang semu?.
Waktu terus berjalan tak dapat ditunda- tunda, tak mirip seperti roda dan jam berputar mengitari sepanjang ia mampu berputar  dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Tengok realita peristiwa. Para pembesar saudagar, pejabat, penguasa, pengusaha berlomba-lomba meraih untung yang terkadang merampas rimbunnya rimba raya, menginjak-injak akar rumput hingga luluh layu.
Waktu memberi tanda, kapan saatnya memulai, kapan saatnya berhenti (pagi-siang-malam).
Pagi menyapa, memberi tanda untuk bersiap bergegas mencari rejeki dengan cucuran keringat bagi para pejuang tangguh dengan keikhlasan tanpa memperhitungkan besar kecilnya rejeki, namun tetap di syukuri. Atau pun tipu daya tak ubah seperti korupsi yang seolah sulit pergi di negeri ini oleh tikus-tikus berdasi.
Siang datang, mengisi kampung tengah tiba dengan bermacam-macam lauk pauk atau seadanya.
Waktu pula memberi tanda, tanda waktunya pulang menjelang senja menyapa atau larut malam tiba.
Mengais rejeki, demi anak bini, diri sendiri atau untuk semua, untuk berbagi.
Hari dan waktu tidak terasa berlalu bagi para pekerja. Waktu seolah lamban berputar bagi yang suka menunggu dan berkata nanti, waktu masih tersisa hingga tidak tersisa. Selalu tidak ada waktu bagi yang super sibuk.
Waktu malam untuk merebah sejenak, menghilang penat yang terkadang tak jarang menyayat.
Mimpi menjadi mimpi, mimpi menjadi nyata.
Mimpi tentang harapan,
Harapan demi mengisi waktu; Â damai bersama, damai bagi diri (berdamai bagi sesama, berdamai dengan diri sendiri) damai di bumi damai di hati.
Harapan waktu untuk bumi terus berputar, untuk rimba raya bagi semua sesama tanpa duka derita hingga nanti jika boleh untuk terus berlanjut .
Waktu tentu sangat berharga dari setiap detiknya, sudahkah kita semua menghargai tentang waktu?.
Ketapang, Kalbar, 1 Juli 2016
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI