Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Aqilla Meregang Nyawa di Tangan Ayah "Tercinta"

29 Agustus 2018   14:28 Diperbarui: 30 Agustus 2018   10:11 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aqila (sumber gambar: kumparan.com)

Kemerdekaan Republik Indonesia memasuki usia terbilang tak lagi muda. Rentanya usia Indonesia rupanya menyisahkan kisah pilu dialami bayi lima tahun bernama Aqilla. Pasalnya, Aqilla menghembuskan nafas ditangan ayah tirinya sendiri.

Bayi Aqilla kerap disiksa  ayah tirinya. Status sebagai ayah atau ibu tiri atau pun orang tua kandung mustahil melakukan perbuatan keji tersebut apabila tidak ada sebabnya. Apalah arti sebuah status.

Tidak ada asap, apabila tidak ada api. Begitulah kisah pilu masa kecil Aqila, balita perempuan berumur dua tahun itu dianiaya hingga koma oleh ayah tirinya, Adrianus Sayow (26).

Tubuh mungilnya saat ini sedang dirawat secara intensif di RS Koja, Jakarta Utara, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya lantaran tak sanggup lagi menahan sakitnya siksaan ayah tirinya.

Bayangkan saja, di tengah gegap gempitanya pesta Kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia, Aqilla justru harus terbujur di rumah sakit.

Tetapi entah bagaimana keceriaan itu tak terdapat dalam keseharian Aqila. Ia terkungkung dalam tindak kekerasan dari orang terdekat yang seharusnya merawat, menjaga dan "memerdekakan" bermain dengan teman sebayanya.

Aqila hanya mengisi hari-harinya "terpasung" dalam kamar berukuran sempit untuk menenui ajal di tangan ayah tiri. Rasanya sungguh keparat.

Tentu banyak orang enggan bertanggungjawab atas permasalahan kaum marjinal, lain halnya bagi mereka yang berkantong tebal. Mengapa? Dugaan saya, karena mereka mampu membayar pengacara untuk menyelesaikan persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Anak bukanlah boneka mainan yang bisa dipukul, ditonjok atau diperlakukan sesuka hati orang dewasa, khususnya orang terdekatnya.

Sebuah keanehan mental yang membahayakan nyawa anak kecil dan jika hal ini dibiarkan terjadi dapat membuat kondisi rumah tangga seperti neraka.

Saya berharap peristiwa mencekam yang menimpa Aqila tidak menimpa anak-anak lain di Indonesia.

Berdasarkan informasi dari tetangganya, "Aqila jarang main sama anak-anak lain, kayak ketakutan gitu, tertekan. Jarang main, jarang keluar, cuma di kamar saja, keluar kalau cuma mandi." Peristiwa tempat kejadian perkara di Jalan Tipar Cakung, Gang Pojok, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.

Aqila menjadi korban kekerasan Adrianus yang tak lain orang tuanya sendiri saat pekerjaannya sebagai pengemudi ojek online angkut barang sepi.

Aqila pernah mendapat hukuman berdiri dari Adrianus dari malam hingga pagi.

Pemandangan di luar batas kewajaran, seorang lelaki bernama Adrianus, hanya mencintai ibunya tanpa mencintai anak dari wanita yang dinikahinya. Kebetulan ibu Aqila bernama Yanti ini begitu sayang sama laki-laki bernama Adrianus.

Celakanya, Adrianus sebagai ayah tiri hanya mencinyai ibunya dan begitu membenci kehadiran Aqila dalam hidupnya sejak menikah dengan Yanti.

Konyolnya lagi, sudah tahu calon suaminya bakal membenci anaknya, lantaran statusnya sebagai ayah tiri, kok pernikahan itu masih diteruskan.

Mirisnya, Yanti kelimpungan sendiri dan harus memilih antara anak atau suami. Ini namanya suami disayang, anaknya malang. Dan menjadi sasaran empuk lelaki keparat ini.

Kekerasan yang dilakukan Adrianus ini seakan tidak pernah memutus mata rantai kekerasan dalam rumah tangga, terkhusus anak-anak.

Ikhwal terjadinya kekerasan lantaran Adrianus tidak mau tinggal bersama Aqila, kecuali anak dari hasil buah cintanya bersama Yanti.  Sementara ini dikabarkan Yanti mengandung anak dari buah cintanya bersama Adrianus.

Kronologi terjadinya penyiksaan terjadap Aqila, pada Rabu (22/8), Aqila yang biasanya ditipkan Yanti kepada neneknya, kali ini kena getahnya.

Anak tak berdosa ini oleh neneknya dititipkan kepada sang "predator" Adrianus dan Yanti, karena saat itu neneknya akan mengurus beberapa surat-surat.

Pada hari itu pula, Aqila dianiaya oleh Adrianus hingga tak sadarkan diri.

Sebelum menganiaya Aqila, Adrianus lebih dahulu meminta istrinya (Yanti, ibu kandung Aqila) untuk pergi membeli nasi.

Sepulangnya dari membeli nasi bungkus Aqila sudah terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit.

Kejadian ini tentu membuat kita bertanya-tanya, di perayaan kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia ini sepantasnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.

Entahlah, kalau cinta buta sudah menghalang jangan harap keadilan akan datang. Kesedihan hanya tontonan bagi mereka yang diperbudak cinta buta.

Nasi sudah menjadi bubur, itu jawaban yang Yanti terima. Ternyata tambatan hatinya Adrianus telah merobohkan nyawa anaknya, bernama Aqila.

Teramat perih untuk diberitakan, namun itu harus diberitakan agar nyawa anak-anak tak berdosa seperti Aqila tidak terus bertambah jumlahnya.

Tolong hentikan kabar kekerasan terhadap anak-anak, apun dalihnya, itu merupakan perbuatan biadab.

Pemerintah dalam hal ini perangkat desa setempat lebih proaktif memantau permasalahan warganya, jangan menunggu laporan, tetapi jemput bola ke lapangan mendengar lalu mempedulikan nasib mereka. Faktor ekonomi penyebab dari tragedi Aqila ini.

Menyimak berita ini, anak-anak akan tumbuh menjadi manusia cerdas dan berpengetahuan, namun tidak berkarakter baik. Hal ini adalah bencana masa depan bangsa.

Itulah sebabnya jangan lagi ada berita kekerasan terhadap anak-anak dipangkuan ibu pertiwi.

Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun