Mohon tunggu...
Pierre Goretti
Pierre Goretti Mohon Tunggu... lainnya -

I'm living my truth without your lies… // usahakan tetap waras, berdamailah dan jadilah bahagia :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebotol Bir dan Secangkir Coklat Panas IV ( Cangkir Terakhir)

5 Juli 2016   22:45 Diperbarui: 6 Juli 2016   09:09 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Non..”

“Ya?”

“Masih mau bicara lewat sini atau langsung?” tiba-tiba suara di balik telpon itu terdengar begitu dekat dan aroma khas lelaki tercium segar jelas dalam penciuman Noni. “I love you, Noni.” Sebuket mawar merah muda kini menutup pandangannya, tidak perlu berbalik badan untuk melihat siapa yang ada dibelakangnya, Noni hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. “I love you… I love you... I love youuuuuuuu.” Tubuh itu memeluk mesra tubuh Noni yang semakin mengecil, menggoyangkannya ke kanan dan kekiri.

“Ujang, kamu tuh gak bosan-bosan kirimin aku ina-itu, lihat tuh banyak banget kiriman kamu.”  Noni menunjuk lemari cabinet dan meja yang ada di sekeliling kamar mungilnya itu. Tumpukan film dari berbagai genre, CD lagu-lagu instrument yang up beat dan beberapa yang menenangkan, Novel-novel ringan terbitan local, barang-barang make up dan segala macam variasi yang diberikan Ujang tak henti sejak lima bulan lalu sekembalinya dia dari pelariannya yang mendadak.

“Semua ini gak akan cukup untuk tebus waktu aku yang hilang sia-sia sama kamu cuma karena keegoisan aku dulu, aku kasih ini ke kamu biar kamu selalu ngerasa kalau aku dekat kamu, aku ada sama kamu, meskipun kamu larang-larang aku untuk kirim kamu ini semua karena perasaan gak enak kamu ke aku, tapi aku..”

“Ok, stop. Hari ini pembicaraan kita terlalu melankolis Jang, dan itu bisa buat aku makin sulit bernafas.” Noni kembali menyela pembicaraan Ujang yang mulai memancing emosi Noni, ingin rasanya mendengar semua kalimat manis dari ujang tapi rasanya tidak Noni tidak sanggup mendengarnya dengan kondisinya saat ini. Ujang mencoba mengerti, walaupun rasanya ingin sekali ia melanjutkan isi hatinya agar wanita pujaannya itu kembali percaya pada dirinya.

***

Hari ini Ujang berulang tahun, Noni mengucapkan doanya melalui telepon, bercerita tentang segala sesuatu semalam suntuk dan terhenti saat Noni tertidur. Waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari, waktu dimana mata sudah mengajak untuk berkatup dan pikiran lelah untuk berfikir, bahkan wanita kesayangannya sudah tak tahan melawan kantuk dan meninggalkannya dalam lelap. Seperti ada yang mengusik hatinya, Ujang terlihat begitu gelisah, melawan pikirannya sendiri yang berkelana dan tak mau berhenti. Sejam, dua jam berlalu dan Ujang masih berputar-putar gelisah tak beralasan, hingga sejenak mendapati lelap yang diinginkannya sebelum terbangun karena cipratan air hujan yang masuk melalui jendela kamarnya yang tak tertutup semalaman.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, langit terlihat begitu cerah dipagi yang masih baru, segera Ujang mandi dan pergi menuju rumah Noni, terlalu pagi memang, tapi rasanya dia sudah tidak sabar untuk ada disamping Noni, ya sekedar untuk ada di samping Noni, melihat keberadaannya.

Akhir pekan, pagi selepas hujan, kondisi jalanan lengang dan Ujang tiba di rumah Noni sebelum jam delapan pagi. Dengan sedikit sungkan Ujang mengetuk pintu rumah Noni, disambut Ayah membukakan pintu.

“Ujang?” Tanya Pria paruh baya dengan nada Tanya yang jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun