Keempat kompetensi dan budaya berliterasi informasi itu berkorelasi dengan kesadaran penggunaan medsos akan pentingnya interaksi sosial yang bermakna, yaitu interaksi yang mendatangkan keuntungan yang proporsional bagi semua pihak yang terlibat. Dengan demikian ekosistem informasi sehat dapat dibentuk. Raymond Mc. Leod10) mengemukakan bahwa suatu informasi yang sehat dan bekualitas harus memiliki ciri-ciri: (1) akurat, informasi mencerminkan keadaan yang sebenarnya;  (2) tepat waktu, informasi itu harus tersedia atau ada pada saat informasi tersebut diperlukan; (3) relevan, informasi yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan; (4) lengkap,  informasi harus diberikan secara lengkap karena bila informasi yang dihasilkan sebagian-sebagian akan mempengaruhi dalam mengambil keputusan; (5) correctness,  informasi yang dihasilkan atau dibutuhkan harus memiliki kebenaran; dan  (6) security,  informasi yang dihasilkan mempunyai manfaat keamanan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya mendapatkannya.
    Namun demikian,  kompetensi literasi untuk membangun ekosistem informasi sehat itu tetap menghadapi tantangan bagi "kehadiran" komitmen, ketulusan, keterlibatan, dan kesetiaan manusia. Memang disadari bahwa komunikasi lewat internet berlangsung tanpa temu muka orang-orang yang terlibat. Ini berarti bahwa orang hanya mengandalkan informasi yang tertulis di layar komputer atau gadget lainnya. Selebihnya, orang tidak dapat langsung tahu apakah yang ditampilkan itu hal yang sejujurnya, merupakan kebenaran atau tidak; selanjutnya, berdasarkan hal yang terpampang di layar itu, orang juga tidak tahu apakah si penulisnya mempunyai komitmen terhadap apa yang disampaikannya atau tidak.
    Keberhasilan menghadapi tantangan itu akan memulihkan ingatan akan kemanusiaan kita dalam kehidupan ini. Mengapa? Menurut John D. Zizioulas dalam bukunya Communion and Otherness (2006), manusia adalah persona, sosok pribadi, makhluk hipostatik, dan ekstatik. Sebagai makhluk hipostatik,  setiap pribadi adalah primer dan absolut, otonom dan unik, tetapi ia tidak melulu individual. Sebagai makhluk ekstatik, manusia selalu bergerak ke luar dirinya untuk berelasi dengan 'yang lain', yakni Sang Pencipta, sesama, dan semua ciptaan. Keberadaannya hanya bermakna di dalam relasinya dengan yang lain. Relasi itu merupakan relasi personal, yang melibatkan seluruh diri pribadi, tetapi tidak menggerogoti keutuhan dan keutamaannya.11)
Simpulan
     Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa perkembangan tekonologi informasi saat ini berdampak pada membanjirnya berbagai informasi dalam kehidupan manusia. Namun, tidak semua informasi mempunyai kontribusi dalam proses pemanusiaan manusia agar menjadi manusia yang human. Ada saja informasi yang tidak berangkat dari elan vital kebenaran, tetapi bergerak dari cengkraman egoisme: hasrat untuk mereguk kenikmatan dan kepentingan diri sendiri. Informasi hoaks  merupakan sinyal  melemahnya moralitas publik karena moralitas publik tidak lagi dapat didasarkan pada kesadaran untuk mengejar keutamaan hidup sebagai manusia
     Sadar akan bahaya hoaks bagi kehidupan berbangsa, sudah saatnya kemampuan literasi informasi perlu ditingkatkan, baik melalui aktus pendidikan formal maupun nonformal. Aktus pendidikan  mempunyai peran sangat penting untuk menanamkan dalam diri manusia muda nilai-nilai (etika, moral, hukum, politik, ekonomi, kulutral) kehidupan bersama sehingga kualitas kebersamaan sebagai keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara semakin kuat karena tidak ada kebohongan, egoisme, dan kepentingan kelompok atau golongan.
____________
Daftar Catatan Rujukan Pustaka:
    1)Lihat Kompas, 27 Okotober 2017.
    2)Lihat I. Marsana Windhu, Kekuasaan & Kekerasan Menurut Johan Galtung, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. iv.
   3) Lihat Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, hal. 689.