Kucoba mengukir kembali bait-bait kalimat untuk alam...
Lembar demi lembar kucurahkan tentang lingkungan serta hutan...
Kugaungkan suara-suara hutan di keheningan tumbangnya pepohonan...
Perlahan terbabat habis tedera raungan chain show memekakakkan gendang telinga...
Tangan-tangan kekar, bermuka gahar merambah kesucian hutan perawan...
Diambil kayunya, lalu dijual
Revolusi hijau menggema pilu, memanggil tuk berbuat sesuatu..
Tapi Revolusi Hijau tak mampu memberi arah atau serupa warna lalu pudar begitu saja...
Keinginanku menggumpal demi waktu yang tak pernah menipu....
Pusarkan keraguan searah temaramnya sinar purnama rembulan
Sebab...
Waktu begitu cepat berlalu
Kaki terus berjalan, sementara jarak terus menjauh...
Dan  melumpuh...
Akhirnya...
Aku hanya mampu menulis revolusi hijau berupa angan semata....
Tentang hutan...
Tentang sampah...
Tentang lingkungan
Juga...
Tentang teriakan ingkar sang perambah rimba raya.
Revolusi hijauku memencil serupa kerdil...
Â
Revolusi hijau berduka, kadang mati karam pada kekejaman zaman...
Begitulah Revolusi hijau menjelma tiada makna....
Menetes dari rerantingan kering, dari pohon yang juga terdegradasi....
Lalu,
Berguguran bersama dedaunan menguning...
Revolusi Hijauku terhempas betonisasi masa kini
Deskripsinya tak terkonsep dalam bentuk tong sampah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H