Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bersatulah Jokowi-Prabowo

7 September 2018   14:25 Diperbarui: 7 September 2018   14:48 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nilai rupiah mencapai titik terlemah sejak krisis ekonomi 1998, Prabowo Subianto meminta pendukungnya untuk sementara waktu tidak menyerang pemerintah.

PinterPolitik.com

Seperti yang telah diperkirakan Bank Indonesia (BI) sebelumnya, September ini nilai tukar rupiah kembali merosot. Bahkan pada Selasa (5/9) lalu, rupiah telah mencapai angka Rp 14.900 per dollar AS, nyaris menembus angka Rp 15 ribu. Tak heran kalau nilai rupiah saat ini menjadi yang kedua terburuk, semenjak krisis moneter 1997-1998.

Jatuhnya nilai rupiah ke titik terlemah ini, tentu menciptakan keresahan dan ketakutan di masyarakat akan perekonomian tanah air ke depannya. Apakah mungkin Indonesia akan bernasib sama dengan Turki dan Argentina? Krisis ini sendiri juga secara tak langsung mengungkit kembali trauma akan terjadinya kerusuhan, seperti yang terjadi pada 1998 lalu.

Menyikapi hal ini, pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan kalau kondisi ini masih dapat ditangani. Alasannya, pelemahan rupiah atas dollar AS tersebut disebabkan sentimen negatif yang sebagian besar berasal dari faktor eksternal. Namun di sisi lain, pelemahan rupiah juga menguntungkan pemerintah dari segi APBN.

Pernyataan Menkeu ini juga diakui Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang menjelaskan kalau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tak lepas dari kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh lembaga keuangan AS, Federal Reserve (The Fed). Kenaikan suku bunga keempat kalinya The Fed ini, juga berimbas pada negara-negara berkembang lainnya.

Faktor lain yang menurut Perry juga mempengaruhi anjloknya rupiah, adalah akibat adanya sentimen pasar, tekanan krisis ekonomi yang terjadi di Turki dan Argentina, kenaikan harga minyak dunia, serta besarnya kegiatan impor di dalam negeri. Karena itulah, Perry menyarankan agar masyarakat tidak menyikapi kondisi ini dengan panik.

Anjuran pemerintah ini, ternyata juga didukung oleh Ketua DPP Partai Gerindra dan anggota Komisi II DPR, A. Riza Patria. Menurutnya, masyarakat tidak perlu takut karena pemerintah pasti akan melakukan berbagai terobosan untuk mengatasi masalah ini. Sebagai oposisi, pernyataan ini sangat menyejukkan. Tapi adakah alasan di baliknya?

Optimisme Lalui Krisis

Pelemahan rupiah terhadap dollar, sebenarnya tidak terjadi secara tiba-tiba. Kondisi ini telah berlangsung sejak krisis ekonomi 2015 lalu, namun selalu berhasil ditekan oleh pemerintah. Meski begitu, posisi rupiah yang nyaris menembus Rp 15 ribu per dollar AS, memang baru terjadi kali ini, sehingga menimbulkan perasaan tidak aman di masyarakat.

Kondisi rupiah yang menyentuh titik terlemah ini sendiri, diakui Perry merupakan fakta mengejutkan. Sebab berdasarkan perhitungan fundamental, seharusnya nilai rupiah tidak sampai selemah ini. Perry menilai, lonjakan impor barang konsumsi di tanah air bisa jadi merupakan salah satu penyebabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun