Kebijakan bapak yang populis akan THR termasuk untuk pensiunan, dll menjadi terhapus akibat ditekennya Perpres ini. Mohon ditinjau ulang Pak @jokowi Jangan sampai ini bikin gaduh di tahun politik--- Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 28, 2018
Tapi, tidak hanya Jokowi, Prabawo juga melakukan hal serupa, misalnya pada masa pra Pilpres 2014, kita seringkali melihat wajah Prabowo yang terpampang di media televisi nasional dari hari ke hari, bulan ke bulan. Prabowo, bahkan sampai getol membuat film yang berjudul "Sang Patriot". Film itu tentu berusaha untuk menciptakan imaji politik Prabowo sebagai seorang nasionalis pembela tanah air.
Hal itu secara akademis juga dibenarkan oleh Mietzner Marcus dalam buku "Reiventing Asian Populism: Jokow's Rise, Democracy and Political Contestation in Indonesia" yang menyebutkan bahwa Prabowo sebenarnya mengikuti jejak populisme klasik, misalnya dengan menyerang perusahaan-perusahaan asing yang mengeksploitasi sumber daya alam di Indonesia serta menggambarkan elit politik sebagai kroni dari parasit asing atau memposisikan diri sebagai anti-asing.
Sementara, Djani Lucky dan Olle Tornquist dalam buku "Dilemmas of Populist Transaction: What are the prospects now for popular politics in Indonesia" mengatakan praktik populisme Jokowi lebih pada bagaimana memproyeksikan dirinya sebagai kalangan non-elit yang mampu membangun hubungan langsung dengan masyarakat sipil. Hal itu bisa dilihat dari praktik politik blusukan yang melekat pada Jokowi.
Kendati demikian, perlu juga menjadi highlight  bahwa populisme di banyak negara memang tampil dengan wajah berbeda. Di Amerika Serikat (AS) misalnya, kebijakan Barack Obama dinilai oleh kelompok Tea Party sebagai bagian dari agenda populis yang hanya menghabiskan uang negara.
Tea Party adalah gerakan politik yang muncul pada tahun 2009 di AS melalui serangkaian protes, baik secara lokal maupun nasional.
Michael Kazin, penulis buku "The Populist Persuasion: An American History" dalam wawancara dengan  Kyoto Review menyebutkan gerakan populis di AS berawal dari persepsi bahwa janji-janji politik kaum liberal, seperti mereduksi kemiskinan dan menjadikan Amerika sebagai negara yang lebih baik, nyatanya tidak pernah terwujud.
Kondisi di atas berbeda dengan populisme yang berkembang di Eropa seperti yang dilakukan Marine Le Pen, kandidat Presiden Perancis 2017 dari Partai Front Nasional yang mengkonstruksi politik populisme melalui sentimen anti-minoritas, anti-migran dan anti-Uni Eropa dengan tujuan untuk meraih simpati pemilih.
Nah, di Indonesia, belakangan ini isu mengenai libur nasional juga sempat mengemuka, terutama terkait keputusan pemerintah mengenai libur pada pemilihan kepala daerah di beberapa kota besar di Indonesia yang mendapatkan sedikit kritikan dari kelompok pebisnis.
Lantas, bisakah dikatakan kebijakan libur nasional merupakan bagian dari skema kebijakan populis Jokowi?
Strategi Populisme Jokowi
Fenomena populisme memang berbeda-beda di setiap negara, namun dalam konteks libur nasional di Indonesia rasanya pandangan Kurt Weyland dalam buku "Populism: A Political-Strategic Approach" dapat mempersempit konteks yang dibahas. Menurut Weylend, populisme merupakan strategi politik dimana seseorang pemimpin mencari atau menjalankan kekuasaan pemerintah berdasarkan dukungan langsung, tanpa perantara, tidak terlembaga dan tidak teroganisir.