Mohon tunggu...
Pipin Piniman
Pipin Piniman Mohon Tunggu... Guru - Guru SMKN 1 Rancah Kabupaten Ciamis

Tidak ada yang spesial dengan saya, saya hanya berusaha selalu menjadi seorang pemelajar dan pembelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Guru dan Falsafah Pengendalian

14 Agustus 2024   22:39 Diperbarui: 15 Agustus 2024   09:08 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kali kedua saya bertemu dengan Dr. Erwan Darmawan, S. STP., M. Si. Kadisdik Kabupaten Ciamis dalam forum resmi perjalanan belajar saya, dua kali yang berkesan tentang pemikiran beliau terkait peran guru dalam kepemimpinan belajar dikaitkan dengan falsafah luhur yang bernilai sangat dalam, uniknya beliau menjelaskan 4 (empat) falsafah yang berasal dari budaya dan keyakinan yang mungkin berbeda menjadi kesatuan utuh yang melengkapi sosok guru satu sama lain. Melalui tulisan ini dengan bahasa saya yang sangat sederhana, saya coba tuangkan, barangkali setidaknya 5% dari apa yang disampaikan beliau dapat saya ingat dan amalkan sepanjang tugas saya sebagai seorang guru.

Tidak mudah menjadi seorang guru, membentuk murid menjadi “Manusia”, Ki Hadjar Dewantara menyebut istilah “Manusia Merdeka”, dimana kata kunci manusia merdeka bukan hanya tidak tergantung pada orang lain, tidak berada di bawah perintah orang lain, tetapi manusia merdeka bertanggung jawab atas dirinya sendiri, manusia merdeka mampu memerintah diri sendiri dan di waktu lain melarang diri sendiri. 

Jika dikaitkan dengan konsep pengendalian, saya rasa cocok jika saya sebut manusia merdeka adalah manusia yang bisa mengendalikan pribadinya. Untuk menciptakan murid sebagai “manusia” yang dimaksud, sebagai guru dengan tugas menuntun mereka, maka kitapun harus mampu mengendalikan pribadi, sederhananya bagaimana kita bisa membuat orang dapat mengendalikan dirinya sementara kita tidak mampu mengendalikan diri kita.

Berbicara konsep pengendalian, mari kita coba belajar dari 4 (empat) falsafah pengendalian yang saya kira sangat luar biasa:

Guru dan Falsafah Pengendalian Avatar

Serial Avatar adalah film berlatar belakang dunia seni beladiri dan sihir yang sangat terkenal, Avatar sendiri merupakan sebuah gelar bagi manusia yang memiliki titisan roh planet, dipercaya dalam satu generasi terdapat satu Avatar, sosok yang mampu mengendalikan 4 (empat) elemen kekuatan alam, penguasaan terhadap keempat elemen kekuatan tersebut dalam upaya menjaga keseimbangan dan kedamaian alam.

Elemen kekuatan pertama pengendalian Avatar adalah pengendalian udara, udara merupakan media penghantar unsur lain seperti suara, cahaya dan gerak. Dalam filosofi, udara melambangkan kehampaan, kekuatan, kreativitas, dan spontanitas. Udara dapat masuk ke setiap celah baik besar maupun kecil. Sebagai guru tentu kita harus dapat mengendalikan udara, masuk ke setiap pribadi murid, menyatu dalam fikiran dan pandangan murid melalui kekuatan, kreativitas dan spontanitas, mampu menjadi penghantar yang baik sampainya setiap unsur yang perlu disampaikan kepada murid, dalam hal ini unsur dimaksud adalah karakter, pengetahuan dan keterampilan.

Elemen kedua kekuatan pengendalian Avatar adalah pengendalian air, air adalah unsur penting dalam kehidupan, memiliki sifat lembut dan lentur namun begitu perkasa, sifatnya yang gigih terlihat tidak memaksa namun perlahan tak pernah berhenti dapat mengikis sekuat apapun unsur yang ditemui, filosofis ini diperlukan guru untuk cenderung tidak mengenal sikap garang dan marah, guru harus lebih menekankan kelembutan hati sebagaimana dicerminkan oleh air, sikap lembut berarti menerima apa pun yang terjadi tanpa merisaukan kemungkinan lainnya. Dari keterbukaan ini, maka lahirlah rasa welas asih yang dapat membawa pada kebijaksanaan tiap individu. Menerima dan lembut tetapi konsisten dalam usaha membentuk murid menjadi sesuatu, tidak pernah berhenti meski terlihat tidak bekerja tetapi sedang berusaha dengan terus menerus dan sungguh-sungguh.

Elemen kekuatan ketiga adalah pengendalian api, api dikenal tuntas membersihkan benda apapun yang dibakarnya tanpa sisa kecuali abu, filosofis ini terkait peran guru yang diharapkan mampu menuntaskan segala permasalahan tanpa menyisakan bekas, tanpa membeda-beda murid, setiap murid dipandang setara dan penting, murid datang ke sekolah dengan keunikan motivasi dan keunikan tujuan, motivasi dan tujuan yang harus dituntun hingga tuntas, termasuk permasalahan pembelajaran yang menghambat upaya murid dalam belajar juga harus tuntas diselesaikan.

Elemen kekuatan keempat adalah pengendalian tanah, tanah menumbuhkan kehidupan, meski diinjak, dikotori, diberi beban berat tanah selalu ikhlas menjadi tanah, darinya tumbuh kebaikan hidup, darinya tumbuh berbagai makanan, di atas tanah tempat manusia pulang dan bertumpu dengan nyaman, guru yang mampu mengendalikan unsur tanah dalam dirinya seperti rumah yang nyaman bagi muridnya, dan siapa di dunia ini yang tidak merindukan rumah?

Guru dan falsafah pengendalian Hastabrata

Falsafah kedua yang saya bahas adalah pengendalian hastabrata, dalam bahasa sansakerta hasta berarti delapan dan brata berarti pengendalian, istilah hastabrata berasal dari kitab hindu yang menasbihkan tolok ukur manusia yang baik adalah manusia yang mampu mengendalikan delapan unsur sifat-sifat dewa. Kedelapan unsur tersebut adalah bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan bintang.

Jika kita kaitkan dengan falsafah pengendalian Avatar di atas, maka saya bisa memasukkan empat unsur pengendalian hastabrata ke dalam unsur pengendalian avatar, meski dalam hal ini tentu akan muncul persepsi lain, empat unsur dimaksud adalah bumi sebagai tanah, api sebagai api, samudra sebagai air, dan angin sebagai udara. Maka jika mengacu pada pengelompokan tersebut, saya akan coba menjelaskan empat pengendalian hastabrata lain yang tidak termasuk dalam kelompok pengendalian avatar, yaitu:

Pengendalian matahari; Matahari adalah sumber energi kehidupan, kita percaya bahwa tanpa matahari dimungkinkan tak akan pernah ada kehidupan, lewat matahari manusia hidup dan beraktivitas. Guru yang mampu mengendalikan unsur matahari mampu mengendalikan energi yang disalurkan kepada murid, bentuk energi yang disalurkan dapat berupa visi, tujuan dan alasan kebaikan setiap tindakan murid, sehingga murid paham darimana dan kemana mereka hidup. Satu yang menarik bagi saya terkait matahari, diperhatikan atau tidak, disadari atau tidak, dipuji atau tidak, matahari akan terus bersinar memberikan energi dan memberi manfaat pada manusia.

Pengendalian langit; Langit merupakan atap bumi, cakrawala yang sangat luas, mampu mengendalikan unsur langit bagi seorang guru adalah simbol mengelola keluasan ilmu pengetahuan dan pengalaman, sosok manusia yang memperlihatkan luasnya kompetensi, pengetahuan serta kecakapan yang dapat diajarkan kepada muridnya.

Pengendalian bulan; Bulan yang dipandang malah hari, mendatangkan perasaan damai meski dalam gelap, filosofis ini dibutuhkan guru untuk menjadi sosok yang memberikan kedamaian pada muridnya. Rasa damai dan nyaman dapat memberikan harapan pada murid saat murid butuh kenyamanan dan harapan, guru diharapkan mampu memberi asa meski gelap menyelimuti malam, memberi harap meski berada di fase keputusasaan.

Pengendalian bintang; Bagi saya bintang merupakan unsur alam paling indah yang dapat dilihat ketika malam. Tidak hanya indah, ia memberikan arah mata angin pada mereka yang membutuhkan. Guru yang mampu mengendalikan unsur bintang menjadi penuntun arah bagi muridnya. Menjadi penuntun atau pengarah artinya menjadi sebuah inspirasi bagi murid untuk bergerak menuju sesuatu, guru tahu tujuan yang harus dicapai murid, guru tahu rintangan yang akan dihadapi murid, lalu guru memposisikan diri sebagai penunjuk arah, melalui jalan mana yang terbaik dalam mencapainya.

Guru dan Falsafah pengendalian dalam Tri Tangtu Di Buana

Falsafah ketiga yang saya bahas adalah konsep trias politica masyarakat sunda yang dikenal dengan tri tangtu di buana, bahwa masyarakat sunda percaya ada tiga kelompok manusia yang mengatur kehidupan di dunia, yaitu ratu, rama dan resi. Dalam kehidupan modern ratu identik dengan eksekutif, rama identik dengan legislatif dan resi identik dengan yudikatif. 

Tidak akan terlalu dalam saya membahas peran trias politica sunda (ratu, rama dan resi) tersebut, karena pada dasarnya memiliki pengertian dan fungsi yang sama dengan trias politica modern (eksekutif, legislatif dan yudikatif), yang saya tertarik adalah kemampuan yang harus dimiliki (pengendalian yang dimiliki) oleh ketiga kategori kelompok tersebut yang saya coba uraikan sebagai berikut.

Ratu harus mampu “ngagurat batu”

Ngagurat batu (menulis di atas batu) adalah falsafah kesaktian, yakni kuatnya keyakinan dan prinsip, bagi guru yang mampu memerankan kelompok ratu, maka guru harus memiliki ketegasan dalam menjalankan nilai kebajikan, penuntunan pada laku murid memerlukan ketegasan yang tidak bias dan ambigu, guru harus mampu memisahkan mana benar mana salah, mana hak mana batil, mana bermanfaat mana merugikan, keyakinan yang tidak abu-abu dalam menjalan peran sebagai guru membuat murid juga meyakini tindakan atau laku yang sedang ia tempuh di dalam kelas.

Rama harus mampu “ngagurat taneuh”

Ngagurat taneuh (menulis di atas tanah) adalah falsafah memberi arah, guru yang mampu ngagurat taneuh dapat memberi arah kemana murid harus berjalan, tentu syarat memberi arah adalah guru jangan mengarahkan murid ke jalan yang salah yang memungkinkan murid menjauhi tujuan hidupnya. Dalam konteks jalan, tentu kita pahami bersama tak ada jalan kehidupan yang mudah dan mulus, semua jalan memiliki hambatan dan tantangan yang beragam, di posisi ngagurat taneuh guru harus mampu mengarahkan murid untuk dapat melalui jalan dengan kompleksitas tantangan yang dapat dilalui sesuai kapasitas dan kemampuan murid, sekaligus dapat menguatkan kapasitas kemampuan murid untuk menghadapi tantangan yang ditemui selama perjalanan, saya kira keduanya merupakan bagian dari memberikan arah pada murid.

Resi harus mampu “ngagurat cai”

Ngagurat cai (menulis di atas air) adalah falsafah kebijaksanaan seorang resi dalam menghadapi masalah, ketika kita ngagurat cai, maka kita tidak akan meninggalkan bekas sekecil apapun pada air. Filosofis ini jika dikaikan dengan guru, maka guru harus mampu menyelesaikan masalah tanpa meninggalkan jejak masalah, kearifan dan kebijaksanaan seorang guru sangat dibutuhkan murid dalam berbagai masalah yang dihadapi murid. Ketuntasan tanpa jejak dan tanpa melukai, ketuntasan masalah yang tidak menimbulkan masalah yang lain.

Guru dan Falsafah Pengendalian dalam Islam

Terakhir saya akan membahas nilai luhur falsafah ajaran islam, saya merasa intisari tertinggi dari pengendalian seorang manusia sehebat apapun manusia bukan dalam kapasitas mampu mengendalikan faktor eksternal (unsur alam), tetapi pengendalian tertinggi manusia adalah pengendalian diri sendiri, Pengendalian diri adalah bagian penting dari hakikat beragama. Dalam Islam, ada aturan kepada para pemeluknya untuk “mengendalikan diri” agar perilaku pemeluk islam sesuai dengan aturan islam. Islam, bahkan secara umum semua agama, berupaya menciptakan tatanan kebaikan. Dalam Islam, tatanan aturan tersebut terejawantahkan dalam perintah dan larangan (dalam hal detail  terbagi lagi dalam sunat, mubah dan lainnya). Banyak hadist nabi tentang perintah pengendalian diri, secara detail saya tidak menjelaskannya pada tulisan ini, tetapi izinkan saya setuju pada konsep islam yang diajarkan Rasulullah, bahwa tidak dikatakan kuat orang yang selalu menang dalam pertempuran atau pertarungan, mereka yang dikatakan kuat adalah mereka yang mampu mengendalikan dirinya. 

Sejalan dengan falsafah ini, tentu guru yang kuat dan hebat adalah guru yang mampu mengendalikan diri dalam berbagai situasi yang ditemui selama interaksinya bersama murid, guru yang mampu memposisikan kepentingan diri dan kepentingan murid, guru yang mampu bertindak dan berprilaku sesuai keyakinan dan nilai-nilai kebajikan, saya percaya bahwa guru yang memiliki pengendalian diri yang hebat, akan melahirkan murid dengan pengendalian yang hebat, atau meminjam istilah Ki Hadjar Dewantara pada awal tulisan di atas, guru yang memiliki pengendalian diri yang hebat akan melahirkan “murid yang merdeka”.

Saya kira keempat falsafah tersebut sangat penting dan relevan dengan tugas kita sebagai guru, menjadi guru yang baik adalah berupaya untuk 1) sekuat avatar, 2) menguasai hastabrata, 3) mampu menjadi ratu, rama dan resi, dan 4) mampu mengendalikan diri sesuai ajaran islam. Semoga kita diberikan kekuatan dan kemampuan oleh Tuhan, salam bapak dan ibu guru hebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun