Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Habituasi Multikarakter Keberbangsaan melalui Paradigma Pendidikan Dialogal

26 Oktober 2022   12:59 Diperbarui: 26 Oktober 2022   13:15 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu aspek terpenting iklim kelas adalah hubungan antara guru dan peserta didik.  Hubungan yang hangat dan suportif  mampu mengefektifkan tindakan pembelajaran guru dalam mendorong peserta didik untuk berkontribusi secara konstruktif di dalam pembelajaran. Guru yang demikian senantiasa dipersepsi sebagai guru yang memahami, membantu, dan ramah kepada peserta didik sehingga tercapai peningkatan prestasi peserta didik. Guru yang hangat dan suportif adalah guru yang tidak mengancam dan tidak puas dengan peserta didik, tetapi guru yang menghargai pendapat peserta didik (pendapat yang keliru tidak boleh memunculkan reaksi negatif, tetapi dipersepsi sebagai bagian dari proses belajar); guru yang peduli dengan kebutuhan emosional, sosial, dan akademik  peserta didik; guru yang memiliki antusiasme tentang subjek atau mata pelajaran yang sedang dibelajarkan (Muijs & Reynolds, 2008: 169-170).

Jika kondisi tersebut telah mampu dihadirkan dalam dinamika kehidupan manusia di semua jenjang pendidikan, maka habituasi multikarakter keberbangsaan akan tertanam kuat dalam diri setiap komponen pendidikan. Pembiasaan nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan dialogal, pada hakikatnya, menanamkan akar yang kuat bagi peserta didik dan menjadi titik refleksi bagi yang mendidik untuk terus menguatkan karakter-karakter keberbangsaan.

4.  Kesimpulan

Paradigma pendidikan dialogal hendaknya dipahami  sebagai dialektika antara yang mendidik dan yang dididik,  antara yang mengatur dan yang diatur, antara yang mengarahkan dan yang diarahkan. Kedua unsur kependidikan ini sama-sama ada dan tidak dapat saling meniadakan. Ada hubungan dialogal dalam kesederajatan antara yang mendidik dan yang dididik karena martabat kemanusiaan yang melingkupinya; tidak mengenal  pola komunikasi top-down atau bottom-up   atau pun  distingsih formasi atasan dan bawahan yang biasa digunakan dalam kependidikan  struktural (baca: tradisional) dan yang bersifat hierarki absolut sehingga mennyebabkan stagnasi arus pembelajaran.

Pendidikan dialogal  yang berporos pada kesederajatan martabat manusia,  dibangun di atas fondasi  humanistik, etika dan moral,  serta demokrasi dan solidaritas sosial.   Artinya,   ketiga faktor ini  menjadi  syarat terciptanya pendidikan dialogal dalam kehidupan sosial edukatif. Jika tidak ada hubungan dialogal, maka sulit membangun masyarakat sekolah yang memiliki multikarakter keberbangsaan karena tidak ada kesantunan publik, tidak ada kecerdasan inklusif, tidak ada kejujuran hidup, dan tidak ada keadilan sosial.

Habituasi multikarakter melalui paradigma pendidikan dialogal, pada dasarnya, membangun kultur kesebangsaan yang kuat. Membangun kultur kesebangsaan berarti membiasakan setiap warga negara hidup dalam penghayatan yang baik dan benar terhadap nilai-nilai kehidupan. Semua komponen pelaksana pendidikan dibiasakan dengan nilai-nilai kehidupan bersama sebagai bangsa: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu yang positif, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, kritis, terbuka, adil, gotong royong,  dan menghargai jalan musyawarah dalam mengambil keputusan.

_________________

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Ketujuh. Jakarta: Balai Pustaka.

Giddens, Anthony. 2000. The Third Way: Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial.    Jakarta: PT Gramedia.

Glesson, Christopher. 1997. Menciptakan Keseimbangan: Mengajarkan Nilai dan   Kebebasan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun