Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Peredaran Kartu BPJS Bodong Bagai Petir di Siang Bolong

27 Juli 2016   11:44 Diperbarui: 28 Juli 2016   07:36 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah saatnya bagi BPJS Sebagai badan yang menjamin jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia ikut andil dalam hal ini. Jika nanti diketahui banyak pasien BPJS yang mendapatkan BPJS palsu apakah lantas BPJS akan melemparkan tanggung jawabnya ke warga yang minim informasi mengenai posko pengaduan BPJS. Namun dari sisi peserta asuransi, maka yang pertama akan disalahkan pasien tentu saja ialah BPJS, karena masyarakatkan membayar asuransi kesehatan mereka ke BPJS. Harus ada sistem yang lebih ketat untuk menjamin masyarakat mendapatkan layanan BPJS sesungguhnya. Jika hanya mengandalkan pengecekan nomor registrasi ke website BPJS serta kondisi fisik kartu saya rasa itu masih sangat kurang.

Bukankah pihak penjamin kesehatan sudah mengantisipasi hal ini dengan memberikan nomor registrasi yang terdaftar pada server BPJS pusat, serta kondisi fisik kartu yang sangat mirip dengan aslinya. Jika uang palsu saja susah dibedakan bagaimana dengan kartu BPJS bahkan vaksin, yang kebanyakan orang tidak mengerti. Pemberdayaan masyarakat untuk tahu informasi seperti in sangat diperlukan. Agar masyarakat menjadi berdaya dan mampu untuk membedakannya sendiri. BPJS dapat saja memberikan iklan tentang cara membedakan palsu dengan asli ke masyarakat. Jangan sampai sudah banyak kasus baru kembali muncul karena itu adalah kebiasaan lembaga Pemerintah kita. Sepertinya citra program pemerintah itu adalah “gratisan dan jangan terlalu banyak berharap menuntut karena itu pemberian dan berterimakasihlah.” Inilah konsepsi yang keliru tentang pemerintah. Seolah pemerintah itu dermawan bila menyelenggarakan program. Padahal itu adalah tugas dan kewajibannya.

Aparatur Sipil Negara (ASN) digaji memang untuk bekerja meningkatkan pelayanan publik. Dana program sebagian besar berasal dari pajak dan retribusi masyarakat. Sebagian dari pendapatan yang dihasilkan oleh usaha-usaha pemerintah lain. Hutang-hutang luar negeri pemerintah pun sama saja membebani rakyat Indonesia. Kok, Pemerintah punya keterbatasan dana karena pajak yang dibayarkan masyarakat tidak seimbang dengan kebutuhan anggaran program. Atau karena terlalu banyak dikorup?.

Karena itu Program BPJS Kesehatan yang digelontorkan pemerintah pun masih menarik pungutan dari masyarakat. ini seperti masyarakat bergotong-royong mengumpulkan dana untuk membiayai orang yang sakit. Jadi, ketika ada yang sakit dan harus berobat, itu bukanlah gratis.

Tapi, apakah betul dengan kartu BPJS Kesehatan kita sudah memperoleh jaminan kesehatan? Setiap kali ke rumah sakit, akan selalu ditanya di loket “Umum atau BPJS?” Kalau menjawab BPJS, maka loket akan berbeda. Baik untuk mendaftar, membayar, bahkan mengambil obat di apotik pun dibedakan antara “umum” dan “BPJS.”

Sedangkan pasien BPJS atau seluruh program pemerintah dianggap pasien gratis. Di antara pasien gratis, lebih dihargai pemilik kartu BPJS. Meskipun sebenarnya pemilik kartu Askes sekarang menjadi BPJS juga. Saat anak lelaki ke tiga saya di opname belum pernah menggunakan kartu BPJS karena belum mengurusnya. Tapi saya biasa melihat bagaimana orang lain menggunakannya di rumah sakit.

Rupanya masih banyak masyarakat yang belum mengerti apa itu BPJS Kesehatan. Apa hak dan kewajiban mereka. Kurangnya sosialisasi seluk beluk BPJS merupakan hambatan terbesar masyarakat agar bisa memahami rambu-rambunya. Sekali lagi, meski di palsukan kartu BPJS itu bukan gratis, sebagai warga negara yang baik membayar iuran BPJS Kesehatan bagi Pegawai Negeri melalui potong gaji, masyarakat melalui cara bergotong-royong iuran setiap bulan, setiap orang, dalam keluarga. Paradoks ini mempertegas bahwa “orang miskin dilarang sakit” merupakan budaya turun temurun dengan cara yang berbeda.

Dari kasus kartu BPJS palsu ini, ada pelajaran berharga. Bahwa biangkerok kemunculan penyakit bukan semata perilaku manusia dan keturunannya, melainkan kebijakan penguasa.

Makassar, 27 Juli 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun