Mohon tunggu...
pipit maharani
pipit maharani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Jember, Perencanaan Wilayah dan Kota

JANGAN HINDARI MASALAH

Selanjutnya

Tutup

Money

UU Pajak Perusahaan Digital Harus Direvisi

12 April 2020   11:56 Diperbarui: 12 April 2020   12:17 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pajak menjadi salah satu instrumen yang diharapkan bisa menggenjot perekonomian Indonesia. Menurut Undang-Undang, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Sesuai dengan peraturan yang ada atau undang-undang tentang perpajakan, setiap perorangan atau badan instansi pasti akan dikenai pajak.  Dan menurut yurisdiksi pemungutan pajak terdapat 3 azas dalam pemungutan pajak :

  • Azas domisili, dimana negara yang berhak untuk melakukan pemungutan pajak adalah negara domisili dari orang yang wajib pajak
  • Azas kebangsaan, menjelaskan bahwa negara yang berhak untuk melakukan pemungutan pajak adalah negara yang sesuai dengan kewarganegaraan wajib pajak
  • Azas sumber, menjelaskan bahwa bahwa negara yang berhak untuk melakukan pemungutan pajak adalah negara yang menjadi sumber penghasilan

Indonesia telah menerapkan ketiga azas tersebut, namun masih terdapat celah badan atau instansi yang menghindari pemungutan pajak tersebut. Seperti perusahaan-perusahaan digital global. Tidak dapat dipungkiri dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, perusaahan-perusahaan mendirikan usaha dengan tidak adanya keadaan fisik perusahaan tersebut. Dengan tidak adanya wujud fisik perusahaan pemerintah memutar otak bagaimana cara menarik pajak perusahaan tersebut. Google, Facebook, dan Twitter merupakan contoh dari perusahan digital yang selalu menghindari pemungutan pajak.

Di Indonesia tidak dapat dihindari bahwa hampir seluruh masyarakat setiap hari akan mengkonsumsi yang bernama aplikasi google. Google, siapa yang tidak mengenal mesin pencari terbesar didunia ini. 

Didalam google semua bisa terakses, kita bisa mencari data-data maupun informasi-informasi yang kita butuhkan dengan mudah. Dengan hanya bermodalkan paket data dan koneksi yang memadai kita bisa mengakses google. 

Tidak hanya bisa mencari data atau informasi, google juga bisa memberikan kita hiburan ketika kita membutuhkannya yaitu dengan mengakses yang bernama youtube. 

Selain youtube, terdapat juga akses untuk berkirim pesan atau email dengan menggunakan aplikasi bernama gmail. Cukup lengkap memang fitur-fitur yang ditawarkan oleh google. Google juga menawarkan bagi siapa saja yang ingin bekerja sama dengan menempatkan usaha mereka digoogle melalui iklan-iklan.

Namun, siapa sangka perusahaan sebesar google, sering menghindari penarikan pajak. Indonesia ternyata tidak sendirian dalam hal ini, banyak negara-negara lain yang mengeluh akibat perbuatan google yang selalu saja menghindar akan pajak yang dikenakan. 

Negara-negara besar seperti Inggris, Italia, Australia dan Spanyol juga merupakan negara yang sudah gerah mengejar-ngejar google agar sadar akan tanggungan untuk membayar pajak. Dirjen pajak telah berusaha untuk menarik pajak google. 

Pada April 2016 dirjen pajak Indonesia meminta agar perusahaan google memebentuk badan usaha tetap atau BUT. Namun, pada bulan Juni terjadi penolakan pihak google Asia Pasifik untuk membentuk badan usah tetap. 

Mereka menganggap bahwa hanya sia-sisa belaka jika membentuk badan usaha tetap, karena kantor pusat mereka tidak berada di Indonesia. Pemerintah  Indonesia akhirnya melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan mesin pencari terbesar ini, namun lagi-lagi pihak google tidak menerima baik dan menolak untuk diperiksa oleh dirjen pajak. 

Setelah terjadi penolakan untuk diperiksa, pemerintah masih berbaik hati untuk melakukan negosiasi terkait pajak google. Dan pada awal bulan Desember 2016 pihak google sepakat untuk membayar pajak. 

Baru saja Indonesia bisa melunak dengan pernyataan pihak google untuk membayar pajak, selang beberapa hari google berulah kembali dengan menawar pajak yang telah ditetapkan karena mereka menganggap terlalu besar nilainya. 

Padahal seperti yang kita ketahui sebenanya google mampu untuk membayar pajak yang telah ditetapkan yang nilai pajak yang telah ditetapkan tidak sampai setengah dari keuntungan yang didapat Indonesia. 

Bahkan, pemerintah Indonesia hanya meminta google membayar pajak mulai 2015. Padahal google mulai beroperasi di Indonesia sekitar tahun 2010, dan pemerintah mengabaikan pajak google mulai tahun 2010-2014. 

Hanya diminta untuk membayar pajak mulai tahun 2015 saja mereka menolak. Pemerintah mulai gerah akan perbuatan google, pada tanggal 20 Desember 2016 pemerintah Indonesia menutup pintu damai dengan perusahaan google. 

Pemerintah bersikeras meminta google untuk membayar pajak berserta dendanya.Meskipun google berdalih bahwa tidak memiliki badan usaha tetap tetapi mereka harus membayar pajak karena mereka mendapatkan nilai tambah penghasilan perusahaan di Indonesia. 

Sesuai yang tercantum pada Undang-Undang Pajak pasal 2 ayat 5, penghasilan google termasuk badan usaha tetap yang merupakan subjek pajak di Indonesia karena google mendapatkan penghasilan melalui aktivitas usaha di Indonesia seperti pemasangan iklan. 

Oleh karena itu, sesuai dengan azas pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia pihak google harus membayar pajak yang telah ditetapkan. Memang pada dasarnya mesin pencari ini sangat membantu masyarakat yang ada dengan fitur-fiturnya yang sangat lengkap, namun tetap saja sesuai dengan aturan yang ada perusahaan google harus tetap membayar pajak.

Ketidakmampuan negara dalam mengkoneksikan aktivitas google atau perusahaan digital lain ke dalam yurisdiksi merupakan salah satu alasan mengapa bisa terjadi pengemplangan pajak oleh perusahaan-perusahaan tersebut. 

Yurisdiksi pemungutan pajak di Indonesia yang kurang kuat dan sistem pajak yang telah usang tidak mampu mengikuti perkembangan ekonomi yang ada. Alhasil, perusahaan-perusahaan terus berdalih ketika mereka dipungut pajak. 

Bentuk usaha yang tidak memiliki badan usaha tetap merupakan modus dari sistem operasi mereka untuk menghasilkan nilai ekonomi dan tidak terkena pajak. Harus segera dituntaskan masalah-masalah tentang penarikan pajak ke perusahaan digital ini. 

Dapat kita contoh seperti negara Inggris yang telah membuat undang-undang baru khusus pajak perusahaan digital. Revisi undang-undang harus cepat dilakukan agar perusahaan-perusahaan digital seperti google tidak merajalela dan semena-mena.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun