Langkah demi langkah rombongan pak Raditya semakin dekat. Kucoba singkirkan bahu dan badan yang sekiranya mengganggu jalur pandangan Bu Ningsih padaku. Aku sudah siap berdiri tegak berpose dengan jelas tanpa ada halangan apapun. Akhirnya, sampailah rombongan pak Raditya di depanku, termasuk bu Ningsih. Jalur pandanganpun tidak terhalang oleh siapapu. Ibarat tembakan, peluru itu pasti langsung akan menyasar di kepalaku. Tapi.....
Tatapan Bu Ningsih tetap ke depan, tidak menengok padaku sama sekali.
Usahakau tidak berhenti, kupanggillah beliau.
"Bu Ningsih !" panggilku.
Baru beliau memalingkan wajahnya padaku. Ini menjadi pertanda bahwa targetku hari ini telah berhasil. Senang rasanya dan kulanjutkan misi ini.
"Masih ingat dengan saya, Bu?" kulanjutkan sapaku.
"Wah. Kamu? Saya masih ingat sekali dong." Jawab bu Ningsih.
Senang sekali rasanya aku masih diingat oleh istri pejabat pengurus pusat partai. Artinya, secara jaringan politis akan bertambah dan sangat berpengaruh untuk karier politik saya ke depan. Ini momentum yang sangat luar biasa dan patut disyukuri.
"Tapi kamu siapa ya, saya kok sedikit lupa?" lanjut Bu Ningsih sembari melangkahkan kaki mendampingi suami tercintanya.
Inilah dunia politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H